Peneliti Berhasil Menemukan Fosil Cacing Predator Berukuran Raksasa di Greenland Utara

Ekspedisi Greenland mengungkap Timorebestia, fosil cacing raksasa, menulis ulang sejarah predator prasejarah. Dinamakan ‘binatang teror’, cacing ini mungkin salah satu karnivora paling awal yang menguasai perairan 500 juta tahun yang lalu. Timorebestia menimbulkan pertanyaan tentang evolusi dan ekologi purba.

oleh Haneeza Afra Nur Zhafirah diperbarui 22 Jan 2024, 11:57 WIB
Diterbitkan 22 Jan 2024, 11:50 WIB
Cacing raksasa
Foto: Jakob Vinther via Cosmos Magazine

Liputan6.com, Jakarta Dalam ekspedisi yang menghebohkan di Greenland Utara, peneliti telah menemukan fosil cacing raksasa yang mengungkap cerita menarik tentang dinasti predator purba yang sepenuhnya baru dalam dunia ilmu pengetahuan. Hewan yang baru diidentifikasi ini, yang diberi nama Timorebestia, mengandung makna signifikan dalam bahasa Latin, yaitu ‘binatang teror’ Temuan ini mengundang pandangan baru tentang kehidupan laut pada masa lalu, mungkin mewakili salah satu hewan karnivora paling awal yang memerintah kolom air lebih dari setengah miliar tahun yang lalu.

Timorebestia adalah cacing raksasa yang memunculkan banyak pertanyaan seputar evolusi dan ekologi di dunia purba. Dengan mempelajari fosil ini, para ilmuwan dapat merangkai kembali gambaran yang lebih lengkap tentang bagaimana kehidupan laut berkembang seiring waktu. Pengungkapan ini juga membuka pintu menuju pemahaman yang lebih dalam tentang ekosistem purba dan peran vital yang dimainkan oleh predator seperti Timorebestia dalam menjaga keseimbangan ekologi pada masa itu.

Keberadaan cacing raksasa ini menjadi bukti berharga yang mendukung teori bahwa kehidupan laut purba memiliki keragaman dan kompleksitas yang luar biasa. Fosil cacing raksasa ini menjadi jendela yang menakjubkan bagi peneliti untuk melihat kembali masa lalu Bumi dan menggali rahasia dunia bawah laut yang penuh misteri.

Temuan ini tidak hanya memberikan wawasan baru tentang sejarah alam semesta, tetapi juga menginspirasi minat dan keterlibatan lebih lanjut dalam penelitian ilmiah di bidang paleontologi dan biologi evolusioner. Berikut ulasannya dirangkum dari newsweek.com!

1. Cacing Raksasa yang Menduduki Puncak Rantai Makanan Laut Purba

cacing raksasa
Foto: Bob Nicholls/BobNichollsArt

Timorebestia, sebagaimana diungkapkan oleh Jakob Vinther, seorang profesor makroevolusi di Universitas Bristol, Inggris, adalah raksasa pada zamannya dan menduduki puncak rantai makanan laut purba. Dalam pernyataannya, Vinther menyamakan pentingnya Timorebestia dengan beberapa karnivora utama di lautan modern, seperti hiu dan anjing laut pada periode Kambrium. Penemuan fosil ini memberikan wawasan baru tentang dinamika ekosistem laut pada masa itu, menunjukkan peran sentral Timorebestia dalam mengatur ekosistem laut purba.

Fosil-fosil Timorebestia ditemukan di Sirius Passet, suatu deposit sedimen kuno yang berusia lebih dari setengah miliar tahun, terletak di Peary Land, Greenland Utara. Situs ini, yang ditemukan secara tidak sengaja pada tahun 1984, menjadi jendela berharga bagi peneliti untuk memahami lebih lanjut tentang evolusi kehidupan laut purba. Penemuan di Sirius Passet tidak hanya menawarkan gambaran tentang keberagaman hayati pada masa itu tetapi juga memberikan pemahaman lebih mendalam tentang bagaimana nenek moyang purba ini berevolusi dan membentuk pola hidup hewan-hewan laut yang kita kenal saat ini.

Jakob Vinther menyoroti betapa pentingnya Timorebestia sebagai pemain utama dalam ekosistem laut purba. Analoginya dengan karnivora modern membantu mengukur kekuatan dan peran sentral yang dimainkan oleh makhluk ini dalam menjaga keseimbangan ekologis pada masa Kambrium, memperkaya pengetahuan kita tentang sejarah evolusi kehidupan laut di planet ini.

2. Timorebestia Membuka Jalan Penelitian yang Mendalam Untuk Peneliti

cacing raksasa
Foto: Jakob Vinther via BBC

“Selama serangkaian ekspedisi ke Sirius Passet yang sangat terpencil di wilayah terjauh Greenland Utara, lebih dari 82,5 derajat utara, kami telah mengumpulkan beragam organisme baru yang menarik,” kata Tae-Yoon Park dari Korea Polar Research Institute, yang juga terlibat dalam penelitian, dalam sebuah pernyataan.

Berhasilnya pelestarian yang luar biasa di Sirius Passet memberikan para peneliti akses ke detail anatomi yang sangat menarik, termasuk sistem pencernaan, anatomi otot, dan sistem saraf Timorebestia. Tae-Yoon mengungkapkan bahwa fosil-fosil tersebut membuka jendela baru untuk memahami struktur tubuh cacing raksasa ini. Informasi ini mencakup aspek-aspek penting seperti bagaimana sistem pencernaan mereka bekerja, struktur otot yang mendukung kehidupan mereka, dan kompleksitas sistem saraf yang memungkinkan mereka berfungsi sebagai predator purba.

Meskipun kerabat modern Timorebestia hidup di bagian bawah rantai makanan, memakan zooplankton dan ikan kecil, peran Timorebestia sebagai ‘binatang teror’ jauh lebih dominan dalam ekosistem sekitarnya. Temuan ini memperlihatkan bahwa Timorebestia memiliki dampak yang signifikan dalam mengatur populasi hewan laut lainnya pada masa itu. Analisis fosil juga menunjukkan adanya sisa-sisa arthropoda berenang yang lebih besar dalam sistem pencernaan Timorebestia, mengungkapkan hubungan dan interaksi yang kompleks antara predator dan mangsa dalam ekosistem laut purba.

3. Terungkapnya Struktur Kehidupan Laut 500 Juta Tahun yang Lalu

cacing raksasa
Foto: Australian Geographic

Pernyataan Jakob Vinther, profesor makroevolusi di Universitas Bristol, menyoroti temuan penting dalam penelitian ini, bahwa ekosistem laut purba menunjukkan tingkat kompleksitas yang luar biasa. Vinther menyebutkan bahwa penelitian mereka mengungkap rantai makanan yang kompleks, memungkinkan adanya beberapa tingkatan predator dalam ekosistem tersebut. Temuan ini memberikan pemahaman baru tentang struktur dan hierarki kehidupan laut pada periode awal Kambrium, sekitar 500 juta tahun yang lalu, membuka wawasan yang lebih mendalam tentang bagaimana berbagai organisme saling berinteraksi dalam ekosistem laut kuno.

Publikasi hasil penelitian ini di jurnal Science Advances menjadi sumber informasi yang sangat berharga. Wawasan yang diberikan oleh peneliti melalui temuan ini mengungkapkan dinamika ekosistem pada masa itu, memberikan pemahaman tentang peran berbagai organisme dalam menciptakan keseimbangan ekologis. Melalui penyebaran informasi ini, komunitas ilmiah mendapatkan akses yang lebih baik untuk mengapresiasi keanekaragaman hayati pada masa lampau dan bagaimana evolusi kehidupan laut membentuk ekosistem yang mendukung berbagai bentuk kehidupan.

Temuan ini tidak hanya memperkaya pengetahuan kita tentang masa lalu Bumi, tetapi juga memberikan dasar bagi penelitian lebih lanjut dalam memahami evolusi dan perubahan ekosistem laut. Dengan mempublikasikan hasil penelitian ini, para peneliti berharap dapat memotivasi kolaborasi lebih lanjut dan merangsang minat masyarakat umum terhadap sejarah alam dan ilmu pengetahuan evolusioner.

4. Temuan Cacing Raksasa Hanyalah Permulaan

cacing raksasa
Foto: IUGS | International Commission on Geoherit

Pernyataan dari Tae-Yoon menciptakan antisipasi dan kegembiraan dalam komunitas ilmiah dan masyarakat luas. Menurutnya, temuan menarik yang ditemukan selama penelitian ini hanyalah permulaan, dan penelitian yang lebih mendalam akan memberikan wawasan yang lebih komprehensif tentang bagaimana ekosistem hewan paling awal terbentuk dan berkembang. Pengakuan ini memberikan dasar yang kuat untuk harapan akan penemuan-penemuan masa depan yang akan semakin memperkaya pemahaman kita tentang sejarah evolusi kehidupan di Bumi.

Ketertarikan terhadap penelitian ini tak hanya berasal dari kalangan ilmuwan, tetapi juga dari masyarakat umum yang semakin menyadari betapa pentingnya memahami asal-usul dan perkembangan kehidupan di planet kita. Pernyataan Tae-Yoon menggarisbawahi komitmen para peneliti untuk terus mengeksplorasi dan menggali rahasia ekosistem hewan paling awal. Informasi yang dijanjikan untuk dibagikan di tahun-tahun mendatang dapat menjadi titik balik dalam pemahaman kita tentang keanekaragaman hayati yang telah ada sejak zaman purba.

Dengan kemajuan teknologi dan metode penelitian yang terus berkembang, harapan terhadap penemuan baru dalam ilmu pengetahuan paleontologi dan evolusi semakin tinggi. Pernyataan optimis Tae-Yoon menciptakan momentum positif untuk eksplorasi lebih lanjut, mendorong kolaborasi antara peneliti dan institusi penelitian, serta mengajak masyarakat untuk ikut serta dalam perjalanan penemuan ilmiah yang tak pernah berakhir.

Cacing apa yang terbesar di dunia?

Megascolides australis, demikian nama ilmiah untuk spesies cacing raksasa tersebut. Cacing yang juga disebut Karmai ini memiliki panjang rata-rata 1 meter, dengan diameter mencapai 2 sentimeter. Panjang cacing tersebut, bisa bertambah hingga mencapai 3 meter.

 

Cacing sonari hidup dimana?

Cacing sonari biasanya hidup pada tumbuhan paku Sarang burung yang menempel pada pohon-pohon besar, kadang-kadang ditemukan juga hidup pada bagian batang pohon yang sudah lapuk dan lembab.

 

Apakah cacing mengeluarkan suara?

Cacing juga tidak memiliki pita suara.

 

Cacing mati dengan apa?

Cacing tidak bisa mati karena dibelah, tapi cacing akan mati jika ditaburi garam.

 

Tembiluk itu apa?

Cacing tembiluk atau dalam nama latinnya Bactronophorus thoracites, sebenarnya termasuk dalam kelompok moluska. Moluska adalah hewan yang tidak memiliki kerangka tulang belakang dan memiliki tubuh yang lunak.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya