Liputan6.com, Jakarta Ada begitu banyak orang inspiratif di luar sana. Dengan kemampuan yang dimilikinya mereka mampu menciptakan inovasi-inovasi baru. Kiprah mereka mampu memberikan inspirasi dan membangkitkan optimisme kepada khalayak ramai.
Liputan6 Awards telah diselenggarakan sejak tahun 2010. Selama tujuh tahun Liputan6 Awards telah memilih puluhan orang-orang inspiratif yang telah memberi kontribusi langsung kepada masyarakat.
Baca Juga
Profil Chase Oliver, Dikenal sebagai Aktivis Libertarian Paling Berpengaruh di Amerika
Profil Iffa Rosita Anggota Baru KPU RI, 10 Tahun Lebih Mengabdi di KPU Kaltim hingga Terima Sejumlah Penghargaan
Profil Meutya Hafid Menkomdigi, Tegas Nonaktifkan Pegawai yang Terlibat Judol tapi Deg-degan Saat Rapat dengan DPR RI
Dengan ketekunan dan ketekunan dan sikap pantang menyerah, mereka mampu melampaui keterbatasan dan kekurangan yang mereka hadapi. Mereka telah membuktikan karya nyata yang layak diteladani banyak orang.
Advertisement
Liputan6 Awards memberikan penghargaan dalam 6 kategori: pemberdayaan masyarakat, pendidikan, kreasi digital, anak muda inspiratif, lingkungan hidup, dan pantang menyerah.
Berikut tokoh-tokoh inspiratif yang memenangi Liputan6 Awards pada 2016 lalu:
1. Dalu Nuzlul Kirom, Pelukis Harapan Dolly
Kawasan Dolly sebelumnya adalah komplek pelacuran yang legendaris. Penutupan kawasan pelacuran terkenal di Surabaya beberapa waktu lalu juga mengundang sejumlah reaksi, di antara pesimisme untuk mengubah kawasan lokalisasi prostitusi yang sudah ada sejak puluhan tahun.
Dalu Nuzlul Kirom adalah seorang yang berpandangan optimis mengenai pengembangan bekas lokalisasi Dolly. Bagi alumni Teknik Elektro Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, menutup lokalisasi bukan berarti menyelesaikan masalah sosialnya, terutama dalam hal perbaikan ekonomi masyarakat setempat.
Dalu Nuzlul Kirom kemudian membuat konsep berwirausaha bagi warga setempat dengan mengangkat unsur wisata edukatif.
“Dulu wilayah Dolly ini adalah kawasan wisata tetapi produknya adalah prostitusi dan konsumennya adalah lelaki hidup belang, sekarang ini bagaimana agar wilayah ini tetap ramai dan juga tetap menjadi kawasan wisata tetapi produknya edukatif dan customer-nya masyarakat umum“
Dalu lantas mencoba menawarkan konsep wirausaha mulai dari kegiatan usaha kuliner, jasa laundry, menjahit dan sejumlah usaha lainnya. Selain itu Dalu dan kawan kawan juga membuat konsep wisata edukasi, dengan menawarkan wisata sejarah lokalisasi Dolly.
Dalam perjalanannya, usaha Dalu dan kawan kawan mampu menarik perhatian warga setempat. Tidak itu saja, relawan yang membantu usaha Dalu juga bertambah. Dalu bersama para relawan juga mengembangkan usaha di bidang industri kreatif dan memanfaatkan teknologi informasi.
Usaha yang dilakukan Dalu dan kawan kawan bukan upaya yang mudah. Pada awalnya, banyak orang yang dulunya mendapatkan keuntungan dari praktek prostitusi menolak tawaran yang dilakukan Dalu.
Belum lagi pola pikir dari cara mendapatkan uang dengan mudah diubah dengan berwirausaha. Keuletan dan upaya yang dilakukan tanpa memaksa membuahkan hasil. Kini dari usaha yang dilakukan dapat mengumpulkan dana dengan membentuk Yayasan Melukis Harapan.
Melukis Harapan seperti apa yang dikerjakan Dalu dengan kawan kawannya bersama masyarakat di kawasan Dolly. Ia berharap masyarakat di kawasan prostistusi yang dulunya dikenal dengan Gang Dolly bisa membangun harapan yang lebih baik.
Puger Mulyono
2. Puger Mulyono, Tukang Parkir Lentera Hati
“Dulu anak anak ini telantar begitu saja, ditolak keluarga dan dibuang lingkungannya.”
Demikian ucap Puger Mulyono, pendiri rumah singgah Lentera di Solo – Jawa Tengah. Rumah singgah Lentera didirikan Puger Mulyono pada tahun 2012 bersama dua rekannya Yunus dan Kefas Lumatefa.
Layaknya rumah singgah, penghuninya adalah anak anak yang membutuhkan uluran tangan karena kondisinya. Tetapi berbeda dengan rumah singgah lainnya yang biasanya menampung anak anak yang terpinggirkan karena kondisi sosial, di rumah singgah Lentera, seluruh anak-anak penghuninya adalah penderita HIV Aids.
Untuk merawat anak anak penderita HIV Aids bukan perkara mudah. Mulai dari terbatasnya fasilitas untuk membantu dan merawat anak-anak, penolakan masyarakat juga dirasakan Puger Mulyono dan anak asuhnya. Beberapa kali ia dan rumah singgahnya ditolak warga karena mereka khawatir tertular penyakit yang belum ada obatnya.
Puger Mulyono sehari-harinya adalah seorang tukang parkir di sebuah kawasan di kota Solo. Dari penghasilannya ia menyisihkan uangnya untuk membantu anak anak yang kurang beruntung.
Anak anak yang sebelumnya ditelantarkan kini seakan memiliki keluarga dan seorang kepala keluarga. Setiap hari Puger mengantar ke sekolah anak-anak yang tinggal bersamanya. Kemudian ia juga dengan sabar merawat dan memberikan obat anti virus secara rutin kepada anak anak yang masih berusia sangat belia itu.
Alasan Puger Mulyono mendedikasikan dirinya untuk merawat anak-anak penderita HIV Aids itu selain rasa peduli juga karena iba. Hatinya tersentuh setelah melihat kondisi anak-anak yang tidak tahu apa apa dengan penyakitnya tetapi kemudian disingkirkan oleh masyarakat bahkan keluarga karena minimnya informasi mengenai Aids. Kebanyakan anak-anak yang ditelantarkan itu dari orang tua pengguna narkoba yang tertular Aids.
Upaya Puger kini juga sudah mendapat perhatian dari Dinas Sosial setempat yang memberikan bantuan obat-obatan dan sejumlah makanan. Puger Mulyono saat ini selain merawat anak anak asuhnya di rumah singgah, ia juga mendampingi 98 anak anak penderita HIV Aids yang tidak tinggal di rumah singgahnya.
Puger tak pernah lekang mengisi hari-harinya dengan semangat untuk membantu anak anak yang menderita HIVAids. Harapannya juga tidak muluk muluk, ia hanya ingin anak-anak di rumah singgah Lentera dan anak-anak penderita Aids punya kesempatan hidup layak seperti anak-anak lainnya.
Advertisement
Heni Sri Sundani
3. Heni Sri Sundani, Penggagas Anak Petani Cerdas
Heni Sri Sundani adalah anak buruh tani di Ciamis Jawa Barat. Selepas lulus sekolah kejuruan ia membuat keputusan besar untuk mengadu nasib menjadi TKI di Hong Kong. Keputusannya pada saat itu banyak ditentang keluarganya. Keberangkatannya ke perantauan bukan semata-mata untuk menjadi pembantu rumah tangga, tetapi ia ingin menabung agar dapat melanjutkan kuliah.
Heni memang berhasil mewujudkan keinginannya untuk melanjutkan kuliah. Ia berhasil lulus diploma III jurusan Informatika kemudia ia melanjutkan studinya dan lulus dari jurusan Manajemen di Saint Mary University Hong Kong dengan predikat cum laude.
Setelah enam tahun merantau, ia pulang kampung. Berbekal uang yang ditabung Heni membentuk Komunitas Gerakan Anak Petani Cerdas. Awalnya ia ingin membantu anak anak petani dari keluarga miskin untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
“Saya ingin anak anak petani ini dapat hidup lebih layak, bisa hidup lebih baik dengan mendapat akses pendidikan, akses kesehatan serta pemberdayaan ekonomi.”
Kegiatan komunitas itu kemudian berkembang tidak hanya di lingkungan tempat tinggalnya tetapi meluas hingga ke sejumlah daerah di sepuluh kabupaten di Jawa Barat.
Heni Sri Sundani setelah menikah tinggal di Bogor, kemudian melanjutkan kegiatan Komunitas Anak Petani Cerdas. Tetapi kini tidak hanya di bidang pendidikan saja tetapi berkembang menjadi program pemberdayaan ekonomi, kesehatan, dan sosial. Sasarannya adalah anak-anak dari keluarga miskin.
Pelatihan yang diberikan kepada anak-anak itu bertujuan untuk menjadi wadah bagi para petani dan keluarganya untuk mendapatkan edukasi, mendapatkan akses layanan kesehatan, dan sosial serta melatih kemandirian.
“Dulu pertama kali ketemu anak anak kalau ditanya mau jadi apa, pada diam. Sekarang kalau ditanya mereka menjawab saya mau jadi presiden, mau jadi arsitek, itu sebuah kebahagiaan bagi saya“
Heni Sri Sundani tidak hanya memberi harapan kepada anak anak petani tetapi juga bertindak dengan membantu membuka akses pendidikan, sosial dan pemberdayaan ekonomi. Heni yakin untuk memutus mata rantai kemiskinan, hanya dengan satu cara yaitu Pendidikan.
M. Risqi Utama
4. M. Risqi Utama & Tim Lexipal, Sahabat Penyandang Disleksia
Disleksia atau kesulitan memahami huruf dan belajar membaca ditemukan di kalangan anak-anak tanpa terdeteksi. Banyak orang tua yang tidak menyadari anak-anak mereka mengalami disleksia, kalaupun tahu mereka juga kesulitan atau tidak tahu cara membantu anak-anak mereka.
Empat orang mahasiswa Universitas Gajah Mada Yogyakarta, Risqi, Vina, Mega dan Taufiq kemudian mengembangkan aplikasi bernama Lexipal. Aplikasi ini dirancang untuk membantu anak-anak penyandang disleksia.
Aplikasi ini dibuat setelah mengolah hasil riset perilaku anak-anak. Dari hasil riset tersebut dengan bekerja sama Asosiasi Disleksia Indonesia di Bandung, kemudian dikembangkan lagi melalui riset mendalam sebelum dinyatakan lulus validasi oleh asosiasi disleksia Indonesia.
Risqi dan kawan kawan memperhatikan secara mendalam agar teknis yang digunakan dalam aplikasi dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Dan selain teknis, dampak aplikasi ini pada mental anak-anak juga dipertimbangkan sebaik-baiknya .
Hadirnya aplikasi disleksia ini menggembirakan banyak pihak terutama dari asosiasi disleksia Indonesia karena membantu anak-anak untuk dapat belajar lebih baik.
Sistem ini bisa di akses dan install melalui aplikasi yang disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkatan umur anak-anak. Aplikasi yang diantaranya gim yang merupakan salah satu aplikasi untuk membantu terapi konsentrasi anak-anak dan bisa fokus menerima rangsangan dari lingkungannya.
Aplikasi Lexipal kini dapat dimanfaatkan oleh kalangan pendidikan dan institusi kesehatan atau rumah sakit.
Advertisement
Muhtaza dan Anjani
5. Muhtaza & Anjanni, Perekayasa Pendingin Alami
Buah-buahan dan hasil kebun warga yang sering rusak akibat listrik mati menarik perhatian dua siswa SMA di Sekayu Musi Banyuasin, Sumatera Selatan. Kedua siswa itu adalah Muhtaza Azizia Safiq dan Anjani Rahma Putri. Kedua orang ini memang sudah akrab karena sering berpasangan dalam lomba sains mewakili sekolah.
Permasalahan lemari pendingin yang tidak berfungsi akibat listrik mati membuat keduanya berpikir bagaimana caranya membuat lemari pendingin tanpa menggunakan listrik.
Dari studi literatur dan bimbingan guru di sekolah mereka mulai melakukan riset. Hasilnya mereka melakukan percobaan dengan menggunakan bahan bahan yang diperlukan diantaranya minuman soda, Styrofoam, arang, alumunium, dan kayu gelam atau kayu putih yang banyak ditemukan di tempat tinggal mereka.
Dari sejumlah percobaan mereka berhasil menemukan bahan untuk menjadikan lemari pendingin dapat berfungsi tanpa listrik yaitu dengan kayu gelam atau kayu putih. Di tempat mereka kayu gelam ini dianggap sebagai kayu limbah.
Lemari pendingin dengan menggunakan kayu gelam sebagai pengganti listrik dan Freon mampu mendinginkan suhu hingga 5 derajat selsius untuk waktu sekitar dua jam. Hasil penelitian mereka menoreh prestasi tidak hanya ditingkat lokal bahkan di tingkat internasional juga berhasil meraih penghargaan.
Bagi kedua siswa yang saat ini sudah melanjutkan kuliah di Universitas Sriiwijaya Palembang dan STT PLN Tangerang, hasil riset mereka bisa bermanfaat bagi banyak orang, paling tidak bisa dimanfaatkan warga setempat untuk menyimpan buah buahan dan sayuran.
Kini hasil penelitian mereka masih dalam proses untuk mendapatkan hak paten. Dan secara komersial penemuan kedua siswa ini juga sedang dalam penjajagan pihak perusahaan swasta untuk dikembangkan.
I Wayan Patut
6. I Wayan Patut, Sang Penyelamat Laut Serangan
Pulau Serangan adalah salah satu pulau kecil di sekitar Denpasar Bali. Nelayan setempat memiliki kegiatan rutin merawat ekosistem setempat dengan menanam terumbu karang.
I Wayan Patut seorang nelayan setempat yang mengubah pola pikir dan cara nelayan untuk peduli pada lingkungan.
Dulunya para nelayan yang mencari nafkah dari hasil laut, banyak yang memanfaatkan terumbu karang untuk dijual. Hasilnya lumayan besar dan dengan cara yang relativ mudah tetapi dampaknya merusak lingkungan.
Untuk jangka pendek memang menguntungkan nelayan tetapi untuk jangka panjang akan merugikan. Hal ini terlihat dari kondisi alam yang semakin memburuk saat banyak terumbu karang diambil, dan ikan-ikan semakin sulit didapat para nelayan.
Melihat kondisi ini I Wayan Patut tidak berdiam diri, ia berupaya untuk mencegah kerusakan lingkungan berlanjut. Tantangan terberat tentu saja menghadapi rekan-rekannya sesama nelayan yang selama ini mendapat keuntungan dari penjualan terumbu karang.
Tetapi I Wayan Patut mampu mengajak nelayan setempat untuk peduli lingkungan. Kemudian ia membentuk komunitas nelayan yang fokus pada konservasi terumbu karang.
Selain terumbu karang Wayan Patut juga melakukan penangkaran kuda laut. Dari pengalaman dan pengetahuannya Wayan Patut mampu mengembang biakan ribuan kuda laut dan dilepas liarkan kembali ke laut.
Tidak berhenti di situ saja, kondisi alam yang semakin baik juga membuka peluang usaha lainnya yaitu wisata. Wayan Patut menawarkan eco tourism atau wisata lingkungan. Program wisata yang berkaitan dengan terumbu karang, yaitu paket menanam terumbu karang.
I Wayan Patut kini bisa tersenyum karena kerja kerasnya selama belasan tahun tidak percuma. Ia tidak berhenti untuk mewariskan alam dan lingkungan yang lebih baik kepada generasi mendatang.
Advertisement
Birute Mary Galdikas
7. Birute Mary Galdikas, Pelindung Orangutan Kalimantan
Keprihatinan Birute Mary Galdikas wanita kelahiran Jerman 70 tahun silam yang kini telah menjadi warga negara Indonesia akhirnya melahirkan pusat konservasi orangutan bernama Orangutan Foundation International di Pangkalan Bun dan Camp Leakey Taman Nasional Tanjung Putting Kalimantan Tengah.
“Misi utama kami menjaga populasi orangutan di habitat aslinya yaitu di Indonesia di negara lain juga ada. Tapi populasi orangutan paling besar itu ada hanya di Indonesia ada 6.000 ekor dan itu yang paling besar di dunia,” ujar Birute.
Birute lahir di Jerman tahun 1946, sejak kecil ia sudah tertarik dengan orangutan dan akhirnya datang ke Indonesia tahun 1970 ke Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, untuk meneliti orangutan di habitat aslinya yakni hutan Kalimantan.
Impiannya menyelamatkan populasi dan habitat orangutan membuatnya memutuskan menetap di Indonesia dan menjadi warga negara Indonesia sejak tahun 1971. Birute menikah dengan suaminya pria asli Pangkalan Bun kemudian mendirikan orangutan foundation internasional (OFI) meliputi pusat perawatan (orangutan care center and quarantine) dan camp leakey (camp pelepasan orangutan di taman nasional tanjung puting).
Selama 45 tahun sudah Birute mengabdi pada alam mengembangkan konservasi orangutan. Tak hanya itu, Birute juga menginisiasi penanaman 2,5 juta anak pohon di taman nasional Tanjung Putting agar orangutan tetap memiliki habitat. Fokusbirute sejauh ini menyelamatkan dan merawat bayi orangutan yang induknya dibunuh, bayi orangutan dirawat dan dilatih sebelum dilepas ke alam bebas.
Ada tiga dokter hewan yang bertugas setiap harinya untuk mengecek kesehatan bayi orangutan, setiap orangutan punya satu rekam medis. Rumah sakit orangutan juga dilengkapi ruang operasi dan laboratorium. Selama mengembangkan konservasi sudah hampir 1.000 orangutan diselamatkan oleh Birute. Dengan mendirikan konservasi orangutan, Birute juga menyerap lebih dari 200 tenaga kerja dari masyarakat sekitar.