Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah tengah menggodok sistem terintegrasi soal perpajakan hingga pengurusan surat izin mengemudi (SIM), paspor, dan perizinan usaha. Ada wacana pembayaran pajak jadi syarat perpanjangan SIM hingga paspor.
Rencana itu dilontarkan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Menurut dia, sistem terintegrasi bisa memungkinkan adanya perintah tertahan jika satu poin, seperti pembayaran pajak tidak dilakukan.Â
Advertisement
Baca Juga
Secara sederhana, masyarakat tak bisa perpanjang SIM hingga paspor jika tidak melunasi pajak yang jadi tanggungannya. Lantas, bagaimana masyarakat memandang hal tersebut?
Advertisement
Salah satu pegawai swasta di Jakarta, Gesma memandang syarat bayar pajak untuk perpanjang SIM kurang tepat. Apalagi jika pembayaran pajak keseluruhan yang jadi acuannya.
"Soalnya kalau pajak itu banyak variabelnya, seperti pajak penghasilan dan lain sebagainya. Kalau saya melihat sih kurang pas ya, gak terlalu bersinggungan juga," kata Gesma, saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (15/1/2025).
Dia menyarankan, pemerintah lebih menekankan pada pajak kendaraan bermotor. Menurut dia, pembayaran pajak kendaraan bisa sejalan dengan penerbitan SIM yang dipegang pengendara.
"Kalau pajak kendaraan sih mungkin bisa masuk ya. Sepengalaman saya, orang-orang yang pakai kendaraan, yang pajaknya mati kadang tidak sesuai aturan. Ini juga yang mungkin bisa jadi perhatian," tuturnya.
Pandangan lainnya muncul dari Bambang, seorang pekerja asal Tangerang. Menurut dia, skema tersebut bisa memunculkan kebingungan di masyarakat. Terutama bagi pemegang SIM C untuk kendaraan bermotor roda dua.
"Kalau untuk SIM sih terlalu umum ya. Jadi gak terlalu berkaitan juga, khawatirnya malah timbul keribetan tersendiri," kata dia.Â
Bambang dan Gesma sepakat jika skema blokir perizinan jika tak bayar pajak itu berlaku untuk dokumen yang dimiliki orang-orang kelas menengah atas. Misalnya, pengurusan paspor.
"Kalau paspor mungkin bisa diterapkan ya. Karena orang yang ke luar negeri dia juga punya uang yang lebih, dan termasuk wajib pajak juga," ujar Gesma.
"Paspor mungkin boleh lah diterapkan, karena hanya beberapa golongan saja yang pegang," timpal Bambang.
Â
DJP Kaji Usulan Pajak Jadi Syarat Perpanjang SIM hingga Paspor
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Tanggapi Usulan Luhut soal Pajak sebagai Syarat SIM dan Paspor
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan buka suara terkait usulan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan. Pihak DJP masih mengkaji soal pembayaran pajak yang menjadi syarat perpanjangan Surat Izin Mengemudi (SIM) hingga paspor.
Diketahui, Luhut sebelumnya mengusulkan masyarakat yang tidak membayar pajak tidak bisa mengurus SIM, paspor, hingga perizinan usaha.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, mengatakan pihaknya masih mengkaji usulan tersebut.
"Terkait wacana pembayaran pajak menjadi syarat untuk perpanjangan SIM, paspor, dan perizinan usaha, kami akan mendalami rencana tersebut," kata Dwi kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).
Dia menerangkan, sistem coretax sendiri merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak untuk meningkatkan kualitas layanan perpajakan, terutama dalam pemenuhan hak dan kewajiban perpajakan Wajib Pajak.
Ciptakan Pajak yang Efisien
Harapannya, langkah tersebut bisa meningkatkan efisiensi sistem perpajakan di Indonesia.
"Sehingga menurunkan cost of compliance dan cost of collection yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan sukarela sehingga terjadi optimalisasi penerimaan pajak," terang dia.
Â
Â
Advertisement
YLKI Menolak
Sebelumnya, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) menolak rencana tak bisanya masyarakat memperpanjang Surat Izin Mengemudi (SIM) jika tidak membayar pajak. YLKI mencatat jumlah pemegang SIM jauh lebih sedikit ketimbang kendaraan bermotor di jalanan.
Pengurus Harian YLKI, Agus Suyatno, meminta pemerintah melihat lebih jauh. Menurutnya, pemerintah harus memperhatikan kondisi di tengah masyarakat.
"Dalam menerbitkan peraturan, sebaiknya pemerintah tidak hanya melihat sisi normatifnya saja, tetapi juga perlu memperhatikan aspek sosiologis dan aspek lainnya," kata Agus kepada Liputan6.com, Jumat (10/1/2025).Misalnya, pemerintah harus meningkatkan pemahaman masyarakat soal kepemilikan SIM. Pasalnya, jumlah kendaraan bermotor jauh lebih banyak ketimbang pemegang SIM.
Agus mencatat populasi kendaraan mencapai 120 juta unit yang melenggang di jalanan. Sedangkan, kepemilikan SIM hanya 8,8 juta.
"Alih-alih menolak perpanjangan SIM jika tidak bayar pajak, saat ini jumlah pemegang SIM jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah kendaraan yang beredar," katanya."Dengan begitu, rencana ini justru akan kontraproduktif," sambung Agus.
Sulit Diterapkan
Agus mengatakan usulan Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan tersebut sulit untuk diterapkan. Pasalnya, tidak semua pemegang kendaraan sesuai dengan bukti administrasinya.
Misalnya, identitas pemegang kendaraan tidak sesuai dengan nama dalam Buku Kepemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB). Sebabnya adalah maraknya penjualan kendaraan bekas.
"Rencana ini juga akan sulit diterapkan. Di Indonesia, pemilik kendaraan tidak selalu sama dengan nama yang tertera dalam BPKB karena maraknya jual beli kendaraan bekas yang tidak segera balik nama," ucapnya.
Â
Advertisement