Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Kiagus Ahmad Badaruddin mengaku, pihaknya tidak mengetahui soal gelimangan harta serta keberadaan rumah mewah di kawasan Victoria River Park, Serpong, Tangerang milik Heru Sulistyono, pegawai Ditjen Bea Cukai yang tertangkap karena dugaan suap dan pencucian uang.
"Urusan harta akan diteliti oleh Inspektorat Jenderal (Itjen). Kalau mereka punya rekening yang berlebih atau tidak wajar akan diteliti. Jadi akan dibandingkan antara Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), laporan pajak dan lainnya," ujar dia di Jakarta, Kamis (31/10/2013).
Dengan posisi HS sebagai Kasubdit Penindakan dan Penyidikan KPU Bea Cukai Tanjung Priok, Kiagus menilai, pegawainya tersebut bisa saja memiliki limpahan harta kekayaan. Kemenkeu hanya berharap harta kekayaan tersebut diperoleh secara sah dan wajar.    Â
Â
"Orang tidak bisa dilihat dari pangkat jabatan karena orang tidak dilarang untuk kaya. Tapi penting kekayaan didapat dengan wajar dan tidak melawan hukum. Kasubdit bisa punya kekayaan berlebih sepanjang didapat dengan sah dan wajar, misalnya dari warisan orang tua," tukas dia.
Selama ini, tambah Kiagus, pihaknya tidak tahu menahu soal harta kekayaan HS. Bahkan jika HS tak melaporkan data kekayaannya, Kemenkeu mungkin saja takkan bisa mendeteksi harta simpanan HS.
"Dia melaporkan segitu, ya kita tahunya itu saja, kecuali ada laporan dari masyarakat. LHKPN bisa dicek jujur atau tidak begitu kasus ini terjadi," pungkas dia.
Sekadar informasi, HS ditangkap di rumah mewah yang baru dihuninya selama sebulan di kawasan Victoria River Park, Serpong, Tangerang, Banten. Selain HS, polisi juga mencokok pengusaha Yusran Arif sebagai pemberi suap.
"HS ditangkap di rumahnya di Serpong, Banten, pukul 01.00 WIB. YA ditangkap di kawasan Ciganjur, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, pukul 08.00 WIB," kata Dirtipidsus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto.
Arief mengatakan, pihaknya juga menyita barang bukti dari tersangka, berupa senjata air soft gun, polis asuransi sebesar Rp 400 juta, dan dua mobil mewah. "2 unit mobil Ford Everest dan Nissan Terrano, 1 unit air soft gun, 6 HP, dokumen polis asuransi, buku tabungan, dokumen transaksi, dan dokumen perusahaan," ujar Arief. (Fik/Ahm)
"Urusan harta akan diteliti oleh Inspektorat Jenderal (Itjen). Kalau mereka punya rekening yang berlebih atau tidak wajar akan diteliti. Jadi akan dibandingkan antara Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), laporan pajak dan lainnya," ujar dia di Jakarta, Kamis (31/10/2013).
Dengan posisi HS sebagai Kasubdit Penindakan dan Penyidikan KPU Bea Cukai Tanjung Priok, Kiagus menilai, pegawainya tersebut bisa saja memiliki limpahan harta kekayaan. Kemenkeu hanya berharap harta kekayaan tersebut diperoleh secara sah dan wajar.    Â
Â
"Orang tidak bisa dilihat dari pangkat jabatan karena orang tidak dilarang untuk kaya. Tapi penting kekayaan didapat dengan wajar dan tidak melawan hukum. Kasubdit bisa punya kekayaan berlebih sepanjang didapat dengan sah dan wajar, misalnya dari warisan orang tua," tukas dia.
Selama ini, tambah Kiagus, pihaknya tidak tahu menahu soal harta kekayaan HS. Bahkan jika HS tak melaporkan data kekayaannya, Kemenkeu mungkin saja takkan bisa mendeteksi harta simpanan HS.
"Dia melaporkan segitu, ya kita tahunya itu saja, kecuali ada laporan dari masyarakat. LHKPN bisa dicek jujur atau tidak begitu kasus ini terjadi," pungkas dia.
Sekadar informasi, HS ditangkap di rumah mewah yang baru dihuninya selama sebulan di kawasan Victoria River Park, Serpong, Tangerang, Banten. Selain HS, polisi juga mencokok pengusaha Yusran Arif sebagai pemberi suap.
"HS ditangkap di rumahnya di Serpong, Banten, pukul 01.00 WIB. YA ditangkap di kawasan Ciganjur, Cipedak, Jagakarsa, Jakarta Selatan, pukul 08.00 WIB," kata Dirtipidsus Bareskrim Mabes Polri Brigjen Pol Arief Sulistyanto.
Arief mengatakan, pihaknya juga menyita barang bukti dari tersangka, berupa senjata air soft gun, polis asuransi sebesar Rp 400 juta, dan dua mobil mewah. "2 unit mobil Ford Everest dan Nissan Terrano, 1 unit air soft gun, 6 HP, dokumen polis asuransi, buku tabungan, dokumen transaksi, dan dokumen perusahaan," ujar Arief. (Fik/Ahm)