Produksi Film di RI Berisiko Tinggi Tapi Untung 100 Kali Lipat

Pelaku industri perfilman dapat mendulang pundi-pundi uang apabila produksi filmnya bisa masuk dalam deretan film terpopuler atau hits.

oleh Fiki Ariyanti diperbarui 08 Nov 2013, 09:53 WIB
Diterbitkan 08 Nov 2013, 09:53 WIB
mari-elka-pangestu130412c.jpg

Maraknya sineas muda dan kreatif di Indonesia seperti membawa angin segar bagi industri perfilman di Tanah Air. Pasalnya, industri yang masuk dalam kategori ekonomi kreatif ini membuka peluang menjanjikan dengan keuntungan berkali-kali lipat.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Mari Elka Pangestu mengajak calon investor untuk menanamkan modalnya memproduksi film di dalam negeri. "Kalau mau syuting film, marilah di Indonesia karena sudah ada yang berhasil misalnya Michael Mann (Sutradara Hollywood)," kata Mari Elka saat ditemui di Jakarta, Kamis (7/11/2013) malam.

Dia juga mengajak supaya pelaku industri kreatif terutama film untuk memproduksi tontonan bermanfaat dengan produsen asal Indonesia, mengingat sumber daya manusia asal Indonesia di industri ini cukup berkompeten dan memiliki fasilitas pembuatan film, seperti studio.

"Lalu bagaimana mereka juga menjadi investor, apakah angle atau ventura capital investor supaya mampu menciptkan film yang hits (laris manis) karena punya risiko cukup tinggi," tambah Mari.

Soal keuntungan, lanjut dia, pelaku industri ini dapat mendulang pundi-pundi uang apabila produksi filmnya bisa masuk dalam deretan film terpopuler atau hits.

"Kalau filmnya hits, nilai return-nya bisa 10 sampai 100 kali lipat. Jika biasa saja, paling cuma break event point (BEP) dan bila rugi, ya tidak dapat uang. Jadi ini high risk tapi juga high return," ujar Mari.

Industri film, sambung dia, sekitar 40% sudah diproduksi di dalam negeri. Sedangkan industri musik dan animasi masing-masing 8% dan 6%. Indonesia juga memiliki talent kreatif dengan dukungan profil penduduk Indonesia sebesar 50% berusia muda 29 tahun dan sekitar 27% nya antara usia 15-27 tahun.

"Argumen saya, Indonesia punya tenaga kerja muda, kreatif, pendidikan yang lebih baik, dan lainnya. Jadi jangan melihat Indonesia sebagai sumber tenaga kerja yang biaya produksinya murah, karena kalau mau produksi film tentu harus membuat riset dan pengembangan maupun desainnya," tuturnya.

Dia mencontohkan, perusahaan Nike sudah melakukan desain sepatu di dalam negeri. Bahkan Adidas mampu menyatakan komitmennya untuk membuat riset dan pengembangan produk di Indonesia, selain produksi film, animasi, fesyen dan industri kriya. (Fik/Ndw)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya