Harga Minyak Dunia Melesat Tembus USD 82 per Barel, Apa Pemicunya?

Persediaan minyak AS turun sebanyak 3,4 juta barel minggu lalu sementara stok bensin menyusut sebanyak dua juta barel

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 11 Jul 2024, 08:31 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2024, 08:31 WIB
Harga Minyak Dunia. Foto: Freepik/Artphoto_studio
Harga Minyak Dunia. Foto: Freepik/Artphoto_studio

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak mentah AS naik hampir 1% pada hari Rabu, menembus USD 82 per barel. Naikknya harga minyak mentah  ini karena persediaan AS menurun sementara OPEC melihat permintaan yang kuat didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat tahun ini.

Persediaan minyak AS turun sebanyak 3,4 juta barel minggu lalu sementara stok bensin menyusut sebanyak dua juta barel, menurut Administrasi Informasi Energi. Namun, permintaan minyak yang diukur dari produk yang dipasok ke pasar melemah sebanyak 334.000 barel per hari.

Para pelaku pasar yang optimis mengharapkan penurunan berkelanjutan dalam persediaan AS untuk mengonfirmasi ekspektasi bahwa permintaan bahan bakar musim panas akan meningkat setelah awal musim yang lesu.

Dikutip dari CNBC, Kamis (11/7/2024), berikut adalah harga penutupan energi pada hari Rabu:

  • West Texas Intermediate kontrak Agustus: USD 82,10 per barel, naik 69 sen, atau 0,85%. Sejak awal tahun, minyak AS telah naik 14,58%.
  • Brent kontrak September: USD 85,08 per barel, naik 42 sen, atau 0,5%. Sejak awal tahun, patokan global naik 10,44%.

Sementara itu, OPEC mempertahankan perkiraan pertumbuhan permintaan minyaknya sebesar 2,2 juta barel per hari untuk tahun 2024.

Kartel ini merevisi pertumbuhan ekonomi global sedikit lebih tinggi untuk tahun ini menjadi 2,9%, didukung oleh kinerja paruh pertama yang lebih baik dari perkiraan di Brasil, Rusia, India, dan China serta pemulihan di zona euro.

Reli minyak baru-baru ini terhenti dengan harga jatuh selama tiga hari berturut-turut hingga Selasa. Tamas Varga, analis di broker minyak PVM, mengaitkan putaran penjualan terbaru ini dengan pembicaraan gencatan senjata yang dihidupkan kembali antara Hamas dan Israel serta Badai Beryl.

Infrastruktur minyak di Pantai Teluk tampaknya menghindari kerusakan substansial dari badai, tetapi pelabuhan Houston ditutup. Varga mengatakan pasar mungkin mengharapkan ekspor minyak menurun akibatnya, yang dapat menyebabkan peningkatan persediaan ketika putaran data berikutnya dirilis minggu depan.

Berapa Harga Minyak Kita?

Ilustrasi harga minyak dunia
Ilustrasi harga minyak dunia (dok: Foto AI)

Harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) per Juni 2024 ditetapkan sebesar jadi USD 79,31 per barel. Harga minyak itu turun dibandingkan bulan sebelumnya sebesar USD 79,78 per barel.  

Penetapan ICP Juni 2024 ini tertulis dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 327.K/MG.03/DJM/2024 tentang Harga Minyak Mentah Juni 2024 yang diterbitkan pada 1 Juli 2024.

"ICP untuk bulan Juni 2024 ditetapkan sebesar USD 79,31 per barel, turun sebesar USD 0,47 dari harga rata-rata bulan Mei 2024 yang berada di angka USD 79,78 per barel," jelas Kepala Biro Komunikasi, Layanan Informasi Publik, dan Kerja Sama (KLIK) Kementerian ESDM Agus Cahyono Adi dikutip dari keterangan resmi, Sabtu (6/7/2024).

Berapa Liter per Barel?

Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP
Ilustrasi Harga Minyak Dunia Hari Ini. Foto: AFP

Sesuai dengan analisis Tim Harga Minyak Mentah Indonesia, jelas Agus, penurunan harga minyak mentah utama internasional antara lain dipengaruhi oleh keraguan pasar terhadap permintaan minyak mentah dunia. 

Salah satu indikatornya yakni peningkatan stok minyak mentah di Amerika Serikat, yang naik sebesar 4,8 juta barel menjadi 460,7 juta barel. Adapun stok gasoline Amerika Serikat mengalami peningkatan sebesar 3,0 juta bbl menjadi 233,9 juta bbl dibanding stok bulan sebelumnya.

Faktor lain yang mempengaruhi pasar internasional, aksi profit-taking yang terjadi saat harga minyak mentah mengalami penguatan. Situasi ini dipicu oleh kekhawatiran atas gangguan pasokan minyak akibat pergolakan geopolitik di Rusia dan Timur Tengah.

Kekhawatiran pasar juga muncul dari kondisi ekonomi Amerika Serikat. The Fed selaku bank sentral Negeri Paman Sam menunda penurunan suku bunga yang juga memperkuat nilai tukar dolar AS. Itu kemudian membuat investor lebih memilih untuk mengalihkan investasinya dari pasar komoditas ke Dolar AS.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya