Liputan6.com, Jakarta - Beredar kabar warga Singapura memburu makanan halal pascamenyebarnya Virus Corona (2019-nCoV) di sana. Pengunggahnya mengklaim, sementara itu di Indonesia justru dilakukan pencabutan label halal pada makanan.
Klaim tersebut merupakan keterangan dari unggahan foto akun Facebook Djiwa Firdaus pada 9 Februari 2020.
Berikut klaim akun Facebook Djiwa Firdaus:
Advertisement
"Warga Singapore Berbondong bondongBelanja Makanan HALALDimall Syariah Islam Mustafa CenterPasca Menyebarnya #VirusCorona
Di negri +62 justru label makanan halal akan dicabut yg akan menjadi tantangan besar buat ummat muslim".
Benarkah klaim Indonesia telah mencabut label halal pada makanan dicabut? Simak penelusuran Cek Fakta Liputan6.com berikut ini:
Penelusuran Fakta
Cek fakta Liputan6.com menelusuri klaim akun Facebook Djiwa Firdaus tersebut dengan meminta konfirmasi ke Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), selaku otoritas lembaga yang mengeluarkan sertifikasi halal.
Kepala BPJHPH Sukoso menegaskan, tidak ada pencabutan label halal pada makanan di Indonesia. Dia pun membantah klaim akun Facebook Djiwa Firdaus yang menyatakan label halal pada makanan di Indonesia dicabut.
"Enggak bener itu ada pencabutan label halal," kata Sukoso saat berbincang dengan Liputan6.com, Selasa (11/2/2020).
Menurut Sukoso, penyertaan label halal pada sebuah produk sudah didaftarkan di Kementerian Hukum dan HAM, sehingga tidak sembarangan dicabut.
"Enggak sembarangan cabut label halal, label halal itu diurus negara dan sudah dipatenkan," tuturnya.
Pemerintah pun telah menerbitkan kebijakan baru, mengenai kewajiban sertifikasi halal untuk semua produk makanan dan minuman yang beredar melakukan proses sertifikasi halal.
Liputan6.com telah membuat artikel mengenai kewajiban sertifikasi halal di Indonesia pada 16 Oktober 2019, dengan judul:
"Berlaku 17 Oktober, Simak Isi Aturan Produk Wajib Sertifikasi Halal"
Berikut isinya:
"Liputan6.com, Jakarta - Semua produk makanan wajib mencantumkan sertifikat halal dari Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) di bawah Kementerian Agama (Kemenag). Sertifikat halal tak lagi diterbitkan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal itu sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Beleid ini diundangkan pada masa Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 17 Oktober 2014.
"Produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal," kutip Pasal 4, UU nomor 33/2014.
Dalam UU, BPJPH resmi beroperasi pada Kamis, 17 Oktober 2019. Ini sesuai pasal 67 dari Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang JPH yang menyebutkan aturan harus berlaku lima tahun setelah UU ini disahkan.
BPJPH merupakan badan di bawah Kementerian Agama yang nantinya mengambil kewenangan MUI dalam pengujian dan sertifikasi halal suatu produk. Sementara, MUI berperan menetapkan kehalalan produk lewat Sidang Fatwa Halal, sehingga proses tak lagi satu atap.
Mengutip situs Kemenag.go.id, Rabu (16/10/2019), berikut garis besar penjabaran tentang ketentuan produk halal dalam UU nomor 33/2014:
Pasal 1
1. Produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
2. Produk Halal adalah Produk yang telah dinyatakan halal sesuai dengan syariat Islam.
3. Proses Produk Halal yang selanjutnya disingkat PPH adalah rangkaian kegiatan untuk menjamin kehalalan Produk mencakup penyediaan bahan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan penyajian Produk.
4. Bahan adalah unsur yang digunakan untuk membuat atau menghasilkan Produk.
5. Jaminan Produk Halal yang selanjutnya disingkat JPH adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu Produk yang dibuktikan dengan Sertifikat Halal.
6. Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal yang selanjutnya disingkat BPJPH adalah badan yang dibentuk pemerintah untuk menyelenggarakan JPH.
7. Majelis Ulama Indonesia yang selanjutnya disingkat MUI adalah wadah musyawarah para ulama, zuama,dan cendekiawan muslim.
8. Lembaga Pemeriksa Halal yang selanjutnya disingkat LPH adalah lembaga yang melakukan kegiatanpemeriksaan dan/atau pengujian terhadap kehalalan Produk.
9. Auditor Halal adalah orang yang memiliki kemampuan melakukan pemeriksaan kehalalan Produk.
10. Sertifikat Halal adalah pengakuan kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh BPJPH berdasarkanfatwa halal tertulis yang dikeluarkan oleh MUI.
11. Label Halal adalah tanda kehalalan suatu Produk.
12. Pelaku Usaha adalah orang perseorangan atau badan usaha berbentuk badan hukum atau bukan badanhukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha di wilayah Indonesia.
13. Penyelia Halal adalah orang yang bertanggung jawab terhadap PPH.
14. Setiap orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.
15. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang agama.
Dalam pasal 5 menyebutkan, Pemerintah bertanggung jawab dalam menyelenggarakan JPH yang dilaksanakan oleh Menteri. Dalam penyelenggaraan JPH dibentuk BPJPH yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri.
Dalam hal diperlukan, BPJPH dapat membentuk perwakilan di daerah. Ketentuan mengenai tugas, fungsi, dan susunan organisasi BPJPH diatur dalam Peraturan Presiden.
Pasal 10 membahas kerjasama Kerja sama BPJPH dengan MUI. Di mana kerja sama dalam bentuk sertifikasi Auditor Halal, penetapan kehalalan Produk dan akreditasi LPH.
Pasal 12 mengatakan, jika pemerintah dan/atau masyarakat dapat mendirikan LPH. Serta mempunyai kesempatan yang sama dalam membantu BPJPH melakukan pemeriksaan dan/atau pengujian kehalalan Produk.
"Kewajiban bersertifikat halal bagi produk yang beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia mulai berlaku lima tahun terhitung sejak Undang- Undang ini diundangkan," demikian tertulis dalam UU JPH Pasal 67 ayat 1.
Menurut pasal 42 dari UU Jaminan Produk Halal, sertifikat halal BPJPH berlaku selama empat tahun dan harus diperbarui tiga bulan sebelum masa berlaku berakhir.
Meski tanggal 17 Oktober aturan ini mulai dilaksanakan, ada grace period selama lima tahun untuk keperluan sosialisasi. Lebih lanjut, sertifikat halal MUI yang eksisting juga terus berlaku sampai masanya berakhir.
"Sertifikat Halal yang ditetapkan oleh MUI sebelum Undang-Undang ini berlaku dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu Sertifikat Halal tersebut berakhir," jelas Pasal 58 UU JPH."
Â
Benarkah Warga Singapura Borong Makanan Halal?Â
Tak hanya soal pencabutan label halal, akun Facebook bernama Djiwa Firdaus juga mengklaim, warga Singapura berbondong-bondong membeli makanan halal.
Akun Facebook Ustadz Adi Hidayat Lc.Ma juga mengunggah video yang menggambarkan peristiwa serupa, antrean panjang di Mustafa Centre.Â
Ia menambahkan narasi ini dalam unggahannya:Â
"Di Singapore orang ( mayoritas cina) berbondong bondong belanja ke toko makanan Muslim.Karena mereka tahu #makanan_Muslim itu #halal sehingga mereka tahu itu aman dari virus.
Di negeri 62 justru label halal makanan akan dicabut.Ini akan menjadi tantangan buat muslim.
Disadari atau tidak, virus corona membuka mata dunia tentang kehebatan Islam."
Berdasarkan penelusuran Liputan6.com menggunakan Google Reverse Images didapatkan konfirmasi bahwa benar video tersebut adalah antrean di Mustafa Centre di tengah wabah Virus Corona (2019-nCoV).Â
Namun, benarkah mereka membeli makanan halal?Â
Dalam artikel berjudul Coronavirus: Bangladeshi worker who visited Mustafa among new cases on Feb.9 yang dimuat situs mothership.sg pada 9 Februari 2020.
Dalam artikel tersebut, yang juga memuat gambar antrean di Mustafa Centre, diungkap bahwa belakangan pusat perbelanjaan di Kawasan Little India itu ramai dikunjungi warga Singapura.
Mereka rela antre berjam-jam untuk mendapatkan masker. "Pada saat pasokan di toko-toko farmasi, besar maupun level cabang habis."
Mothership juga mengabarkan, seorang warga Bangladesh yang positif nCoV memiliki riwayat pernah berkunjung ke Mustafa Centre yang terletak di 145 Syed Alwi Road.Â
Dalam artikel berjudul, Queue for masks at Mustafa going ridiculously strong for at least 2 straight days, yang diunggah mothership.sg pada 8 Februari 2020 disebutkan, persediaan masker dan cairan pembersih tangan menipis di Singapura.
Ketika apotek dan supermarket lain kehabisa stok, Mustafa yang merupakan toko serba ada, masih punya persediaan.
Â
Advertisement
Kesimpulan klaim
Klaim pencabutan label makanan halal di Indonesia yang unggah akun Facebook Djiwa Firdaus tidak benar. Pemerintah Indonesia justru mengeluarkan kebijakan baru mengenai kewajiban sertifikasi halal untuk produk yang masuk, beredar, dan diperdagangkan di wilayah Indonesia.
Sementara, klaim bahwa warga Singapura antre makanan halal juga tidak didukung bukti kuat.
Â
Data: Eka M
Tentang Cek Fakta Liputan6.com
Liputan6.com merupakan media terverifikasi Jaringan Periksa Fakta Internasional atau International Fact Checking Network (IFCN) bersama puluhan media massa lainnya di seluruh dunia.Â
Cek Fakta Liputan6.com juga adalah mitra Facebook untuk memberantas hoaks, fake news, atau disinformasi yang beredar di platform media sosial itu.Â
Kami juga bekerjasama dengan 21 media nasional dan lokal dalam cekfakta.com untuk memverifikasi berbagai informasi yang tersebar di masyarakat.
Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan kepada tim CEK FAKTA Liputan6.com di email cekfakta.liputan6@kly.id.
Â
Advertisement