Gelisah Pengelola Hotel Akibat Efisiensi Anggaran Pemerintah, Ada yang Merugi hingga Rp3 Miliar per Bulan

Kebijakan efisiensi anggaran yang diambil pemerintahan Presiden Prabowo Subianto mulai berdampak pada sektor perhotelan di Indonesia yang sebagian besar menggantungkan pendapatan pada tamu bisnis.

oleh Dinny Mutiah Diperbarui 20 Mar 2025, 10:22 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2025, 10:22 WIB
Gelisah Pengelola Hotel Akibat Efisiensi Anggaran Pemerintah, Ada yang Merugi hingga Rp3 Miliar per Bulan
Jajaran petinggi IHGMA dalam jumpa pers di Jakarta, 4 Maret 2025. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) beberapa waktu lalu merilis survei awal terkait dampak efisiensi anggaran pemerintah terhadap sektor perhotelan di dalam negeri. Hasilnya menunjukkan bahwa kebijakan memperketat perjalanan dinas yang diambil pemerintahan Presiden Prabowo Subianto ternyata memukul sektor yang menopang pariwisata Indonesia.

Wakil Ketua Umum IHGMA Garna Sobhara Swara menjelaskan, survei melibatkan sekitar 312 hotel yang didominasi hotel bintang tiga dan empat, sekitar 70 persen dari responden. Sisanya adalah hotel non-bintang, bintang lima, dan glamping

Hotel-hotel yang paling terdampak adalah mereka yang bergantung pada tamu bisnis, terutama di segmen meeting dan conference. Ruang-ruang rapat hotel yang biasanya laris dipesan kalangan pemerintahan kini lebih banyak kosong dan menganggur. Rata-rata hotel bintang 3 mengalami penurunan pendapatan beragam, bahkan ada yang hingga 100 persen, sementara hotel bintang 4 berkisar 45--60 persen.

"Hasil penelitian ini menunjukkan kerugian pendapat diperkirakan mencapai miliaran rupiah," katanya saat jumpa pers di Jakarta, 4 Maret 2025, seraya menyebut sekitar 60 persen hotel yang menjadi anggota IHGMA terdampak atas kebijakan efisiensi. Kerugiannya berkisar antara Rp500 juta--Rp3 miliar per hotel per bulan.

Pendapatan makin minus karena kebijakan efisiensi juga menurunkan tingkat okupansi kamar hotel sekitar 35 persen. "Bila kita biasanya sampai 100 persen, sekarang itu hanya mencapai 65 persen tingkat keterisian dari satu hotel. Jadi bisa dibayangkan kalau satu hari seperti itu, dikali 30 hari, berapa kerugiannya," ujarnya lagi.

Dengan pendapatan yang seret, pengeluaran hotel justru membengkak karena tetap harus menggaji karyawan dan membayar biaya operasional lainnya. Ketua Umum IHGMA I Gede Arya Pering Arimbawa menyebut bahwa idealnya, gross operating profit berada di atas 33 persen. Dengan efisiensi, keuntungan tak didapat, bahkan bisa minus.

Promosi 1

Bayang-Bayang PHK Karyawan di Sektor Perhotelan

Gelisah Pengelola Hotel Akibat Efisiensi Anggaran Pemerintah, Ada yang Merugi hingga Rp3 Miliar per Bulan
Ketua Umum IHGMA I Gede Arya Pering Arimbawa. (dok. Liputan6.com/Dinny Mutiah)... Selengkapnya

Arya Pering menyatakan, dengan situasi tersebut, pemutusan hubungan kerja (PHK) jadi cara paling instan yang bisa diambil untuk menyelamatkan perusahaan. "Payroll tax employee benefit itu kan sehatnya kalau bintang dua 15 persen, bintang 3--4 17--20 persen dari total revenue," ujarnya.

Ia mengungkap, sejumlah hotel sudah mulai mengurangi pekerja harian mereka untuk menekan biaya operasi. "Jika ini (efisiensi) berlanjut, akan terjadi seperti balik ke zaman COVID, yaitu melakukan unpaid leave, terutama kepada karyawan kontrak dan tidak melakukan perpanjangan kontrak terhadap beberapa posisi di hotel," ujarnya.

Ia menyebut risiko PHK terbesar dialami hotel besar dibandingkan hotel kecil. Pasalnya, jumlah pekerja di hotel besar lebih lebih banyak dibandingkan hotel kecil karena jenis layanan dan jumlah kamar yang lebih banyak dari hotel kecil. Jumlah karyawan secara umum yang terdampak PHK berkisar antara 10 sampai dengan 50 orang di hotel menengah. 

