Liputan6.com, Jakarta Pertamina New & Renewable Energy (NRE) telah memetakan potensi energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia untuk mencapai transisi energi.
Total dana yang dibutuhkan untuk mencapai target terpasang 6 gigawatt (GW) pada 2029-2030 mencapai USD 6 miliar, atau setara Rp 98 triliun (kurs Rp 16.340 per dolar AS).
Advertisement
Baca Juga
"Kemarin itu yang kita prediksikan, itu nanti di 2029-2030 kita perlu sekitar USD 6 billion kurang lebih. Tapi itu bisa dinamik ya. Kalau misalkan pemerintah ingin lebih agresif lagi pasti bisa lebih besar," ujar CEO Pertamina NRE John Anis dalam sesi temu media di Jakarta, Senin (10/3/2025).
Advertisement
Danantara Ikut Ambil Bagian?
Terkait kebutuhan pembiayaan, John Anis menyambut baik jika ada tambalan dana dari Danantara. Terlebih jika target transisi energi dari pemerintah kian membesar.
"Artinya apa, pendanaan itu bisa dari mana saja. Tapi sekarang ini sih kita sendiri juga bisa pendanaan. Tapi kalau misal it's happens to be bigger, perlu dana yang lebih besar, ya pastinya lah kita akan lari ke Danantara," kata dia.
Menurut dia, Pertamina NRE juga perlu berkolaborasi dengan offtaker lain. Semisal PT PLN (Persero) melalui Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk menyediakan listrik bersih.
Terlebih, Hashim Djojohadikusumo mengemukakan bahwa 75 persen dari 100 GW kapasitas pembangkit listrik di Indonesia pada 2040 akan berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT).
"Ya kita tunggu bentuk konkretnya seperti apa. Yang sudah pasti, sudah jelas itu untuk geothermal, yang 1-3 GW. Itu pun kita masih mau pastikan lagi di RUPTL-nya seperti apa," imbuh John.
Pembangkit Listrik Panas Bumi
Untuk saat ini, Pertamina NRE banyak berkutat pada proyek pembangkit listrik dari tenaga panas bumi. Lantaran geothermal merupakan pembangkit yang paling potensial untuk menjadi baseload.
"Kenapa geothermal, karena geothermal itu udah jelas, bisa jadi baseload. Dan kita udah punya tuh, yang 3 giga itu kita sudah punya. Artinya kita enggak usah nyari-nyari lagi, tinggal dikeluarin," ungkap dia.
Beda halnya dengan hidrogen, dimana dirinya masih belum punya bayangan untuk pemasangannya. Lantaran secara ongkos pengadaan pun dinilai masih terlalu mahal, sehingga belum tersentuh.
"Solar panel oke, tapi kan tidak baseload, dia cuman siang doang. Bukan berarti enggak, kita kerjain juga, tapi kan beda. Kalau geothermal itu kan baseload. Itu artinya 24 jam 7 hari dia ready," pungkas John Anis.
Advertisement
Danantara Mulai Dilirik Investor Swasta
Investor swasta dilaporkan mengapresiasi pendekatan profesional Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) dan antusias terhadap badan tersebut usai Chief Information Officer (CIO) Danantara Pandu Sjahrir menghadiri sebuah sesi di Singapura dengan para investor.
Hal tersebut terungkap dalam riset UBS Indonesia pada 5 Maret 2025 terkait acara UBS OneASEAN Summit 2025 di Singapura para 3-4 Maret 2024. Sesi itu adalah panggung pertama bagi Danantara untuk bertemu dengan para investor global.
Acara itu dihadiri lebih dari 30 investor global dengan total aset kelolaan (Asset Under Management/AUM) sekitar USD 2,5 miliar di Indonesia.
“Investor swasta antusias terhadap Danantara dan mengapresiasi pendekatan korporat dan profesional di dalamnya. Investor yang sudah berpengalaman di Indonesia pun tetap optimistis dan secara aktif mencari peluang investasi di bidang infrastruktur, energi terbarukan, dan pusat data (data center),” sebut laporan UBS, dikutip Kamis (6/3/2025).
UBS menyebut bahwa Danantara sendiri semestinya menjadi sentimen positif di pasar karena dividen yang akan lebih tinggi dan tata kelola yang lebih baik.
Adapun dijelaskan bahwa dalam diskusi panel, Pandu menyoroti beberapa hal, di antaranya struktur Danantara termasuk kerangka tata kelolanya, skema pendanaannya, kemajuan Danantara, dan mandat investasinya.
“Kami percaya adanya Danantara harus menjadi perkembangan positif bagi BUMN Indonesia dengan potensi dividen yang lebih tinggi dan tata kelola BUMN yang lebih baik,” jelas UBS.
Dipaparkan dalam riset itu bahwa untuk memastikan checks and balances, Danantara akan memiliki dewan direksi yang independen, audit internal, dan komite investasi yang profesional. “Danantara juga bisa merekrut tenaga profesional dari luar Indonesia,” tulis UBS.
Dari sisi pendanaan, dijelaskan oleh Pandu bahwa modal awal bagi Danantara sebesar US$ 20 miliar akan disuntikkan dalam 12 bulan mendatang yang berasal dari dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN), kelebihan atau surplus anggaran negara, serta hasil dari realokasi fiskal.
