Liputan6.com, Jakarta Kabar tidak menggembirakan datang dari sektor manufaktur. Produsen tekstil dan produk tekstil, PT Sri Rejeki Isman (Sritex) akhirnya diputus pailit oleh Pengadilan Niaga Kota Semarang.
Keputusan pailit setelah mengabulkan permohonan salah satu kreditur perusahaan tekstil tersebut yang meminta pembatalan perdamaian dalam penundaan kewajiban pembayaran utang yang sudah ada kesepakatan sebelumnya.
Baca Juga
Juru Bicara Pengadilan Niaga Kota Semarang Haruno Patriadi di Semarang, Rabu, membenarkan putusan yang mengakibatkan PT Sritex pailit.
Advertisement
Menurut dia, putusan dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Muhammad Anshar Majid tersebut mengabulkan permohonan PT Indo Bharat Rayon sebagai debitur PT Sritex. "Mengabulkan permohonan pemohon. Membatalkan rencana perdamaian PKPU pada bulan Januari 2022," katanya.
Dalam putusan tersebut, kata dia, ditunjuk kurator dan hakim pengawas. "Selanjutnya kurator yang akan mengatur rapat dengan para debitur," tambahnya.
Sebelumnya, pada bulan Januari 2022 PT Sritex digugat oleh salah satu debiturnya, CV Prima Karya, yang mengajukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Pengadilan Niaga Kota Semarang mengabulkan gugatan PKPU terhadap PT Sritex dan tiga perusahaan tekstil lainnya.
Seiring dengan berjalannya waktu, Sritex kembali digugat oleh PT Indo Bharat Rayon karena dianggap tidak penuhi kewajiban pembayaran utang yang sudah disepakati.
Sempat Bantah
Emiten tekstil, PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex sempat buka suara terkait isu yang menyebut perseroan tengah mengalami kebangkrutan.
Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam menjelaskan perseroan tidak mengalami kebangkrutan dan masih beroperasi. “Tidak benar, karena perseroan masih beroperasi dan tidak ada putusan pailit dari pengadilan,” kata Welly dalam keterangan resmi pada keterbukaan informasi, dikutip Selasa (25/6/2024).
Meskipun begitu, Welly mengakui kinerja perseroan saat ini sedang mengalami penurunan pendapatan secara drastis yang disebabkan berbagai faktor yaitu akibat dari COVID-19 hingga adanya perang.
Hal ini membuat persaingan ketat di industri tekstil global. Kemudian, adanya over supply tekstil di China menyebabkan terjadinya penurunan harga.
“Produk dumping tersebut menyasar terutama ke negara-negara di luar Eropa dan China yang longgar aturan impornya, salah satunya Indonesia,” jelasnya.
Advertisement
Minta Relaksasi
Akibat kondisi ini, Welly mengungkapkan perseroan telah memohon relaksasi kepada kreditur dan mayoritas sudah memberikan persetujuan. Restrukturisasi ini melalui Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) telah selesai dilakukan.
"Restrukturisasi lewat PKPU sudah selesai dan berkekuatan hukum tetap sesuai putusan PKPU tertanggal 25 Januari 2022 atas perkara PKPU No. 12/Pdt-Sus-PKPU/2021/PN Niaga Semarang," lanjutnya Welly.
Welly menambahkan, perseroan tetap beroperasi dengan menjaga keberlangsungan usaha dan operasional dengan menggunakan kas internal hingga dukungan sponsor.