Liputan6.com, Jakarta - Negara Swiss memang terkenal sebagai salah satu tempat terindah di dunia, sebut saja pegunungan Alpen sebagai wisata populernya. Keindahannya mampu membuat para wisatawan jatuh hati dan selalu ingin kembali ke sana lagi.
Bukan hanya Alpen, banyak juga beberapa lokasi wisata lain yang memukau pandangan mata, dari mulai indahnya alam sampai cantiknya bagunan antik bak kerajaan-kerajaan di buku cerita.
Advertisement
Baca Juga
Namun tak disangka, di balik keindahan alam dan kotanya, ternyata Swiss memiliki posisi yang tidak biasa perihal bunuh diri berbantuan. Swiss menjadi salah satu negara yang memberi toleransi pada tindakan bunuh diri berbantuan. Di mana secara hukum tindakan ini dimaafkan dan dapat dilakukan oleh nondokter.
Sementara eutanasia (sebuah tindakan mengakhiri dengan sengaja kehidupan seseorang agar ia terbebaskan dari kesengsaraan yang dideritanya) termasuk ilegal.
Secara formal, ada perbedaan besar antara bunuh diri berbantuan dan eutanasia. Pada bunuh diri berbantuan, dokter hanya membantu pasien, misalnya dengan memberi resep obat mematikan dalam dosis besar.
Sedangkan pada eutanasia, dokter yang mengambil tindakan mematikan secara langsung. Misalnya, menyuntik mati pasien.
Salah satu kasus bunuh diri yang dikenal di Swiss terjadi pada Craig Ewert, seorang pasien assisted suicide (bunuh diri berbantuan). Craig yang kala itu berusia 59 tahun, didiagnosis terkena amyotrophic lateral sclerosis (ALS), atau sering disebut penyakit Lou Gehrig. Biasanya penderita ALS dapat bertahan hidup rata-rata dua hingga lima tahun.
Akan tetapi, kondisi Craig berkembang dengan sangat cepat, tak seperti yang dibayangkannya. Saat kondisinya makin memburuk, Craig mulai berpikir perihal bunuh diri berbantuan. Ia pun aktif melakukan riset sendiri. Pencarian itu kemudian mempertemukan Craig dengan Dignitas, salah satu organisasi dari Zurich, Swiss, yang menawarkan tindakan bunuh diri berbantuan.
Dignitas, organisasi yang dipilih Craig untuk membantunya mengakhiri hidup, memang salah satu “master” bunuh diri berbantuan yang terkenal di Swiss.
Tawaran Bantuan Bunuh Diri Bersyarat
Didirikan pada tahun 1998 oleh Ludwig Minelli, seorang pengacara hak asasi manusia asal Swiss, Dignitas telah membantu sekitar 2,100 orang mengakhiri hidupnya. Mereka menawarkan bunuh diri berbantuan kepada mereka yang menderita penyakit terminal, penyakit fisik dan atau mental berat, yang harus memenuhi syarat dari dokter di Swiss.
Syarat dan ketentuan yang diminta Dignitas agar seseorang mendapat ‘lampu hijau’ tidak sembarangan. Pertama, Anda perlu menjadi anggota Dignitas terlebih dulu, siapa pun dapat bergabung jika mereka membayar biaya tahunan. Apabila Anda siap untuk meninggal, Anda perlu mengirimkan salinan catatan medis, sebuah surat yang menjelaskan mengapa penyakit Anda sudah tidak dapat ditoleransi, dan sejumlah uang.
Semua berkas tersebut akan dikirim ke salah satu dokter yang sudah terafiliasi Dignitas sebagai bahan pertimbangan. Jika dokter setuju, maka anggota dapat menghubungi staf di markas Dignitas, yang akan menjadwalkan tanggal dan menawarkan saran mengenai hotel atau apartemen.
Sebagian besar orang yang mendatangi Dignitas adalah mereka yang sudah sakit parah atau yang memiliki penyakit progresif yang tidak dapat disembuhkan. Lalu, ada juga orang-orang yang hanya bosan dengan hidup. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia, mulai dari Inggris hingga Italia.
“Biasanya, jika orang tersebut mengidap kanker stadium akhir, penyakit saraf motorik atau sklerosis ganda dan mereka mengatakan kepada kami ‘Saya tidak ingin hidup lebih lama lagi’, maka itu sudah cukup jelas bagi kami dan kami siap membantu,” kata Minelli seperti dikutip dari laman Klik Dokter.
Namun sesungguhnya, visi Minelli lebih radikal daripada itu. Ia percaya bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya, bukan hanya mereka yang sedang sekarat.
Advertisement
Hak untuk Mati
Pandangan Minelli ini kontroversial di luar Swiss maupun negerinya sendiri. Para pejabat Swiss yang konservatif keberatan dengan Minelli, karena membuat citra negara sebagai tujuan wisata bunuh diri makin meluas.
Walau demikian, Minelli jalan terus. Baginya, Dignitas bukan semata sebuah organisasi, tetapi juga memori masa kecil. Dulu ia menyaksikan neneknya yang sekarat memohon kepada dokter untuk membantunya mati. Pengalaman itu membekas dalam dirinya dan membuatnya sadar bahwa kematian yang bebas dari rasa sakit adalah hak mendasar setiap manusia.
Di balik itu, ada juga kabar tak sedap yang menyeruak dari organisasi ini. Mantan perawat Dignitas, Soraya Wernli, membeberkan bahwa tempat bekerjanya dulu ini sudah seperti mesin uang yang terlalu mementingkan profit.
Situs web resmi Dignitas menyebutkan, pada tahun 2017 Dignitas mengecas pasiennya 7.980 dolar AS untuk persiapan dan bantuan bunuh diri, atau 11.970 dolar AS jika termasuk pemakaman, biaya medis, dan biaya resmi. Di bawah Undang-Undang Swiss, Dignitas beroperasi sebagai organisasi nirlaba, tetapi tidak membuka keuangannya secara transparan, dan ini telah menimbulkan kritik dari beberapa kalangan.
Selain Dignitas, ada pula organisasi nirlaba Exit. Dibentuk pada 1982, Exit merupakan salah satu lembaga tertua di dunia yang berperan dalam membantu orang bunuh diri. Kini anggotanya sudah mencapai 105.000 dan terus menanjak.
Sama seperti Dignitas, Exit juga tak luput dari kritik. Menurut tulisan yang pernah diterbitkan di Time, Exit pernah dikecam karena menambah jasa bunuh diri untuk lansia. Sebab ditakutkan lansia yang sehat juga memiliki tekanan batin untuk mencabut nyawa mereka.
Bagi mereka yang pro, kematian yang baik semestinya bebas rasa sakit, sehingga bunuh diri berbantuan ataupun eutanasia adalah hak setiap manusia. Sebaliknya, mereka yang keberatan percaya bahwa tangan Tuhan tak seharusnya diganggu gugat oleh manusia. Bagaimana dengan Anda?
Penulis:
Dhita Adhitya
**Berita ini sebelumnya sudah pernah tayang di KlikDokter.com
**Jadilah bagian dari Forum Liputan6.com dengan berbagi informasi terbaru dan unik melalui email:Forum@liputan6.com.