Naikkan Harga Elpiji 12 Kg, KPPU Panggil Pertamina Hari Ini

KPPU pada hari ini memanggil Pertamina untuk menjelaskan perihal kebijakan kenaikan harga elpiji 12 kg.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 23 Jan 2014, 10:32 WIB
Diterbitkan 23 Jan 2014, 10:32 WIB
daftar-elpiji140107b.jpg
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) pada Kamis (23/1/2014) ini, memanggil PT Pertamina (Persero) untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran  putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004.

Kepala Biro Hubungan Masyarakat (Humas) dan Hukum, KPPU Ahmad Junaidi mengatakan, dugaan pelanggaran putusan MK tersebut muncul atas keputusan Pertamina menaikkan harga gas elpiji non subsidi ukuran 12 kilogram (kg) pada awal Januari 2014.

"Itukan dalam kerangka klarifikasi (pemanggilan Pertamina) terkait dengan harga elpiji yang dilaksanakan awal tahun kemarin," kata Jun, saat berbicang dengan Liputan6.com, di Jakarta, Kamis (23/1/2014).

Sebagai komisi yang bertugas mengawasi praktek monopoli dan persaingan usaha berdasarkan Undang Undang (UU) No 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, KPPU melihat potensi prilaku praktek monopoli dari Pertamina dalam menaikkan harga elpiji 12 kg.

Sebagaimana diberitakan pada 1 Januari 2014 PT Pertamina menaikkan harga epiji 12 kg dari semula berharga Rp 5.850 per kg menjadi Rp 9.809 per kg sehingga harga pokok gas elpiji dari Pertamina naik menjadi Rp 117.708 dari semula Rp 70.200 per tabung atau naik Rp 47.508 atau 67,7%.

Menurut Jun, berdasarkan putusan MK, harga Bahan Bakar Minyak (BBM) tidak lagi menjadi kewenangan pelaku usaha termasuk Pertamina.

Pola persaingan dan penetapan harga elpiji sebagaimana BBM dan gas lainnya tunduk pada UU No 22 tahun 2001 tentang minyak dan gas bumi (UU Migas), sebagaimana diubah dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 002/PUU-I/2003 tanggal 15 Desember 2004 yang menyatakan tidak mengikat pasal 28 UU Migas ini.
Pasal 28 UU Migas semula menentukan bahwa: "(2) harga BBM/gas bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar."

MK dalam putusannya menyatakan tidak mengikat pasal ini dan menetapkan bahwa campur tangan pemerintah dalam kebijakan penentuan harga haruslah menjadi kewenangan yang diutamakan untuk cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup rakyat banyak seperti BBM dan gas bumi ini.

Karenanya MK berpendapat penentuan atau penetapan harga BBM tetap di tangan pemerintah. Dalam putusan ini MK tidak membedakan BBM/gas bumi subsidi atau non subsidi sehingga putusan ini sebenarnya mencakup pula penetapan/penentuan harga LPG yang menurut definisi pasal 1 angka 2 dan 3 UU Migas merupakan bagian dari produk BBM dan gas bumi.

Dengan demikian tindakan Pertamina yang telah menaikkan harga elpiji ini merupakan tindakan yang tidak memiliki dasar kewenangan dan karena dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki kekuatan pasar penjualan elpij di atas 50% dengan besaran harga yang diduga diskrikiminatif termasuk dugaan penahanan suplai elpij 3 kg sehingga mengkondisikan konsumen hanya membeli elpiji 12 kg maka perilaku ini berpotensi melanggar pasal 17 tentang praktek monopoli oleh perusahaan yg berposisi monopoli dan pasal 19 jo pasal 25 UU No 5 tahun 1999 tentang penyalahgunaan posisi dominan.

"Tindakan Pertamina mengambilalih peran pemerintah sesuai putusan MK perlu diklarifikasi. Kami akan meminta keterangan Kementerian terkait serta memanggil PERTAMINA untuk klarifikasi, "kata Nawir Messi Ketua KPPU RI. (Pew/Nrm)

Baca juga:

Pengusaha Lokal Minim, Asing Malas Bangun Terminal Elpiji

PGN Klaim Jual Gas Jauh Lebih Murah dari Elpiji Pertamina

Bosowa Mulai Konstruksi Terminal Elpiji di Banyuwangi


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya