Liputan6.com, Jakarta Peneliti Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Darmaningtyas menilai kondisi transportasi publik di Indonesia semakin mengkhawatirkan. Menurutnya, hal ini terlihat dari evaluasi 100 hari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, yang diwarnai dengan terhentinya operasional beberapa layanan angkutan umum seperti Trans Metro Dewata, Trans Pakuan Bogor, dan Teman Bus Yogyakarta.
Selain itu, layanan angkutan perintis juga terancam berhenti akibat pemotongan anggaran. Padahal, transportasi perintis yang selama ini dioperasikan oleh DAMRI sangat dibutuhkan oleh masyarakat di wilayah seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Maluku, Maluku Utara, serta seluruh Pulau Papua.
Baca Juga
“Bagi mereka, angkutan perintis adalah satu-satunya sarana transportasi yang tersedia. Jika layanan ini dihentikan, bagaimana masyarakat di daerah-daerah tersebut dapat beraktivitas dan berpindah tempat?,” ujar Darmaningtyas dalam keterangan resmi, Minggu (16/2/2025).
Advertisement
Terkait Pemotongan Anggaran
Darmaningtyas menjelaskan masalah ini muncul akibat kebijakan Menteri Perhubungan Dudy Purwagandhi yang dinilai tidak menunjukkan keberpihakan pada layanan transportasi publik, terutama di daerah-daerah.
Darmaningtyas menyebut saat melakukan efisiensi anggaran, kebijakan yang diambil terkesan hanya sekadar pemotongan anggaran tanpa mempertimbangkan kelangsungan layanan transportasi yang sangat dibutuhkan masyarakat.
Sementara itu, Menteri Koordinator Infrastruktur Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) lebih banyak disibukkan dengan acara seremonial dibandingkan mencari solusi nyata untuk menjaga keberlangsungan transportasi umum di seluruh wilayah Indonesia.
“Situasi ini menunjukkan lemahnya upaya dalam memperbaiki tata kelola transportasi publik, yang pada akhirnya berdampak pada keselamatan pengguna transportasi itu sendiri,” jelasnya.
Selain itu, dampak dari buruknya sistem transportasi ini juga berkontribusi pada meningkatnya inflasi serta semakin terabaikannya aspek keselamatan dalam perjalanan. Bahkan, di Jawa Tengah, minimnya akses transportasi telah menyebabkan lonjakan angka putus sekolah dan pernikahan dini, menambah beban sosial di masyarakat.
Praktik Calo Menjelang Lebaran
Sebelumnya, pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, menanggapi fenomena calo digital tiket mudik menjelang Lebaran, yang viral di media sosial.
Dia menuturkan, meskipun ada kemajuan dalam sistem transportasi, seperti peningkatan pelayanan di KAI (Kereta Api Indonesia), masih ada beberapa hal yang perlu diperbaiki untuk memastikan kelancaran mudik, terutama dalam hal ketersediaan moda transportasi dan pengawasan yang lebih ketat.
"Oh kalau KAI. Sudah enak kalau KAI. Sudah gampang kalau KAI. Di stasiun sudah lebih rapi ya," kata Djoko kepada Liputan6.com, Kamis (13/2/2025).
Kendati begitu, Djoko menyarankan agar pemerintah dan pihak terkait lebih fokus pada satu sistem aplikasi untuk pengelolaan tiket mudik. Aplikasi ini akan mengurangi peran calo dan memberikan kemudahan bagi pemudik untuk melakukan pendaftaran.
"Dengan adanya aplikasi satu pintu untuk transportasi mudik, calo-calo bisa dikurangi dan pemudik pun akan lebih mudah dalam mengakses tiket," ujar Djoko.
Advertisement
Transportasi Darat
Disamping itu, Djoko menyarankan agar moda transportasi darat, khususnya bus, diperbanyak, terutama untuk tujuan Sumatera, khususnya Lampung.
Selain itu, mengingat banyaknya keluarga yang memilih mudik menggunakan kapal dan harus menempuh antrean panjang, ia juga mengusulkan untuk memperbanyak moda transportasi kapal dan membuka jalur penyebrangan tidak hanya di Merak, tetapi juga di Tanjung Priok.
Dengan begitu, diharapkan kepadatan penumpang bisa terbagi lebih merata dan antrian panjang bisa diminimalisir.
"Saya minta diperbanyak moda transportasi kapal untuk penyebrangan. Selain itu, tidak hanya di Merak, tapi di Tanjung Priok juga dibuka agar tidak terjadi antrean bagi warga Sumatera yang akan mudik menggunakan kapal," ujarnya.
