Perjuangan Berat Carolina Marin Tekuni Dunia Bulutangkis

Tak mudah bagi Carolina Marin menekuni bulutangkis yang bukan cabang olahraga favorit di negaranya.

oleh Yus Mei Sawitri diperbarui 12 Apr 2020, 19:45 WIB
Diterbitkan 12 Apr 2020, 19:45 WIB
Tunggal putri Spanyol, Carolina Marin, meniup tangannya saat melawan tunggal Korsel. (Bola.com/M. Iqbal Ichsan)
Tunggal putri Spanyol, Carolina Marin. (Bola.com/M. Iqbal Ichsan)

Jakarta Carolina Marin menorehkan catatan spesial di kancah bulutangkis dunia. Dia mendobrak superioritas Asia dengan merengkuh medali emas Olimpiade Rio de Janeiro serta koleksi tiga gelar di Kejuaraan Dunia. 

Dominasi Asia di bulutangkis dunia masih sangat kuat hingga sekarang, bahkan hampir di semua sektor. Praktis hanya Denmark dan Inggris yang bisa mengganggu superioritas Asia di arena bulutangkis. 

Fakta tersebut membuat pencapaian Carolina Marin menjadi istimewa. Dia seperti mendobrak tradisi karena Spanyol mampu melahirkan juara dunia, bahkan Olimpiade.    

Semua prestasi gemilang tersebut tak begitu saja diraih Marin. Pebulutangkis yang pernah berlatih di Indonesia itu butuh perjuangan keras hingga akhirnya seperti sekarang. Tak mudah baginya menekuni bulutangkis yang bukan cabang olahraga favorit di negaranya. 

Seperti dilansir Noticias.Lainformacion beberapa saat lalu, saat masih bocah Marin awalnya memilih menekuni flamenco. Namun, peruntungan nasibnya berubah sejak perempuan berusia 26 tahun tersebut memutuskan bergabung dengan klub bulutangkis IES The Order di kampung halamannya, Huelva. Saat itu usianya 8 tahun dan pada usia 12 tahun dia mulai berkompetisi.

Berbekal kemampuan dan skill yang mumpuni, Marin akhirnya pindah untuk menjalani latihan di Joaquin Blume Madrid. Namun, ini bukan keputusan mudah. Berlatih di Madrid dan hidup terpisah dari keluarganya pada usia 14 tahun jelas berat. Bagaimanapun Marin masih seorang remaja biasa.

“Semua itu sangat rumit. Saya masih berusia 14 tahun dan saya hanya seorang bocah. Itu keputusan yang berat,” ujar Marin.

“Tetapi sejak masih kecil, saya menyadari ingin bermain bulutangkis, dan untuk itu saya harus pergi ke Madrid. Apakah lebih sulit hidup terpisah dari orang tua atau memenangi kejuaraan dunia? Itu situasi yang berbeda. Menjadi juara dunia juga sesuatu yang sulit diraih,” imbuh Carolina Marin.

 

 

 

Beban Terangkat

Pebulutangkis Tunggal Putri Spanyol , Marin Carolina
Pebulutangkis Tunggal Putri Spanyol , Marin Carolina, saat melawan pebulutangkis China, Chen Xiaoxin di Indonesia Open 2017 di JCC, Selasa (13/6/2017). (Bola.com/M Iqbal Ichsan)

Tapi, Marin berhasil menggapainya. Setelah menorehkan sejarah sebagai atlet Spanyol pertama yang memenangi Kejuaraan Dunia 2014 di Denmark, Marin berhasil mempertahankan gelarnya dengan menundukkan Saina Nehwal pada final yang berlangsung di Jakarta. Gelar ketiga di ajang itu diraihnya pada 2018. 

Prestasi Marin sungguh luar biasa. Sesuatu yang beberapa tahun sebelumnya hanya mungkin dilakukan pebulutangkis Tiongkok.

“Gelar juara dunia yang kedua lebih rumit karena saya mengalami cedera,” beber Marin.

Sebulan sebelum Kejuaraan Dunia 2015, pemain asal Spanyol itu mengalami cedera metartasal di kaki kanan. Marin sempat diragukan bisa berlaga di Jakarta. Namun, dia akhirnya tetap tampil dan berhasil mengukir sejarah yang manis.

“Saya menangis karena di semifinal tak bermain bagus. Saya pergi ke kamar hotel dan mulai berkeluh kesah dengan pelatih. Yang saya lakukan hanya ingin mengangkat beban di pundak saya,” tutur Carolina Marin. 

 

Lebih Dicintai di Asia

Carolina Marin berhasil merebut medali emas Olimpiade Rio 2016
Carolina Marin harus jatuh bangun demi mendapatkan emas Olimpiade Rio 2016

Gebrakan Carolina Marin tak berhenti sampai di sana. Marin kian bersinar setelah merebut medali emas pada Olimpiade 2016. Di partai final dia mengalahkan pemain andalan India, Pusarla Venkata Sindhu. 

Kesuksesan Marin merengkuh medali emas Olimpiade menjadikannya sebagai atlet pertama asal Spanyol yang mencatat prestasi ini. Dia juga menjadi pepebulutangkis Eropa kedua yang mampu meraih emas.

Sebelum Marin, Poul-Erik Hoyer Larsen (Denmark) merebut medali emas pada Olimpiade Atlanta 1996 dari nomor tunggal putra.

Jauh sebelum menjadi juara dunia dan olimpiade Marin bukan lah sosok yang tenar di Spanyol. Namun, semuanya telah berubah. Perempuan kelahiran Huelva, Spanyol, tersebut telah mendapat perhatian besar dari media, terutama setelah meraih emas di Olimpiade Rio de Janeiro 2016. 

Meski telah mendapat sorotan besar di negaranya, Marin pernah mengatakan sangat menikmati waktunya saat berada di Asia. Dia mendapat banyak cinta di Asia.  

“Di Asia, Anda akan merasa lebih berharga. Orang-orang menghampiri saya di jalan, mereka meminta tanda tangan, foto dan sebagainya," kata Carolina Marin. 

Sumber: Noticias.Lainformacion

Disadur dari: Bola.com (penulis, Yus Mei Sawitri/editor Rizki Hidayat, published 12/4/2020)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya