Cerita 'Si Bola Karet', Legenda Bulu Tangkis Indonesia

Lius Pongoh adalah salah satu tumpuan bulu tangkis Indonesia di berbagai turnamen dunia.

oleh Achmad Yani Yustiawan diperbarui 27 Apr 2016, 14:30 WIB
Diterbitkan 27 Apr 2016, 14:30 WIB
Lius Pongoh (Liputan6)
Legenda Bulu Tangkis Indonesia, Lius Pongoh (Achmad Yani Yustiawan/Liputan6)

Liputan6.com, Cirebon - Indonesia seperti tak habis-habisnya melahirkan pebulu tangkis berbakat dan mampu meraih prestasi di level internasional. Sebut saja Tan Joe Hok, Rudy Hartono, Taufik Hidayat, hingga Sony Dwi Kuncoro.

Ada satu sosok yang juga tak boleh dilupakan dari generasi emas bulu tangkis Indonesia. Prestasi yang diraihnya di masa lalu, membuat dirinya layak disejajarkan dengan legenda bulu tangkis lainnya.

Baca Juga

  • Lebih Asyik Pakai Ban Lama, Rossi Temukan Hal Baru di Motornya
  • Atletico Vs Muenchen, Simeone Ibaratkan Perang
  • Highlight ManCity Tahan Imbang Real Madrid

Ia adalah Lius Pongoh. Pria kelahiran Jakarta, 3 Desember 1960 ini, pemain bulu tangkis Indonesia di era 1980-an.

Lius merupakan pemain yang memiliki stamina prima. Dengan tubuhnya yang tergolong pendek untuk ukuran pemain bulu tangkis, ia mengandalkan keuletannya. Kemampuannya dalam menguasai lapangan, menjadikan ia dijuluki "Si Bola Karet" oleh berbagai media kala itu.

Nyonyong, demikian panggilan akrab Lius, menjadi salah satu tumpuan Indonesia di berbagai turnamen. Prestasi yang dicetaknya antara lain semifinalis Kejuaraan Dunia 1980, juara Swedia Open 1981, runner up Japan Open 1981, juara ganda putra Japan Open 1981, dan juara ganda putra Swedia Open 1982 bersama Christian Hadinata.

Momen terbaik Lius adalah ketika tampil gemilang di Indonesia Terbuka 1984. Padahal, di masanya bermain masih ada nama besar seperti Morten Frost Hansen dari Denmark dan Liem Swie King dari Indonesia.

Namun ia berhasil mengalahkan Liem Swie King di perempat final, Morten di semi final, dan Hastomo Arbi di final.

"Itulah momen terbaik saya saat menekuni karier," kata Lius saat ditemui Liputan6.com di Cirebon.

Apalagi ketika itu, Lius baru sembuh dari cedera pinggang yang ia rasakan sejak 1982. Selama dua tahun Lius sempat absen mengikuti saran ayahnya, yang meminta keluar dari Pelatnas untuk berkonsentrasi pada penyembuhan cederanya.

"Menurut papah, kalau memang ia layak, pasti bisa kembali lagi ke Pelatnas," ujar Lius.

Pada 1983, Lius memulai lagi kariernya dari awal dengan mengikuti kejuaraan selevel kejurcab, kejurda, kejurnas, hingga mengikuti Indonesia Open.

"Sakit itu juga merupakan bagian dari pahit getirnya ketika menekuni bulu tangkis. Kalau dimaki-maki atau dikritik orang, itu sudah biasa," ujar Lius.

"Kritikan itu harus kita tangkap secara positif. Orang mengkritik berarti ia memperhatikan kita."

Hidup Mandiri

Ratusan Atlet Cilik Bulutangkis Ikut Coaching Clinic
Lius Pongoh (Juara Indonesia Terbuka 1984) sedang memberikan Coaching Clinic kepada Atlet Muda di Gor ASA Cilegon, Banten, Sabtu (14/3/2015). Kegiatan ini sebagai pemasalan bulutangkis keseluruh Indonesia. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Lius seperti "iri" melihat ratusan anak-anak unjuk kemampuan di ajang pencarian bakat di Audisi Umum PB Djarum. "Zaman dulu tak ada ajang seperti ini. Latihannya di klub saja," kata Lius memulai cerita soal perjalanan kariernya.

Terlebih, kata Lius, taraf hidup orang tuanya tergolong biasa. Kehidupan ekonomi mereka jauh dari kata cukup. Lius adalah putra sulung dari pasangan Darius Pongoh dan Kartini.

"Dulu orangtua mendidiknya bagaimana supaya anak yang paling besar segera keluar dari rumah," tuturnya.

"Apalagi saya anak laki yang paling besar harus cepat keluar supaya bisa  ngurusin anak lainnya."

Didikan orangtuanya yang mengharuskan Lius hidup mandiri juga diterapkan ketika ia berlatih bulu tangkis. Lius kecil yang tinggal di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan, tak pernah ditemani berangkat berlatih atau dijemput jika pulang latihan dari Kota malam-malam. "Pokoknya nggak boleh cengeng," ujarnya.

Ikut Turnamen

Djarum Badminton All Stars 2015
Lius Pongoh mengajari cara memegang raket yang benar kepada para pebulu tangkis muda (Helmi Afandi)

Lius mengenal bulu tangkis dari ayahnya sejak sangat kecil, ketika masih berumur 3 tahun. Ayahnya sendiri yang melatihnya hingga umur 10 tahun. "Dari tidak bisa mukul sampai bisa memukul bola dengan benar."

Orangtuanya kemudian mengarahkannya untuk dibina di klub. Dan, klub pertamanya bernama PB Anggara, kemudian pindah ke klub Garuda Jaya.

Lius berpindah klub lagi ke PB Tangkas di mana ayahnya menjadi pelatih sejak tahun 1968. Ia mulai mengikuti kejuaraan dari tingkat wilayah hingga provinsi DKI Jakarta.

Lius mengikuti pendidikan di Sekolah Olahraga, SMA Ragunan dari tahun 1977 hingga 1980. Semasa sekolah ia kerap mengikuti turnamen domestik.

Ia pertama ikut turnamen di luar negeri pada 1977 bersama Bobby Ertanto, Hadi Bowo, Ivana Lie di Genting Highland, Malaysia. Ia berhasil menjadi juara ganda putra bersama Bobby Ertanto.

Selepas pensiun dari arena bulu tangkis, ia sempat bekerja di salah satu bank milik pemerintah daerah. Ia juga sempat menjadi pengurus PBSI dan menjabat sebagai Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi.

Pada 2010, Lius mundur dari PBSI dan bergabung dengan PB Djarum di awal Februari 2011. Di klub ini ia menjabat sebagai administrasi dan Operational Support Coordinator.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya