Liputan6.com, Jakarta Berawal dari tugas akhir kuliah pada tahun 2013 silam, pemuda asal Solo bernama Benny Santoso kini tumbuh menjadi pengusaha tempe yang sukses. Lewat tangan dinginnya memulai usaha tempe di tahun 2016, tempe yang dikenal makanan sejuta umat itu berubah jadi kuliner kekinian, kripik dengan beragam rasa berlabel IniTempe.
Membangun bisnis IniTempe sungguh berliku. Tak beda dengan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) lain, usaha Benny juga jatuh bangun. Di awal merintis, dia menjumpai beberapa kali kegagalan.
Baca Juga
Dia pertama kali menjual tempenya kepada bule, tetangganya. Dari sang tetangga itulah dia mendapat banyak ide. Tempe yang sederhana itu diolah jadi berbagai camilan, mulai cookies, keripik, hingga energy ball.
Advertisement
“Kami juga bikin chocolate bar isinya tempe. Lalu juga ada gelato, topping-nya tempe,” tambah Benny.
Dia memilih bahan baku lokal. Bukan kedelai impor. Benny mendapat pasokan bahan utama pembuat tempe itu dari Tabanan, Jawa Timur, hingga Jawa Tengah. Dia beli langsung dari kelompok tani, tanpa lewat tengkulak. “Kami langsung bayar ke petani,” tutur Benny.
Mulanya, produk IniTempe dipasarkan offline. Dia menjualnya ke restoran, hotel, dan penjual oleh-oleh di Bali. Selain warga lokal, camilan tempe ini juga disukai banyak bule yang berkunjung ke Pulau Dewata.
Usaha Benny kembali nyungsep pada 2020. Waktu itu dunia memang sedang dibekap Covid-19. Bukan cuma soal kesehatan, dunia usaha juga terkapar. Banyak bisnis gulung tikar, bangkrut karena tak ada permintaan.
Pandemi membuat banyak tempat ditutup. Gerakan manusia dibatasi. Bali yang menjadi destinasi wisata dunia terdampak parah. Roda ekonomi mandek, tak terkecuali IniTempe. Benny mengaku penjualannya turun hingga 40 persen. Order dari hotel dan restoran berhenti.
Tapi masa sulit itu membuat orang belajar. Banyak hal berubah, melakukan penyesuaian. Begitu juga Benny yang semula menjual produknya secara konvensional, mulai beralih ke sistem online.
“Kita ingin kuasai marketplace,” inilah mimpi Benny Santoso. Pengusaha muda itu ingin merangsek ke dunia digital, membawa tempe ke pasar dunia. Dia sadar betul jagat online punya prospek cerah.
Lewat jalur digital itu, IniTempe bertahan, bisa bertahan selama pandemi. Omzet bulanan Benny bahkan bisa mencapai puluhan juta dari dunia digital itu.
“Produk yang paling laris adalah varian cokelat tempe dan cookies tempe rasa keju,” jelas Benny. Kini, juragan tempe ini justru lebih banyak menjual produknya lewat online.
Peran Penting UMKM Bagi Perekonomian Nasional
Peran UMKM semacam IniTempe besutan Benny ini memang sangat penting bagi ekonomi nasional. UMKM bahkan menyumbang 61 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia.
Jumlah UMKM di Indonesia juga terus tumbuh. Pada 2018, jumlahnya mencapai 64,2 juta. Setahun berselang bertambah menjadi 65,5 juta. Pada 2020 menurun ke 64 juta karena pandemi. Pada 2021, jumlah UMKM di Indonesia kembali tumbuh menjadi 65,5 juta. Pada 2022 jumlahnya 65 juta, sedangkan pada 2023 jumlah UMKM melonjak jadi 66 juta.
UMKM juga menyerap 177 juta pekerja. Jumlah itu setara 97 persen dari total tenaga kerja nasional. Angka-angka ini menggambarkan betapa besarnya potensi UMKM pada perekonomian nasional.
Data juga mencatat saat ini ada 20,8 juta UMKM yang sudah masuk ke ekosistem digital. Sekitar 80 persen UMKM yang terhubung ke sistem digital memiliki daya tahan lebih baik. Usaha IniTempe yang dibesut Benny telah membuktikannya.
