`Merajut Bambu` Peduli Keseimbangan Alam dan Budaya

Merajut bambu berawal dari sebuah gagasan tentang perbaikan lingkungan manusia dan alam secara holistik

oleh Liputan6 diperbarui 21 Sep 2013, 09:14 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2013, 09:14 WIB
21092013-bambu.jpg
Merajut bambu berawal dari sebuah gagasan tentang perbaikan lingkungan manusia dan alam secara holistik dari berbagai kalangan, berbagai latar belakang, yang jika siap akan bergerak ke arah terbentuknya lembaga swadaya masyarakat di bidang arsitektur dan lingkungan binaan.

Gagasan ini muncul di tahun 2012 dari kalangan arsitek yaitu Paulus Mintarga (Rempah Rumah Karya, Solo), Adi Purnomo (MamoStudio, Bogor), Alm. Dr. Galih W idjil Pangarsa (Universitas Brawijaya, Malang), Prof. Josef Prijotomo (ITS, Surabaya), Eko Prawoto (EPAW, Jogja), dan Yusing (Akanoma, Bandung). Ada semacam persamaan perspektif, dimana mereka memandang bahwa kehidupan sosial masyarakat Indonesia mulai terancam punah.

Masyarakat semakin egois dan individualis. Yang kuat akan bertahan dan yang lemah semakin tertindas. Kehidupan budaya, termasuk arsitektur, tergusur oleh kepentingan kapitalisme global. Kondisi ini mesti direspon, tak cukup hanya dengan pikiran paradigmatis yang filosofis dan konseptual. Tak cukup hanya berwacana pada skala global atau nasional, tapi perlu juga dilakukan langkah nyata. Dan merajut bambu mulai menggalang upaya perbaikan, sesuai dengan kemampuan, kesanggupan, dan kesempatan yang tersedia dengan harapan bisa menjadi stimulan bagi masyarakat, dalam membangun kembali nilai-nilai budaya Indonesia yang mulai pudar melalui kegiatan tersebut.

Generasi muda merupakan komunitas yang masih aktif dan haus akan pengetahuan. Merajut bambu membentuk komunitas belajar, yang mengajak generasi muda dan siapa saja yang terpanggil untuk mengadalan perbaikan dengan membangun semangat “Indonesia Belajar.”
Kenapa diberi nama merajut bambu? Bambu yang merakyat dan banyak terdapat di Indonesia, merupakan salah satu material yang mempunyai fungsi beragam. Bahkan memiliki nilai luhur secara filosofis sehingga dapat dijadikan sebagai ikon komunitas ini. Kegiatan yang dilakukan komunitas inipun tidak jauh-jauh dari bambu.  Para anggota komunitas dapat saling berbagi pengetahuan dan cerita tentang bambu, karakteristiknya, peranannya di dalam masyarakat, baik itu secara arsitektural, maupun non arsitektur, bahkan para anggota dapat terjun langsung menikmati proses dengan tanaman bambu seperti teknik pengawetan bambu sederhana, teknik sambungan bambu, dan menggunakan bambu sebagai elemen bangunan.



Komunitas ini mengadakan workshop tahunan sejak kegiatan ini dibuat dan terbuka bagi siapa saja yang ingin bergabung. kegiatan utama komunitas ini dilaksanakan setiap tahun berupa 1 bulan workshop membuat sebuah karya, yang dibagi ke dalam beberapa materi, sharing, diskusi dan praktek bagi peserta dengan mengambil studi kasus di sebuah desa. Para peserta akan terjun langsung dan tinggal di desa tersebut, berproses bersama warga, dan kemudian berkarya bersama di sana.

Selama 2 tahun ini komunitas merajut bambu sudah membuat beberapa karya untuk masyarakat di antaranya sebuah balai ajar di dusun tegal arum kawasan candi Borobudur, yang kemudian digunakan warga untuk area komunal dan tempat bermain anak dengan bantuan yu sing sebagai principal arsitek, sebuah gerbang kampung di kawasan dusun tingal sekaligus mempraktekan teknologi struktur bambu lengkung dengan mendatangkan arsitek Effan Adhiwira dari Bali berikut ahli strukturnya, dan yang sampai sekarang masih dalam proses penyelesaian adalah pembuatan instalasi menara 5 lantai sebagai eksperimen struktur bambu kayu laminasi Paulus Mintarga sekaligus sebagai ruang publik dan area seni bagi seniman seniman sekitar dusun tingal.

Selain workshop tahunan, komunitas juga berupaya membuat produk-produk dari bambu agar bambu bisa lebih diterima masyarakat sekaligus untuk membantu berlangsungnya kegiatan merajut bambu tiap tahunnya.

Selama 2 tahun ini, komunitas mampu menjaring hampir ribuan orang dari berbagai kalangan mulai dari praktisi, akademis, pengusaha, seniman, desainer muda, dan tentu saja mahasiswa antar jurusan dari berbagai universitas di Indonesia yang memiliki ketertarikan dengan bambu dan interaksi sosial dengan masyarakat.

Selain sebagai media pembelajaran mengenai material bambu, kegiatan ini juga diharapkan memunculkan kesadaran gotong royong yang merupakan cerminan bangsa Indonesia. Dengan tinggal di tengah-tengah masyarakat desa dan berinteraksi bersama, menciptakan atmosfir yang berbeda bagi warga desa, kaum muda akan merasakan pengalaman yang baru dan berbeda, setelah hari-harinya disibukan dengan pekerjaan dan aktifitas yang menjemukan.

Di dalam kegiatan ini, kepekaan kitapun dilatih melalui kegiatan praktek membuat berbagai instalasi bambu, memegang alat-alat pertukangan tradisional seperti pasak, palu, cangkul, merasakan tekstur bambu, merasakan bagaimana mengawetkan bambu dengan metode sederhana, dan banyak hal lain.

Diharapkan dengan adanya komunitas ini, bukan saja pengetahuan para anggota yang bertambah, tapi juga kepekaan terutama bagi kaum muda, terhadap keseimbangan alam dan kehidupan sosial budaya  yang mulai terhapus oleh teknologi informasi modern dan gaya hidup yang ada sekarang.

Jika ingin bergabung, berbagi, belajar bersama, dan membutuhkan informasi lebih lanjut mengenai komunitas ini dapat menghubungi secretariat merajut bambu di akun twitternya @MerajutBambu (Arum Citra/kw)

Arum Citra adalah pewarta warga

Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.

Mulai 10-20 September ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Komunitasku Keren!". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.



POPULER

Berita Terkini Selengkapnya