Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia tengah mendorong pemanfaatan hidrogen sebagai bagian dari transisi menuju energi bersih. Namun, untuk penerapan di Tanah Air, memang masih belum terlalu masif karena memang ada beberapa tantangan atau hambatan yang masih harus diselesaikan.
Hary Devianto, ASEAN Eng; Deputy 1 di Indonesia Fuel Cell and Hydrogen Energy, menyebut tantangan utama saat ini adalah harga hidrogen yang masih tergolong tinggi.
Baca Juga
"1 kg hidrogen untuk 100 km, itu kan sudah terbukti. Nah, target berikutnya adalah US$ 1 per kg untuk bisa terjangkau untuk bisa dijual," jelas Hary, dalam workshop media Hydrogen Ecosystem yang diadakan oleh PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), di Karawang, Jawa Barat, belum lama ini.
Advertisement
Saat ini, untuk di pasar global, harga hidrogen untuk 1 kg, masih berada di atas US$ 5. Itulah target yang memang harus dicapai, agar teknologi ramah lingkungan ini, bisa berkembang di suatu negara, termasuk Indonesia.
Namun memang, pencapaian target harga tersebut, bergantung kepada strategi masing-masing negara.
"Karena targetnya adalah renewable energy, ya. Renewable energy itu kunci utamanya pertama intermitensi. Yang kedua, location specific. Nah, karena dua kunci itu, kita enggak bisa pukul rata,” jelas Hary.
Dengan kata lain, strategi penerapan energi terbarukan tidak bisa disamakan karena kondisi geografis dan teknis setiap negara berbeda.
Selain itu, Hary menegaskan pentingnya membangun ekosistem yang tepat terlebih dahulu sebelum Indonesia bisa mengakselerasi pemanfaatan hidrogen secara luas.
“Jadi, memang harus ekosistem yang membentuk. Sampai akhirnya, ini loh yang cocok buat Indonesia. Baru kita akan akselerasi,” tambahnya.
Indonesia Punya Peluang Besar
Sementara itu, Hary juga menilai Indonesia memiliki peluang besar karena memiliki sumber energi terbarukan yang sangat beragam. Lanjutnya, ia juga memaparkan bahwa harga hidrogen dari sumber low-carbon kini sudah mulai turun.
"Kalau yang grey, sekarang sudah di bawah dua. Itu masuknya ke hidrogen untuk industri. Bukan hidrogen untuk energi," tegas Hary.
Namun, untuk sektor energi, dunia sudah berkomitmen menggunakan hidrogen rendah karbon.
Tidak hanya itu, Hary juga menjelaskan bahwa meski belum ada kewajiban global, Indonesia sudah aktif melaporkan emisi karbonnya melalui skema internasional.
"Kalau Indonesia itu diwajibkan, kebetulan saya ikut tim di sana, bekerja sama, fokal poinnya Kementerian Lingkungan Hidup. Itu harus mengirimkan dua tahun sekali, istilahnya BTR, Biannual Transparency Report," tukasnya.
Advertisement
