Dalam beberapa bulan terakhir ini, Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga mencapai 175 basis poin hingga menyentuh level 7,5%. Kebijakan tersebut dianggap sebagai kondisi ekonomi Indonesia yang sedang mengalami gejolak.
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Budi Gunadi Sadikin, menggambarkan kenaikan BI Rate naik seperti tubuh seseorang yang sedang sakit dengan suhu mencapai 38 derajat celcius dan harus berhenti berlari serta istirahat.
"Contohnya tahun 1998-1999, ekonomi kita sudah terlalu panas, lalu kita jatuh dan akibatnya krisis. Ekonomi kita jatuh dan Gross Domestik Product (GDP) kita baru bisa kembali normal sekitar 2004. Selama 6 tahun ekonomi kita baru tumbuh gara-gara begitu sakit tidak minum obat, tidak istirahat, malah terus lari," kata dia di JCC, Rabu (13/11/2013).
Budi menambahkan, kondisi serupa terjadi pada 2008 di mana Indonesia kembali mengalami badai krisis dan terjatuh, namun pemerintah merespon dengan benar walaupun akhirnya ekonomi Indonesia melambat karena BI menaikkan interest rate sampai ke level 12,75% atau lebih tinggi dari sekarang.
"Kurs rupiah melemah sampai Rp 12.400 per dolar Amerika Serikat (AS), GDP turun dari 6,2% ke 4,5% atau lebih rendah dari saat ini. Akibatnya tahun 2009, GDP turun ke 4,5% dan langsung balik di 2010. Kita tidak kehilangan momentum pembangunan. Jadi tahun ini, kondisinya sama dan kita ulangi saja, mau pilih resep tahun 1998 atau 2008, karena yang dilakukan tahun 2008 benar," tegas dia.
Pihaknya, tambah Budi, berencana menaikkan suku bunga akibat kenaikan BI Rate. Namun dia belum bersedia menyebut secara pasti besaran kenaikan maupun penerapannya.
"Suku bunga akan di adjust, cuma di adjust di mana, kapan, berapa, belum kita meeting-kan. Tapi pastinya kredit perbankan, proyek-proyek pembangunan infrastruktur akan melambat. Kita akan bilang ke nasabah karena kebijakan BI adalah yang benar," papar dia. (Fik/Ndw)
Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Budi Gunadi Sadikin, menggambarkan kenaikan BI Rate naik seperti tubuh seseorang yang sedang sakit dengan suhu mencapai 38 derajat celcius dan harus berhenti berlari serta istirahat.
"Contohnya tahun 1998-1999, ekonomi kita sudah terlalu panas, lalu kita jatuh dan akibatnya krisis. Ekonomi kita jatuh dan Gross Domestik Product (GDP) kita baru bisa kembali normal sekitar 2004. Selama 6 tahun ekonomi kita baru tumbuh gara-gara begitu sakit tidak minum obat, tidak istirahat, malah terus lari," kata dia di JCC, Rabu (13/11/2013).
Budi menambahkan, kondisi serupa terjadi pada 2008 di mana Indonesia kembali mengalami badai krisis dan terjatuh, namun pemerintah merespon dengan benar walaupun akhirnya ekonomi Indonesia melambat karena BI menaikkan interest rate sampai ke level 12,75% atau lebih tinggi dari sekarang.
"Kurs rupiah melemah sampai Rp 12.400 per dolar Amerika Serikat (AS), GDP turun dari 6,2% ke 4,5% atau lebih rendah dari saat ini. Akibatnya tahun 2009, GDP turun ke 4,5% dan langsung balik di 2010. Kita tidak kehilangan momentum pembangunan. Jadi tahun ini, kondisinya sama dan kita ulangi saja, mau pilih resep tahun 1998 atau 2008, karena yang dilakukan tahun 2008 benar," tegas dia.
Pihaknya, tambah Budi, berencana menaikkan suku bunga akibat kenaikan BI Rate. Namun dia belum bersedia menyebut secara pasti besaran kenaikan maupun penerapannya.
"Suku bunga akan di adjust, cuma di adjust di mana, kapan, berapa, belum kita meeting-kan. Tapi pastinya kredit perbankan, proyek-proyek pembangunan infrastruktur akan melambat. Kita akan bilang ke nasabah karena kebijakan BI adalah yang benar," papar dia. (Fik/Ndw)