Citizen6, Jakarta Nilai tukar rupiah yang menembuh angka Rp 14.000 per dollar AS mengingatkan kita akan kenangan Krisis Moneter 1997/98. Kala itu krisis moneter menyerang hampir semua negara di Asia, tentu saja termasuk Indonesia. Rupiah melemah mulai dari Rp 2.000 anjlok menjadi Rp 6.000 hingga pada puncaknya terperosok di angka Rp 16.000. Angka belasan ribu rupiah sebagai nilai tukar terhadap dollar itulah yang kembali mengingatkan akan krisis 17 tahun silam. Maka kenangan masa lalu pun kembali bermunculan seperti di bawah ini:
1. Gerakan Aku Cinta Rupiah
Seperti halnya pada krisis moneter terdahulu, kini pun gerakan Aku Cinta Rupiah meski terdengar lebih pelan tapi kembali digalakkan. Sejak akhir 2014 dimana tanda-tanda pelemahan rupiah mulai tampak, Bank Indonesia mulai menyerukan Gerakan Aku Cinta Rupiah sebagai pengamalan UU No. 7 tahun 2011 tentang Transaksi di Indonesia melalui iklan-iklan. Kemudian ketika rupiah merosot ke level Rp 13.000 per dollar AS pada Juni, BI dengan segera menyebarkan Surat Edaran BI (SEBI) Nomor 17/11/DKSP tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal yang sama juga dulu dilakukan, seolah-olah kita mengingat rupiah hanya ketika krisis menjelang.
Advertisement
2. Lagu "Aku Cinta Rupiah" dan "Krismon"
Bedanya dulu dan sekarang adalah, Gerakan Aku Cinta Rupiah pada tahun 1998 lebih nyaring bahkan menyasar anak-anak dengan lagu "Aku Cinta Rupiah" yang dipopulerkan oleh Cindy Cenora. Selain lagu "Aku Cinta Rupiah", Cindy Cenora dengan gaya ikat rambut yang tingginya juga menyanyikan lagu "Krismon". Lagu tersebut merupakan upaya sang putri presiden, Mbak Tutut untuk mengingatkan sedari dini untuk cinta rupiah. Begini kira-kira lirik lagu tersebut:
Lagu "Aku Cinta Rupiah"
"...Aku cinta rupiah Biar dolar dimana-mana
Aku suka rupiah, karena aku anak Indonesia
Aku cinta rupiah , biar dolar merajarela
Aku suka rupiah, karena ku tinggal di Indonesia
Dolar punya Amerika, rupiah punya Indonesia
Papa juga tukar dolar,kalau belanja memakai rupiah.."
Meskipun tidak berhasil kala itu, mungkin diharapkan generasi 90-an di masa depan bisa lebih mencintai rupiah dibandingkan generasi-generasi sebelumnya.
3. Turunnya Presiden Soeharto
Masa-masa tahun 1997/98 adalah masa yang penuh gejolak, harga-harga yang melambung tinggi, kebangkrutan dan pengangguran, hingga demonstrasi menurunkan Presiden Soeharto. Demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh mahasiswa gerakan 98 menjadi salah satu contoh kekuatan pemuda meski diwarnai dengan huru hara para oknum yang entah. Puncaknya pada 21 Mei 1998 yang kini kita memperingatinya sebagai Hari Reformasi, Presiden Soeharto setuju untuk turun dari jabatannya yang telah dia pegang selama 32 tahun.
Pelemahan rupiah dulu dan kini tentu saja berbeda dari banyak hal, setidaknya pertumbuhan ekonomi kita masih positif 4.7 persen sedang dulu minus hingga 13%. Meskipun yang kita rasakan tentu sama, kenaikan harga-harga. Selalu ada yang bisa dipelajari dari masa lalu, seperti belajar untuk mencintai rupiah ternyata tidak bisa dengan sekedar jargon atau lagu. Toh banyak pejabat kita menyimpan kekayaan dalam bentuk ribuan bahkan jutaan dollar. Apalah artinya kata-kata jika tanpa perbuatan, apalah artinya pemimpin jika tidak memberi teladan. Terkecuali jika Gerakan Aku Cinta Rupiah hanya sekedar ajakan untuk mencintai uang. (rn)
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini