Liputan6.com, Jakarta Virus corona (Covid-19) akan mati bila terpapar udara panas kala keluar dari inangnya melalui droplet. Namun, menurut pakar Epidemiologi Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Siwi Wijayanti, kematiannya tetap membutuhkan waktu.
"Virus kan memang hanya bisa hidup di host atau inang misalnya saja ketika virus itu menginfeksi manusia, karena itu dia bisa hidup dan bereplikasi atau memperbanyak diri. Tanpa itu dia akan mati, misalnya ketika orang batuk atau bersin, kemudian mengeluarkan droplet atau tetesan, dalam beberapa saat ketika dia di luar inang, dia akan mati atau terdegradasi," papar Siwi kepada Liputan6.com, Minggu (12/4/2020).
Siwi tidak menampik bahwa virus corona mudah mati dalam temperatur yang tinggi. Tapi, faktor itu tidak menjadi penangkal laju penyebaran Covid-19 ke manusia, utamanya di Indonesia.
Advertisement
"Dia masih bisa bertahan beberapa lama ketika di dalam droplet. Itu yang berbahaya dalam proses penularan penyakit. Intinya ketika virus di luar tubuh inang atau hostnya ya akan mati, dan memang akan lebih cepat mati ketika temperaturnya tinggi," jelasnya.
Siwi mengatakan, kalau virus sudah masuk ke tubuh manusia atau inangnya, maka selama dia bisa hidup di sel tubuh, maka tidak bakal mati walaupun cuaca di luar panas seperti di Indonesia.
"Karena dia tetap bisa hidup di dalam tubuh. Kecuali sistem imun tubuh berhasil melawan infeksi virus corona (Covid-19), maka perkembangbiakkan virus dapat terhambat," paparnya.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Physical Distancing
Menurutnya faktor utama yang bisa menghambat laju penyebaran virus corona bukanlah udara panas, melainkan jarak fisik atau physical distancing yang sudah diimbau oleh pemerintah.
"Kalau saya cenderung berpendapat demikian, faktor mobilitas dan interaksi manusia lebih mempengaruhi penularan Covid-19 ini, dibandingkan faktor cuaca tadi," ungkapnya.
Advertisement
Interaksi Fisik Manusia
Ia takut jika cuaca panas dapat membunuh virus, maka masyarakat justru tak menggubris seruan pemerintah untuk menjaga jarak fisik tersebut. Padahal nyatanya justru faktor utama penyebaran virus ini adalah interaksi fisik manusia.
"Tapi bahasa yang perlu disampaikan ke masyarakat, saya lebih memilih fokuskan tetap ke upaya pencegahan seperti social distancing, rajin cuci tangan, dan pakai masker. Karena khawatirnya masyarakat akan mengindahkan atau mengabaikan upaya pencegahan ketika ada statement virus mati karena cuaca panas di Indonesia," tegasnya.
(Yopi Makdori/Yusron Fahmi)