Liputan6.com, Jakarta Indonesia resmi menjadi anggota kelompok negara ekonomi BRICS, yang mencakup negara-negara besar yakni Brasil, Rusia, India, China, serta Afrika Selatan. Tahun lalu, anggota BRICS diperluas dengan memasukkan Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.
Namun, keanggotaan Indonesia terjadi di tengah isu dedolarisasi oleh BRICS yang memicu tekanan perdagangan dengan Amerika Serikat.
Advertisement
Baca Juga
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memandang sentimen negatif AS terhadap dedolarisasi BRICS memang merupakan isu yang kompleks. Tetapi, perlu diingat bahwa posisi Indonesia dalam perdagangan global tetap mengedepankan prinsip bebas aktif.
Advertisement
Keanggotaan di BRICS tidak berarti Indonesia akan menggantikan mitra dagang seperti AS, tetapi lebih kepada diversifikasi mitra untuk mengurangi risiko ketergantungan pada pasar tertentu.
Mengenai ekspor dan impor dengan AS, Ketua APINDO Shinta Kamdani mengungkapkan, dunia usaha melihat beberapa skenario. Skenario pertama, adalah potensi retaliasi dagang.
“Jika sentimen negatif AS meningkat, hambatan perdagangan seperti tarif tambahan atau regulasi non-tarif bisa saja muncul. Namun, hal ini sangat bergantung pada dinamika politik dan ekonomi kedua negara,” ungkap Shinta kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Risiko Valas
Kedua, terkait risiko valas. Shinta menjelaskan, dengan adanya inisiatif dedolarisasi BRICS, perusahaan Indonesia yang berorientasi ekspor ke AS perlu lebih berhati-hati dalam manajemen risiko valuta asing untuk menjaga daya saing harga.
“Di sisi lain, diversifikasi pasar melalui BRICS dapat memberikan alternatif bagi pelaku usaha jika hambatan perdagangan dengan AS meningkat,” lanjut dia.
“APINDO percaya bahwa pemerintah dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk memastikan kepentingan nasional tetap terlindungi, baik dalam hubungan dengan AS maupun dalam pengelolaan peluang dari BRICS,” tutur Shinta.
Keanggotaan Indonesia di BRICS
Selain itu, ia juga menegaskan bahwa pengusaha tetap perlu memanfaatkan peluang yang hadir dari keanggotaan Indonesia di BRICS.
Beberapa potensi yang bisa di jajaki antara lain; peluang diversifikasi dengan anggota baru BRICS, diantaranya UEA dan Ethiopia yang dapat dimanfaatkan pelaku usaha Indonesia khususnya di sektor manufaktur, agrikultur, dan energi.
Peluang lainnya adalah Alternatif pembiayaan proyek melalui BRICS New Development Bank (NDB), sektor usaha dapat mengakses pembiayaan untuk proyek infrastruktur dan energi terbarukan, yang selama ini mungkin terkendala oleh sumber pendanaan tradisional.
“Pelaku usaha dapat memanfaatkan keunggulan teknologi dari anggota BRICS seperti Tiongkok dan Rusia untuk mendukung transformasi industri domestik,” jelas Shinta.
Advertisement
Indonesia Resmi Anggota BRICS, Ekspor RI Wajib Naik
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) mengungkapkan bahwa pihaknya berharap Pemerintah dapat memaksimalkan peluang yang hadir dari keanggotaan Indonesia di kelompok ekonomi BRICS, salah satunya dengan peningkatan ekspor.
Dengan akses ke pasar negara-negara BRICS, diharapkan ekspor Indonesia, khususnya produk unggulan seperti komoditas, manufaktur, dan produk kreatif, dapat meningkat signifikan,” ungkap Sektretaris Jenderal HIPMI, Anggawira kepada Liputan6.com di Jakarta, Selasa (14/1/2025).
Anggawira melanjutkan, pengusaha juga berharap adanya dukungan dari Pemerintah untuk memfasilitasi diplomasi dengan pengusaha-pengusaha negara BRICS.
“Pengusaha berharap pemerintah aktif memanfaatkan keanggotaan BRICS untuk membuka jalur diplomasi ekonomi yang lebih strategis dan memfasilitasi kerja sama dengan anggota lainnya,” tuturnya.
Stabilitas Ekonomi
HIPMI juga berharap, kehadiran BRICS dapat mewujudkan upaya stabilitas ekonomi, termasuk pada Indonesia.
“Dengan BRICS sebagai wadah kerja sama multilateral, pengusaha berharap ada stabilitas ekonomi global yang lebih terjaga, terutama di tengah dinamika geopolitik dan ketidakpastian ekonomi dunia,” jelas Angga.
“Masuknya Indonesia ke BRICS memberikan harapan besar, tetapi juga menuntut kesiapan pengusaha untuk bersaing di pasar yang lebih luas. Dukungan kebijakan yang tepat dari pemerintah akan menjadi kunci keberhasilan Indonesia memaksimalkan peluang ini,” ucapnya.
Advertisement