Liputan6.com, Jakarta - Lebaran sebentar lagi tiba, dan Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi hal yang dinantikan oleh para pekerja di Indonesia. Namun, masih ada perusahaan yang belum patuh terhadap aturan pembayaran THR, bahkan ada yang sampai tidak membayarkannya sama sekali.
Bagi karyawan swasta, THR wajib dibayarkan paling lambat tujuh hari sebelum Lebaran. Untuk Lebaran 2025, batas waktu pembayaran THR jatuh pada 24-25 Maret 2025.
Advertisement
Baca Juga
Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan THR merupakan kewajiban. Jika perusahaan tidak membayar THR keagamaan sesuai aturan ada sanksi yang akan diberlakukan. Hal itu seperti disampaikan dalam akun instragam resmi Kementerian Ketenagakerjaan di @kemnaker.
Advertisement
“THR itu kewajiban, bukan opsi. Jika perusahaan tidak membayar THR keagamaan sesuai aturan, ada sanksi yang akan diberlakukan,” demikian seperti dikutip, ditulis Jumat (21/3/2025).
Lalu apa sanksi pelanggaran pembayaran THR keagamaan?
Mengutip akun instagram @kemnaker, jika terlambat membayar THR, ada denda 5 persen dari total THR yang harus dibayar. Denda ini dikelola dan dipergunakan untuk kesejahteraan pekerja/buruh.
Jika tidak membayar THR yakni sanksi administratif antara lain teguran tertulis, pembatasan kegiatan usaha, penghentian sementara sebagian atau seluruh alat produksi dan pembekuan kegiatan.
Ketentuan sanksi itu berdasarkan PP Nomor 36 Tahun 2021 dan Permenaker Nomor 6 Tahun 2016.
Adapun PP Nomor 36 Tahun 2021 mengatur kebijakan pengupahan, penetapan upah berdasarkan satuan waktu dan atau satuan hasil, struktur dan skala upah, upah minimum, upah terendah pada usaha mikro dan usaha kecil.
Selain itu, perlindungan upah, bentuk dan cara pembayaran upah, hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah, upah sebagai dasar perhitungan atau pembayaran hak dan kewajiban lainnya, dewan pengupahan dan sanksi administratif. Upah terdiri atas komponen antara lain upah tanpa tunjangan, upah pokok dan tunjangan tetap, upah pokok, tunjangan tetap dan tunjangan tidak tetap, dan upah pokok dan tunjangan tidak tetap.
Aplikasi Siap Kerja
Adapun Kementerian Ketenagakerjaan RI dan dinas yang membidangi ketenagakerjaan provinsi dan kabupaten/kota menyediakan layanan pengaduan THR keagamaan Tahun 2025 melalui aplikasi SIAP Kerja.
Aplikasi ini untuk memberikan pelayanan kepada pengusaha, dan pekerja atau buruh dalam pelaksanaan pembayaran THR keagamaan. Hal ini sesuai Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/2/HK.04.00/III/2025 tanggal 10 Maret 2025 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan dan Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan nomor M/3/HK.04.00/III/2025 tanggal 11 Maret 2025 tentang Pemberian Bonus Hari Raya Keagamaan Tahun 2025 Bagi Pengemudi dan Kurir pada Pelayanan Angkutan Berbasis Aplikasi.
Ketentuan THR
Mengutip poskothr.kemnaker.go.id, THR keagamaan wajib diberikan oleh pengusaha kepada pekerja satu kali dalam satu tahun sesuai dengan hari raya keagamaan masing-masing pekerja/buruh (Idul Fitri, Natal, Nyepi, Waisak dan Imlek), kecuali ditentukan lain sesuai dengan kesepakatan pengusaha dan pekerja/buruh yang dituangkan dalam PK/PP/PKB.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan.
Dalam Pasal 2 ayat 1 Permenaker 6 Tahun 2016 dituliskan, pengusaha wajib memberikan THR Keagamaan kepada Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 bulan, secara terus menerus, atau lebih.
Dalam ayat 2 juga tertulis, THR Keagamaan wajib diberikan kepada pekerja/buruh yang mempunyai hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT), perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
THR Keagamaan juga termasuk untuk pekerja/buruh harian lepas yang memenuhi persyaratan sesuai peraturan perundang-undangan.
Besaran atau jumlah pemberian THR Keagamaan ditentukan dalam Pasal 3, di mana tertulis bahwa besaran THR untuk Pekerja/Butuh dengan masa kerja 12 kerja dan seterusnya diberikan sebesar 1 bulan upah.
“Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan upah,” tulis beleid tersebut.
Advertisement
Masa Kerja Kurang dari 12 Bulan
Sedangkan “Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai masa kerja dengan perhitungan: masa kerja x 1 (satu) bulan upah,” lanjut Pasal 3 ayat 1 Permenaker Nomor 6 Tahun 2016.
Upah satu bulan yang dimaksud terdiri atas komponen:
Upah tanpa tunjangan yang merupakan upah bersih (clean wage), atau Upah Pokok termasuk tunjangan tetap.
Sementara itu, Pekerja/Buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 bulan dihitung berdasarkan:
a. Pekerja/Buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 (bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan, tulis Permanker Nomor 6 Tahun 2016.
Selanjutnya, Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah.
