LPEI Terjerat Kasus, OJK Buka Suara

LPEI membukukan kredit macet (non-performing loan) gross mencapai 43,5% atau mencapai Rp32,1 triliun dari pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun.

oleh Tira Santia diperbarui 09 Jul 2024, 11:45 WIB
Diterbitkan 09 Jul 2024, 11:45 WIB
20151104-OJK
Tulisan OJK terpampang di Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Jakarta. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara terkait kinerja Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang menjadi sorotan DPR lantaran dinilai tidak berdampak signifikan terhadap ekspor serta korupsi.

Apalagi LPEI saat ini sedang didera kasus dugaan fraud pemberian fasilitas kredit. Bahkan DPR mengusulkan LPEI dibubarkan atau dimerger dengan BNI.

Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK Agusman, mengatakan permasalahan yang terjadi di LPEI disebabkan antara lain karena ekspansi pembiayaan yang tidak didukung dengan prinsip kehati-hatian.

 

 

"Sehingga berdampak pada peningkatan Non Performing Financing dalam jangka panjang," kata Agusman dalam keterangan tertulisnya, Selasa (9/7/2024).

 

Adapun kata Agusman, OJK telah melakukan supervisory action terhadap LPEI, antara lain dengan melakukan pengawasan secara onsite dan offsite serta mendalami dan menindaklanjuti dugaan fraud sesuai dengan ketentuan yang berlaku, termasuk berkoordinasi dengan Kementerian Keuangan dan Aparat Penegak Hukum.

Kredit Macet 

Sebagai informasi, BUMN di bawah Kementerian Keuangan ini membukukan kredit macet (non-performing loan) gross mencapai 43,5% atau mencapai Rp32,1 triliun dari pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun.

Kemudian atas dasar tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengajukan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) agar mendapatkan penyertaan modal negara (PMN) Rp 10 triliun.

Hal itu pun memicu perdebatan panas saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI terkait Keputusan penambahan PMN tunai dan nontunai tahun anggaran 2024.

Komisi XI DPR RI hanya menyetujui pemberian PMN tambahan sebesar Rp5 triliun bagi LPEI. Pemberian PMN itu dengan syarat dilaksanakan dengan prinsip-prinsip kehati-hatian, good corporate governance, dan tidak mengulang kesalahan pengelolaan.


Kredit Macet LPEI Tembus Rp 32 Triliun

UMKM binaan LPEI
UMKM binaan LPEI

Ekonom Senior Ryan Kiryanto menyoroti tata kelola perusahaan (tata kelola) di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berada di luar Kementerian BUMN, seperti PT Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) atau Indonesia Eximbank. Hal ini mengemuka seiring terungkapnya kasus kredit macet di LPEI.

Perlu diketahui, BUMN di bawah Kementerian Keuangan ini membukukan kredit macet (non-performing loan) gross mencapai 43,5% atau mencapai Rp32,1 triliun dari pinjaman yang disalurkan Rp73,8 triliun.

Ryan menjelaskan LPEI merupakan BUMN yang berbeda dengan BUMN kebanyakan, karena berada di bawah kendali Kementerian Keuangan (Kemenkeu), bukan Kementerian BUMN.

Menurutnya, pemahaman yang keliru tentang struktur kepemilikan ini dapat berimplikasi pada tata kelola perusahaan.

"Jangan sampai masyarakat mengira LPEI ini di bawah Kementerian BUMN, padahal bukan," tegas Ryan di Jakarta, Rabu (3/7/2024).

Menurutnya, kasus kredit macet di LPEI kemungkinan besar disebabkan oleh lemahnya penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang baik (GCG), manajemen risiko, dan kepatuhan terhadap peraturan.

Ia menegaskan bahwa penerapan prinsip-prinsip ini sangat penting bagi pengelolaan BUMN, baik di bawah Kementerian BUMN maupun kementerian lain.

"Itu saja resepnya. Kalau (prinsip GRC) dijalankan pasti bagus kinerjanya," jelas Ryan.


Transformasi BUMN

Ia pun mengapresiasi langkah Kementerian BUMN dalam mentransformasi BUMN dengan berlandaskan prinsip-prinsip GRC dan core values Akhlak. Namun, Ryan mempertanyakan apakah BUMN di luar Kementerian BUMN, seperti LPEI, juga menerapkan prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang sama.

"BUMN yang di bawah Kementerian BUMN ada nilai budaya kerja yang bagus, Akhlak, itu keren, tapi BUMN yang di luar kendali Kementerian BUMN misalnya LPEI ada tidak dia pakai Akhlak karena di luar supervisi Kementerian BUMN," tanya Ryan.

Lebih lanjut, Ryan menyinggung capaian positif BUMN di bawah Kementerian BUMN yang tak lepas dari pemilihan dewan direksi dan komisaris yang kompeten. Ia mencontohkan proses seleksi yang ketat untuk menjadi direksi di bank BUMN.

"Pertanyaannya apakah di perusahaan negara di luar Kementerian BUMN itu ada juga tidak proses seleksi seperti ini dikerjakan. Kalau pun dikerjakan itu sesuai dengan rule of the game tidak?" tanya Ryan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya