Citizen6, Jakarta - Pertunjukan opera bukanlah seni pertunjukan yang lazim diadakan di Indonesia. Perbedaan bahasa dan budaya menjadi alasan masyarakat Indonesia tidak terlalu familiar dengan opera. Namun, bagaimana bila pementasan opera diolah sedemikian rupa agar dekat dengan masyarakat Indonesia? Hal inilah yang coba disampaikan dalam pementasan opera klasik Carmen.
Baca Juga
Bertempat di Ciputra Artpreneur, pertunjukan berkualitas internasional ini diangkat oleh The Resonanz Music Studio (TRMS) dan didukung oleh Djarum Foundation.
Carmen merupakan salah satu kisah opera yang sangat populer dan paling sering diangkat ke pementasan. Dengan latar belakang Spanyol abad ke-19, opera empat babak ini menceritakan kisah tragis perebutan hati wanita Gipsi bernama Carmen. Memiliki paras yang rupawan menjadi modal bagi Carmen menggoda laki-laki yang berada di dekatnya. Don José yang seorang prajurit pun tak lolos dari jeratannya.
Advertisement
Meski awalnya, Carmen dan José sepakat menghabiskan masa tua bersama, José ternyata tak mampu hidup mengikuti gaya kaum Gipsi. Tambahan lagi, seorang matador bernama Escamillo mendekati Carmen dan teman masa kecil José, Micaëla, mengabarkan kalau ibunya sakit parah. Di sinilah timbul konflik. Akankah José tetap setia kepada Carmen atau melepasnya?
Pementasan ini didukung oleh orang-orang dengan kemampuan kelas dunia. Sebut saja, Jos Groneier asal Belanda yang menjadi sutradara untuk pementasan ini. Ada pula Brian Masuda, pelatih vokal berstandar Eropa.
Â
Masa depan opera di Indonesia
Opera ini juga menghadirkan penampilan istimewa solois andalan Indonesia, seperti Heny Janawati, Farman Purnama, Harland Hutabarat, Birgitta Sisca, dan lain-lain. Yang menarik, karena pementasan ini sepenuhnya menggunakan dialog berbahasa Perancis, Happy Salma didaulat menjadi penutur yang akan membantu penonton menikmati karya ini.
Bagi Avip Priatna sendiri selaku konduktor sekaligus Direktur Musik TRMS, pementasan opera merupakan penanda tingginya tingkat peradaban suatu negeri. Karenanya, tidaklah mengherankan Eropa sebagai daratan berkebudayaan tinggi, memiliki banyak gedung pementasan opera.
"Saya melihat opera sebagai puncak pencapaian musik klasik. Untuk menghasilkan opera yang baik, ada banyak faktor yang memengaruhi seperti sumber daya, infrastruktur, pembiayaan, dan lainnya," kata Avip Priatna saat ditemui Liputan6.com di Ciputra Artpreneur, Jumat (15/04/2016).
Menurut dia, karena opera masih jarang di Indonesia, salah satu upaya menjembatani opera dengan masyarakat Indonesia adalah dengan mengadaptasinya ke hal yang diketahui masyarakat. Hal ini diamini oleh pemeran Carmen, Heny Janawati.
"Ini pertama kalinya saya mementaskan Carmen di Indonesia, sekaligus kali ketiga saya memerankan Carmen," ujar Heny Janawati.
Heny memainkan tokoh Carmen pertama kali di Ceko pada tahun 2006. Untuk latihan pementasan kali ini, ia mengaku para solois telah digembleng oleh Brian Masuda sejak Februari lalu. Kemudian pada Maret mereka kembali ke Jakarta dan melakukan latihan secara intensif.
Ditanya mengenai masa depan opera di Indonesia, Heny yakin suatu saat opera akan menjadi hal yang umum ditampilkan di Indonesia. Upaya yang harus dilakukan yakni pengemasan serta sosialisasi agar masyarakat makin dekat dengan opera.
"Meski banyak yang bilang segmented, saya yakin suatu saat opera dapat diterima di Indonesia dengan baik," tutup Heny.
Opera Carmen dapat disaksikan di Ciputra Artpreneur, Ciputra World 1, Jakarta pada Sabtu, 16 April 2016 pukul 19.30 WIB dan Minggu, 17 April 2016 pukul 16.00 WIB. Tiket dapat dibeli secara online lewat www.theresonanz.com/operacarmen.
(sul/ul)
Â
**Ingin berbagi informasi dari dan untuk kita di Citizen6? Caranya bisa dibaca di sini
**Ingin berdiskusi tentang topik-topik menarik lainnya, yuk berbagi di Forum Liputan6
Â
Advertisement