Liputan6.com, Jakarta Banyak anak muda, terutama dari generasi Z, mulai merasa khawatir dengan potensi kenaikan biaya layanan digital seperti Spotify dan Netflix.
Advertisement
Baca Juga
Kekhawatiran ini muncul seiring dengan rencana penyesuaian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPN 12% pada tahun depan, yang dianggap dapat membuat biaya langganan menjadi lebih mahal.
Advertisement
Namun, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP), Dwi Astuti, menegaskan bahwa layanan digital seperti Spotify dan Netflix sudah lama dikenakan pajak. Hal ini bukan merupakan pajak baru.
Layanan Digital Sudah Kena Pajak Sejak Lama
“Spotify dan Netflix adalah bagian dari jasa Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang sudah dikenakan pajak. Ini bukan pajak baru. Selama ini, pajak tersebut sudah termasuk dalam biaya langganan yang dibayar oleh masyarakat,” ujar Dwi saat ditemui di Kantor DJP, Jakarta, Senin (23/12/2024).
Menurutnya, masyarakat tidak perlu khawatir berlebihan karena penyesuaian tarif pajak hanya sebesar 1% dan telah diatur sejak tahun 2022.
Kenaikan Hanya 1 Persen, Bukan Pajak Baru
Dwi juga menekankan bahwa penyesuaian tarif PPN ini bukanlah kenaikan mendadak atau besar-besaran seperti yang dikhawatirkan banyak orang.
“Jadi, bukan tiba-tiba ada pajak baru atau langsung naik menjadi 12%. Kenaikannya hanya 1 persen, dan ini sudah diatur sejak 2022,” jelas Dwi.
“Gen Z yang khawatir kenaikan tiba-tiba untuk layanan seperti Spotify dan Netflix tidak perlu takut. Kenaikan ini tidak signifikan," dia menegaskan.
Dampak dari PPN 12%
Penyesuaian tarif PPN dari 11 persen menjadi 12 persen adalah bagian dari kebijakan yang telah direncanakan sejak lama oleh pemerintah. Meskipun ada kenaikan tarif, dampaknya terhadap biaya langganan layanan digital diperkirakan tidak akan terlalu besar.
Dengan penjelasan ini, masyarakat, terutama Gen Z, diharapkan dapat lebih memahami bahwa kenaikan tarif pajak bukan merupakan sesuatu yang baru atau mendadak.
Kesimpulan
Bagi pengguna setia layanan digital seperti Spotify dan Netflix, tidak perlu khawatir akan kenaikan yang memberatkan. Dengan kenaikan hanya sebesar 1 persen, biaya langganan tetap terjangkau tanpa beban tambahan yang signifikan.
Advertisement
Menteri Hukum Sebut Kenaikan PPN 12 Persen untuk Lindungi Rakyat
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyatakan kebijakan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 12 persen merupakan upaya pemerintah dalam melindungi rakyat, khususnya masyarakat di kelas menengah ke bawah.
"Itu kan ranahnya kementerian lain. Tapi dulu saya ikut di dalam, masih saya di DPR waktu itu. Ini kebijakan yang harus diambil oleh Bapak Presiden akibat sebuah Undang-Undang, harmonisasi Peraturan Perpajakan yang dilahirkan tahun 2021," tutur Andi di Kementerian Hukum, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (23/12/2024).
Hasil dari Peraturan Perpajakan itu menentukan bahwa pada tanggal 2 Januari 2025 nanti PPN akan nakik dari 11 persen menjadi 12 persen.
"Tapi Presiden tentu tidak sekedar hanya menaikkan, tapi bagaimana kemudian untuk melindungi kelas menengahnya, kelas masyarakat yang terdampak langsung, yang kemiskinan," jelas dia.
Oleh karena itu, kata Andi, pemerintah lewat berbagai macam program maupun alokasi APBN, termasuk stimulus yang terakhir yakni memberikan ruang untuk UMKM hingga berkelanjutan ke masyarakat terdampak, terutama yang rakyat miskin.
"Tapi jangan lupa bahwa di luar itu kan sebagian besar kebutuhan pokok kita kan tidak, tidak kena PPN. Bahan pokok tidak kena PPN. Kemudian yang kedua, sekolah tidak kena PPN, kecuali sekolah-sekolah premium, sekolah-sekolah internasional mungkin. Kemudian transportasi tidak kena PPN," Andi menandaskan.