Faisal Basri Adu Mekanik dengan Menko Luhut, Begini Ceritanya

Ekonom Senior Faisal Basri mengkritik rencana pembuatan family office usulan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan

oleh Arief Rahman H diperbarui 04 Jul 2024, 17:00 WIB
Diterbitkan 04 Jul 2024, 17:00 WIB
Ekonom Senior Faisal Basri mengkritik rencana pembuatan family office usulan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan
Ekonom Senior Faisal Basri mengkritik rencana pembuatan family office usulan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan (dok: Arief)

Liputan6.com, Jakarta Ekonom Senior Faisal Basri mengkritik rencana pembuatan family office usulan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan. Dia melihat belum efektivitas dari skema tersebut di Indonesia.

Dia mengatakan, harapan uang keluarga super kaya membawa keuntungan ke Indonesia belum bisa dibuktikan. Menurutnya, skema family office tidak relevan di Indonesia.

"Pendapatannya (orang super kaya) bahkan tidak dipajakin biasanya mereka. Terus uangnya dia remote. Jadi makin nggak relevan. Kalau dia Bitcoin, dia bisa transfer ke mana aja detik (ini) aja segala macem," ujar Faisal, ditemui di Jakarta, Kamis (4/7/2024).

"Jadi, tanya tujuannya apa menambah cadangan devisa, nggak, nggak menambah cadangan devisa ya. Artinya dia bawa uang hari ini, besok dia bisa transfer ke mana aja, kapan saja kan. Saya nggak begitu paham," sambungnya.

Dia mengatakan, tantangan yang dihadapi Indonesia saat ini adalah sektor pengembangan sumber daya manusia (SDM) hingga melambatnya industri. Faisal tak menemukan manfaat family office terhadap masalah tadi

"Mereka nggak bangun pabrik datang ke sini. Dana-dananya aja bisa buat cuci uang, gitu. Tambahan kerjaan aja gitu," ucapnya.

Tujuan Family Office

Faisal mempertanyakan kembali tujuan dari family office di Indonesia. Jika memang untuk mengarahkan orang super kaya menyimpan dana, dia melihat ada opsi lain yang bisa jadi pilihan.

"Kembali, tujuannya apa? kalau kita tahu tujuannya apa, kita bisa ukur, mencapai apa tidak. Saya tidak melihat, kecuali tujuannya bawa uang ya. Biasanya, ya itu kan mirip-mirip juga dengan tempat yang aman untuk menaruh uang. Sekarang namanya investor-investor muda, nggak perlu tempat," papar Faisal Basri.

 

Rencana Menko Luhut

Menko Luhut Binsar Pandjaitan
Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan. (Liputan6.com/Delvira Hutabarat)

Sebelumnya diberitakan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Pandjaitan usul pembentukan Wealth Management Centre (WMC) kepada Presiden Jokowi Widodo (Jokowi), untuk menjaring dana berbasis perusahaan keluarga (family office) dari luar negeri.

Menurut data dari The Wealth Report, Menko Luhut menyebut populasi individu super kaya raya di Asia diperkirakan akan tumbuh sebesar 38,3 persen selama periode 2023-2028. Peningkatan jumlah aset finansial dunia yang diinvestasikan di luar negara asal juga diproyeksikan akan terus meningkat.

"Berangkat dari trend tersebut, saya melihat adanya kesempatan bagi Indonesia untuk menarik dana-dana dari family office global," ujarnya melalui akun Instagram resmi @luhut.pandjaitan, Senin (1/7/2024).

Dari perhitungan terkini, ia menambahkan, ada sekitar USD 11,7 triliun dana kelolaan family office di dunia. Menurut dia, family office merupakan salah satu upaya untuk menarik kekayaan dari negara lain untuk pertumbuhan ekonomi nasional.

Dengan memiliki family office, bukan hanya meningkatkan peredaran modal di dalam negeri nantinya, tetapi juga menghadirkan potensi peningkatan PDB dan lapangan kerja dari investasi dan konsumsi lokal," kata Luhut.

 

Contoh Beberapa Negara

Menko Luhut
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut B. Pandjaitan/Istimewa.

Saat ini ada beberapa negara di dunia yang menjadi tuan rumah dari aset tersebut. Dua diantaranya berasal dari Asia, yakni Singapura dengan 1500 family office, dan Hongkong yang memiliki 1400 family office.

Namun, Luhut menilai, peningkatan kondisi geopolitik di Hongkong serta perubahan regulasi investasi di Singapura akhir-akhir ini meningkatkan risiko dan ketidakpastian investor.

"Inilah yang membuat Indonesia bisa mengambil kesempatan untuk menjadi alternatif dengan membentuk Wealth Management Centre, karena kondisi pertumbuhan ekonomi kita cukup kuat, kondisi politik pun juga stabil, serta orientasi geopolitik kita yang netral," tegasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya