Minimnya Edukasi Literasi Digital Bikin Misinformasi Menyebar Cepat

Dalam penguatan literasi digital, harus dimulai dari pemahaman mengenai teknologi digital dan pola pikir yang kritis.

oleh Liputan6.com diperbarui 04 Mar 2022, 18:30 WIB
Diterbitkan 04 Mar 2022, 18:30 WIB
Ilustrasi Literasi Digital
Ilustrasi Literasi Digital (Liputan6.com/Trie Yasni)

Liputan6.com, Jakarta - Edukasi literasi digital merupakan hal penting dalam mencegah penyebaran misinformasi di dunia digital. Namun, pada penelitian terhadap Amerika Serikat dan India, menunjukkan minimnya literasi digital dapat memicu penyebaran misinformasi.

Misinformasi yang menyebar dengan cepat di media sosial berdampak pada berbagai aspek di dunia nyata. Beberapa dampak yang dimaksud di antaranya, keraguan terhadap vaksin, polarisasi masyarakat, serta kekerasan di dunia nyata.

Dilansir dari Hindustan Times, terdapat dua pendekatan yang mampu mendukung pencegahan misinformasi, yaitu regulasi dari media sosial dan literasi digital.

Dalam penguatan literasi digital, harus dimulai dari pemahaman mengenai teknologi digital dan pola pikir yang kritis. Penelitian yang dilakukan oleh Stanford University menekankan rendahnya literasi digital berdampak pada kemampuan pelajar dalam mengidentifikasi kebenaran suatu informasi yang tersebar di media sosial.

Sama halnya dengan di India, pemerintah lalai dalam memasukkan literasi digital dalam kebijakan edukasi nasional di 2022. Meski begitu, dalam kebijakannya tersebut tercantum penekanan pentingnya pola pikir kritis dan problem solving. Namun, baik literasi digital maupun pola pikir kritis, keduanya semestinya dilaksanakan bersama karena saling berkesinambungan.

Meski begitu, pada 2016-2018 India terutama di Provinsi Kannur, telah dilakukan upaya penguatan literasi digital warganya guna mencegah misinformasi terkait vaksin Mumps, Measles, and Rubella (MMR).

Saat itu, pemerintah provinsi mengadakan program literasi digital yang memfokuskan pada topik-topik seperti clickbait, filter bubbles dan bagaimana media sosial mampu menyesuaikan isi informasi yang akan kita terima berdasarkan minat dan perilaku kita selama berselancar di media sosial.

Selain itu, salah satu negara yang bisa dicontoh dalam menerapkan edukasi literasi digital adalah Finlandia. Pemerintah Finlandia menginisiasi gerakan anti-fake news atau berita palsu. Gerakan ini mengajarkan masyarakat, mulai dari pelajar, jurnalis, hingga politisi, tentang bagaimana menyikapi informasi yang keliru.

Penerapan edukasi literasi digital ini sangat penting dan relevan di era sekarang yang mana teknologi berkembang begitu pesat. Literasi digital juga perlu ditanamkan di sekolah-sekolah untuk mencegah penyebaran misinformasi dan berita bohong.

Penulis: Viona Pricilla/Universitas Multimedia Nusantara

Sumber: https://www.hindustantimes.com/opinion/introduce-digital-media-literacy-in-schools-101645688394072.html

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.


Tentang Cek Fakta Liputan6.com

Melawan hoaks sama saja melawan pembodohan. Itu yang mendasari kami membuat Kanal Cek Fakta Liputan6.com pada 2018 dan hingga kini aktif memberikan literasi media pada masyarakat luas.

Sejak 2 Juli 2018, Cek Fakta Liputan6.com bergabung dalam International Fact Checking Network (IFCN) dan menjadi patner Facebook. Kami juga bagian dari inisiatif cekfakta.com. Kerja sama dengan pihak manapun, tak akan mempengaruhi independensi kami.

Jika Anda memiliki informasi seputar hoaks yang ingin kami telusuri dan verifikasi, silahkan menyampaikan di email cekfakta.liputan6@kly.id.

Ingin lebih cepat mendapat jawaban? Hubungi Chatbot WhatsApp Liputan6 Cek Fakta di 0811-9787-670 atau klik tautan berikut ini.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya