[VIDEO] Semua Kota Besar di Indonesia Butuh Mal

"Membangun mal itu juga bukan sesuatu yang sederhana seperti membeli mobil di showroom langsung dapat STNK,"

oleh Nurseffi Dwi Wahyuni diperbarui 21 Okt 2013, 21:30 WIB
Diterbitkan 21 Okt 2013, 21:30 WIB
videografer-bangun-1-mall-131020b.jpg
Sebanyak 250 pusat perbelanjaan saat ini tersebar di seluruh pelosok Tanah Air. Angka itu tentu masih sangat sedikit jika dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia mencapai hampir 250 juta jiwa yang tersebar di 17.508 pulau.

Seiring dengan terus bertumbuhnya masyarakat kelas menengah, dalam setahun  orang yang mengunjungi mal meningkat 20%. Pergi mal saat ini sepertinya sudah menjadi bagian gaya hidup (life style) masyarakat.

Ketua Umum  Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Handaka Santosa menyatakan kehadiran mal tidak hanya dibutuhkan untuk berbelanja, tapi juga aktivitas lainnya seperti bertemu dengan dengan  kerabat atau rekan bisnis, makam malam  bersama keluarga, atau sekadar jalan-jalan untuk cuci mata.

Sayang, tidak semua masyarakat di Indonesia bisa menikmati itu karena tidak semua kota punya mal. Alhasil, orang kaya di daerah memilih untuk berbelanja ke luar negeri.

"Contohnya saja kota Solo. Ada pesawat langsung ke Singapura. Mereka tidur, makan, belanja, menikmati  F1 sampai pertunjukan seni, yang untung yang di sana (Singapura). ," kata Bos Senayan City ini saat berbincang dengan Liputan6.com, seperti ditulis Senin (21/10/2013)

Mal yang sudah adapun sekarang bukan main padatnya. Misalnya di Jakarta, saat ini tingkat okupansi (tingkat hunian) mal di atas 95% bahkan ada yang 100%. Alhasil para penyewa (retailer) harus masuk dalam daftar tunggu (waiting list) jika ingin menjual barang dagangannya di mal.

"yang saya worry dan kalau memang suplainya terbatas, harga sewanya akan naik dan yang menderita peritel. Tentunya harga sewa naik akan membuat harga jual barangnya bakal ikutan naik jadi yang kena ya konsumen," ungkap dia.

Berikut kutipan hasil wawancaranya..
 

Saat ini berapa jumlah mal yang ada di Indonesia?

Kalau kita lihat di seluruh Indonesia memang ada sekitar 250 pusat perbelanjaan. Dari 250 kelas atas hanya terdapat di Jakarta dan sedikit di Surabaya. Tentunya setiap daerah kita tahu kemajuan ekonomi sangat tinggi seperti Balikpapan, Bandung, Surabaya. Kalau tidak didukung pusat belanja mereka bisa ke luar negeri karena kita tidak bisa halangin mereka yang punya uang untuk belanja ke luar negeri .

Contohnya saja kota Solo. Ada pesawat langsung ke Singapura. Mereka tidur, makan, belanja, menikmati  F1 sampai pertunjukan seni, yang untung yang di sana (Singapura).

Jadi jumlah 250 mal itu masih kurang?

Jadi memang kota Jakarta kebutuhannya tidak banyak lagi. Tapi yang di luar Jakarta, kebutuhannya banyak sekali termasuk kota yang baru tumbuh seperti Riau dan Jambi.

Jadi menurut Anda setiap kota perlu mal?

Pusat belanja ini memang bisa disesuaikan dengan segmen. Tidak perlu pendingin ruangan (AC), yang penting sirkulasinya bagus. Orang tuntut kenyamanan lebih tinggi kita harus bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat, sesuai dengan kebutuhan mereka. Ada hak konsumen untuk belanja dengan nyaman, hak dapat harga murah, hak memberi produk yang benar dan tidak tertipu.

Apa yang perlu dipertimbangkan pengusaha saat akan membangun mal?

Jadi dalam membuat pusat belanja, kunci utama sesuai dengan kebutuhan konsumen di lokasi Anda mendirikan mal. Tentukan target konsumen mal Anda seperti apa, itu yang Anda tuju. Dari situ kita bentuk dan mengarah ke seberapa besar mal yang akan dibangun.  Jadi bikin pusat belanja besar tak perlu dilarang, toh pengusaha juga tidak akan membangun besar-besar karena buat apa, bisa-bisa nanti malah rugi.

Setelah menentukan ukuran mal, hal lain yang perlu dilihat in out (keluar masuknya) pusat perbelanjaan, baru setelah itu tentukan barang apa saja yang akan dijual. Apakah hanya jual makanan, pakaian atau kombinasi.


Sebenarnya apa yang dikeluhkan saat membangun mal?

Membangun mal itu juga bukan sesuatu yang sederhana seperti membeli mobil di  showroom langsung dapat STNK. Jadi kita lihat bangun mal butuh izin banyak padahal manfaatnya sangat baik buat pemerintah  pusat dan daerah. Bayangkan saja mal ini (Senayan City) dengan luas 4 hektare tanah waktu belum diapa-apain tentu bayar pajaknya beda dengan sekarang sudah dibangun mal, itu naik dua kali lipat. Ini income (pendapatan) buat pemerintah.

Lalu dibuka restoran, berapa pajak yang disetor ke pemerintah coba. Untuk pemda DKI Jakarta, parkirnya 20%. Belum pajak ke pemerintah pusat.

Kalau kesulitan ya kita hadapi saja. Izin ada banyak seperti izin lokasi, lift di sini masing-masing ada izin dari Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans). Untuk bangun satu mal, ya butuh sekitar 30 izinlah.

Tapi ada yang anggapan terlalu banyak mal bakal bikin macet. Bagaimana tanggapan Anda?

Memang ada anggapan mal menyebabkan kemacetan. Kalau di Jakarta hanya ada 3 mal, semua mengarah ke sana apa tidak malah tambah macet. 

Kalau itu dipecah maka akan memecah konsentrasi kepadatan. Saat ini jam 9 mal belum buka saja sudah macet. Yang perlu dibenahi itu transportasi umum. Kami bersyukur pemerintah bangun Mass Rapid Transit (MRT) meningkatkan busway saya rasa itu bagus.

Apakah benar semakin banyak mal malah bikin masyarakat makin konsumtif?

Setiap orang yang datang ke pusat perbelanjaan itu tidak semuanya belanja, ada yang ingin bertemu kerabat, atau ada yang makan. Karena pusat belanja itu merupakan satu meeting point dan lifestyle yang makin maju.

Ini bukan konsumerisme, tapi memang ada kebutuhan untuk berbelanja. Kadang orang ke mal bukan buat beli baju untuk diri sendiri, tapi untuk relasi atau buat keluarganya sebagai oleh-oleh. Sifat dasarnya orang Indonesia kan senang berbagi. (Ndw)


POPULER

Berita Terkini Selengkapnya