Karena itulah pemerintah gencar mengampanyekan digitalisasi UMKM. Pemerintah berkolaborasi dengan UMKM dan e-commerce untuk menjalankan program, antara lain Gerakan Bangga Buatan Indonesia, ASEAN Online Sale Day, dan Hari Belanja Online Nasional.
Kementerian Komunikasi dan Informatika juga punya sejumlah program untuk mendukung UMKM go digital. Pada 2017 hingga 2019, Kemenkominfo melaksanakan program UKM Go Digital membawa 17 juta UMKM ke platform digital.
Pada 2021, Kemenkominfo melakukan pendampingan serta pelatihan terhadap 26.000 UMKM. Setahun berselang, melakukan adopsi teknologi digital bagi UMKM scaling up dengan melibatkan 30.740 pelaku UMKM. Sedangkan pada 2023, Kemenkominfo menggelar program UMKM level-up dengan 20.035 peserta.
Saat menghadiri Festival Ekonomi Keuangan Digital dan Karya Kreatif Indonesia di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Jakarta, Kamis 1 Agustus 2024, Presiden Joko Widodo meyakini potensi ekonomi digital Indonesia di masa depan.
“Ekonomi digital akan tumbuh empat kali lipat di tahun 2030, mencapai USD210-360 billion atau kalau dirupiahkan bisa di angka Rp5.800 triliun,” kata Jokowi.
Dia menambahkan, pembayaran digital akan tumbuh 2,5 kali lipat di tahun 2030 mencapai USD760 miliar atau setara Rp12.300 triliun. Pertumbuhan itu bisa dicapai karena Indonesia didukung oleh puncak bonus demografi di tahun 2030, yaitu 68 persen berusia produktif, termasuk di dalamnya Gen Y, Gen Z, Gen A.
Selain itu, imbuh Jokowi, saat ini jumlah ponsel aktif di Indonesia mencapai 354 juta, melebihi jumlah penduduk saat ini yang mencapai 280 juta.
“Artinya, satu orang bisa memiliki ponsel lebih dari satu. Dengan jumlah pengguna internet yang sudah mencapai 185 juta, juga jumlah yang sangat besar sekali. Potensinya besar sekali,” ujar Jokowi.
Karena itulah Jokowi menekankan bahwa transformasi digital khususnya di bidang ekonomi dan keuangan menjadi sangat penting. Potensi besar ini didorong pesatnya perkembangan teknologi, termasuk penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam berbagai sektor, mulai dari administrasi, jasa, hingga hiburan.
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu menambahkan, dengan jumlah UMKM sebanyak 66 juta, peluang UMKM mendongkrak perekonomian Indonesia akan sangat besar. “Digitalisasi UMKM ini akan mendongkrak pertumbuhan ekonomi digital dan pembayaran digital kita,” ungkap Jokowi.
Advertisement
Beralih Digital dan Berhasil Raup Ratusan Juta Rupiah
Potensi dunia digital itu memang bukan omong kosong. Dengarlah pengakuan Benny. Dia mengaku omzetnya melonjak sejak membawa usahanya ke jalur digital. Dia bisa meraup puluhan hingga seratus juta setelah beralih ke sistem penjualan online.
“Jadi ketika kita switching ke online kita average Rp90 juta hingga Rp100 juta perbulannya. Tapi itu naik turun, tergantung season-nya juga. Tapi karena online menurut saya lebih stabil,” ujar Benny.
Lewat dunia digital pula, produk Benny kini sudah merambah ke luar Bali. Dia melakukan ekspansi pasar di luar Pulau Dewata melalui e-commerce. Ini adalah cara Benny untuk bertahan dari masa sulit ketika pandemi dan membuat usahanya semakin besar.
“Berkat go digital saya malah bisa ekspansi bisnis ke kota dan pulau lain. Walaupun di tengah pandemi, IniTempe tidak melakukan PHK. Wisatawan lokal pun jadi tahu soal IniTempe,” jelas Benny.
Tidak hanya memasarkan camilan tempe, Benny juga memanfaatkan dubia digital untuk membuka kelas bagi orang-orang yang tertarik untuk belajar mengenai proses pembuatan tempe. Kelas ini terbuka bagi semua orang. Pesertanya bahkan ada yang berasal dari China dan India.
Benny berharap lebih banyak lagi UMKM lokal yang memanfaatkan platform digital untuk membuat usaha lebih besar lagi. Dia sudah membuktikan bahwa digitalisasi menjadi salah satu kunci daya tahan UMKM dalam situasi sulit.
(*)