"Makin besar hotelnya, akan lebih banyak staf yang akan dikurangi, sementara hotel kecil yang bisa lebih fleksibel dalam mengelola hotel, mungkin bisa bertahan dengan staf belasan," katanya.

Berdampak pada Mitra UMKM

Hotel Singapura Terapkan Teknologi Pengenal Wajah untuk Check-In Wisatawan Asing
ilustrasi hotel. (dok. unsplash/Novi Thedora)... Selengkapnya

Garna juga mengungkapkan berdasarkan hasil survei, efisiensi anggaran pemerintah juga berdampak pada usaha para mitra hotel, seperti suplier dan vendor, khususnya yang berskala UMKM. Pasalnya, penurunan tingkat okupansi kamar maupun pemesanan ruang rapat atau aula menyebabkan penurunan permintaan untuk barang dan layanan hotel.

UMKM yang terlibat dalam rantai pasok hotel itu umumnya meliputi penyedia jasa makanan, jasa kebersihan, dan pengelola acara seperti WO atau EO. "Untuk diketahui, satu hotel itu bisa membawahi sekitar 200--300 macam suplier, dari suplier sayuran, telur, dan bahan-bahan lainnya, dan juga transportasi," terang Garna.

Para UMKM mungkin akan beradaptasi dengan mencari pasar baru tetapi situasi perekonomian saat ini juga tidak mudah. Hal itu mendorong IHGMA menyodorkan beberapa rekomendasi, seperti pemberian insentif pajak atau pengurangan pajak hotel, pemberlakuan efisiensi secara bertahap agar dapat dievaluasi, program subsidi atau bantuan keuangan langsung, dan relaksasi kebijakan terkait perhotelan.

Jika dibiarkan berkepanjangan, kondisi sektor perhotelan domestik diyakini akan limbung hanya dalam beberapa bulan mendatang, tak beda jauh dari situasi di masa pandemi COVID-19 atau bahkan lebih parah. "Sekarang ini baru awal... Kebetulan di bulan ini juga biasanya, selama bulan puasa, okupansi turun. Nanti kita lihat ini kalau masih lanjut di bulan April, Mei, sampai Juni, misalnya, ini akan sangat kelihatan," imbuh I Nyoman Sarya, Penasehat IHGMA.

Rekomendasi Kementerian Pariwisata

Contoh ilustrasi kamar hotel dengan tempat tidur nyaman
Tempat tidur menjadi bagian sehari-hari untuk beristirahat setelah melakukan aktivitas (Foto: Unsplash.com/Vojtech Bruzek)... Selengkapnya

Ditemui terpisah, Deputi Bidang Industri dan Investasi Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Rizki Handayani Mustafa mengakui bahwa kebijakan efisiensi anggaran pemerintah, khususnya terkait perjalanan dinas, berdampak pada sektor perhotelan di dalam negeri. Pihaknya mengaku sudah bertemu dengan asosiasi, seperti PHRI, untuk membahas jalan keluar dari situasi tak menyenangkan.

Salah satu usulannya agar mencari target pasar baru, yakni komunitas-komunitas. Untuk itu, pihak hotel diminta untuk menyesuaikan harga tanpa mengurangi kualitas layanan.

"Jadi biasanya paketnya itu Rp350 ribu, jangan, kamu jadikan Rp200 ribu. Makanan pun kita kurangi, kurangi bukan karena kualitasnya tapi karenan memang sekarang kita ngurangin food waste. Sekarang kan food waste di hotel masih banyak," urainya seusai jumpa pers bulanan Kemenpar di Jakarta, Rabu, 19 Maret 2025.

Hotel bisa menggiatkan kegiatan pada tiga jenis wisata andalan yang diprioritaskan Kemenpar untuk membuat pariwisata Indonesia naik kelas, yakni gastronomi, wellness, dan bahari. Operator bisa membuat paket bundling untuk lebih menarik minat pengunjung dari kalangan kounitas.

"Misal wellnes ini bikin yoga. Adakan di hotel, tiga hari dua malam paketnya. Malah kalau saya bilang, kita kan Muslim, coba bikin acara tadabur alam, 3 hari 2 malam. Diisi ceramah. Ini segmennya banyak, segmen ibu-ibu, segmen anak-anak, banyak lagi, kemudian jalan-jalan habis itu," usul Kiki lagi.

 

Infografis 7 Arahan Menkeu Terkait Efisiensi Anggaran Perjalanan Dinas
Infografis 7 Arahan Menkeu Terkait Efisiensi Anggaran Perjalanan Dinas. (Liputan6.com/Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya