Citizen6, Jakarta: Kerak telor identik dengan kota Jakarta. Terutama saat Jakarta Fair digelar, pada saat itu pulalah abang-abang Kerak Telor menuai hasilnya. Dengan alat yang sederhana, kompor arang, wajan kecil, telor ayam atau bebek, plus sedikit bumbu dan pikulan, Abang Kerak Telor ini menunggu disepanjang jalan sekitar acara Jakarta Fair untuk mengais rejeki.
"Menurut saya, oleh-oleh khas kota saya itu kerak telor," ungkap Intan, warga keturunan chinese yang lahir di Jakarta ini.
Kenapa? Dari saya SD, saya suka menemani Ayah saya pergi ke Jakarta Fair. Waktu itu Jakarta Fair masih digelar di Monas. Pada umumnya, harga-harga barang yang dijual di sana sangatlah murah dan beragam, mulai dari Makanan, peralatan sekolah, sepatu, dan lainnya. Saya sering sekali dibelikan makanan atau minuman kesukaan saya, buku tulis, dan sepatu untuk sekolah.
Walaupun waktu itu saya sering melihat Abang-abang jualan kerak telor, tapi saya belum berniat untuk mencoba. Mungkin karena setiap kali pulang dari Jakarta Fair waktunya sudah terlalu malam, sehingga keinginan untuk makan sudah tidak ada.
Waktu saya SMA, saya tidak bisa menemani Ayah saya ke Jakarta Fair, karena saya sakit tipes dan cacar air dimasa yang hampir bersamaan, jadi Ayah saya pergi sendiri, sedih rasanya, karena bagi saya, itu acara yg spesial bersama Ayah.Mungkin Ayah saya 'merasakan' hal yang sama, sehingga sewaktu pulang, tidak saja membawa oleh-oleh buku tulis dan sepatu, tapi Ayah juga membelikan Kerak Telor.
"Eh.. Ternyata enak lho. Sehingga membuat saya ketagihan dan kepingin lagi dan lagi," tutur Intan.
Akan tetapi, saya kesulitan mencari Kerak Telor. Kalau saya mencarinya pada saat sebelum atau sesudah acara Jakarta Fair, antara sedih, girang dan terpaksa, saya selalu menunggu-nunggu acara Jakarta Fair digelar. Karena saya tahu, makanan kesukaan saya hanya ada pada saat itu.
Tahun 1993 akhir, Ayah saya meninggal karena kecelakaan motor, saya sangat kehilangan Ayah saya. Karena sebagian besar dari kegiatan saya, saya lakukan bersama Ayah, termasuk acara Jalan-jalan ke Jakarta Fair pun jadi terhenti. Hampir saja saya melupakan kerak telor, sampai suatu saat, tanpa disengaja saya menemukannya di counter food court Metro Atom Pasar Baru.
Mengetahui hal ini, saya jadi sering sekali ke sana hanya untuk sekedar makan kerak telor. Bahkan saya ajak sahabat dan teman-teman untuk mencicipi atau makan kerak telor di sana. Saya cukup kaget, karena hampir 99% dari teman saya ini (walaupun sesama orang jakarta) tidak pernah tahu bahkan tidak akan mau mencoba kerak telor kalau tidak ada referensi dari saya.
Sayangnya, Abang yang jualan kerak telor ini tidak lama bertahan di sana, jadi mau tidak mau, saya harus menunggu lagi acara Jakarta Fair lagi deh kalau mau makan kerak telor. (Intan/Mar)
Intan adalah pewarta warga.
Mulai 30 September-11 Oktober ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Oleh-oleh Khas Kotaku". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.
"Menurut saya, oleh-oleh khas kota saya itu kerak telor," ungkap Intan, warga keturunan chinese yang lahir di Jakarta ini.
Kenapa? Dari saya SD, saya suka menemani Ayah saya pergi ke Jakarta Fair. Waktu itu Jakarta Fair masih digelar di Monas. Pada umumnya, harga-harga barang yang dijual di sana sangatlah murah dan beragam, mulai dari Makanan, peralatan sekolah, sepatu, dan lainnya. Saya sering sekali dibelikan makanan atau minuman kesukaan saya, buku tulis, dan sepatu untuk sekolah.
Walaupun waktu itu saya sering melihat Abang-abang jualan kerak telor, tapi saya belum berniat untuk mencoba. Mungkin karena setiap kali pulang dari Jakarta Fair waktunya sudah terlalu malam, sehingga keinginan untuk makan sudah tidak ada.
Waktu saya SMA, saya tidak bisa menemani Ayah saya ke Jakarta Fair, karena saya sakit tipes dan cacar air dimasa yang hampir bersamaan, jadi Ayah saya pergi sendiri, sedih rasanya, karena bagi saya, itu acara yg spesial bersama Ayah.Mungkin Ayah saya 'merasakan' hal yang sama, sehingga sewaktu pulang, tidak saja membawa oleh-oleh buku tulis dan sepatu, tapi Ayah juga membelikan Kerak Telor.
"Eh.. Ternyata enak lho. Sehingga membuat saya ketagihan dan kepingin lagi dan lagi," tutur Intan.
Akan tetapi, saya kesulitan mencari Kerak Telor. Kalau saya mencarinya pada saat sebelum atau sesudah acara Jakarta Fair, antara sedih, girang dan terpaksa, saya selalu menunggu-nunggu acara Jakarta Fair digelar. Karena saya tahu, makanan kesukaan saya hanya ada pada saat itu.
Tahun 1993 akhir, Ayah saya meninggal karena kecelakaan motor, saya sangat kehilangan Ayah saya. Karena sebagian besar dari kegiatan saya, saya lakukan bersama Ayah, termasuk acara Jalan-jalan ke Jakarta Fair pun jadi terhenti. Hampir saja saya melupakan kerak telor, sampai suatu saat, tanpa disengaja saya menemukannya di counter food court Metro Atom Pasar Baru.
Mengetahui hal ini, saya jadi sering sekali ke sana hanya untuk sekedar makan kerak telor. Bahkan saya ajak sahabat dan teman-teman untuk mencicipi atau makan kerak telor di sana. Saya cukup kaget, karena hampir 99% dari teman saya ini (walaupun sesama orang jakarta) tidak pernah tahu bahkan tidak akan mau mencoba kerak telor kalau tidak ada referensi dari saya.
Sayangnya, Abang yang jualan kerak telor ini tidak lama bertahan di sana, jadi mau tidak mau, saya harus menunggu lagi acara Jakarta Fair lagi deh kalau mau makan kerak telor. (Intan/Mar)
Intan adalah pewarta warga.
Mulai 30 September-11 Oktober ini, Citizen6 mengadakan program menulis bertopik "Oleh-oleh Khas Kotaku". Ada merchandise eksklusif bagi 6 artikel terpilih. Syarat dan ketentuan bisa disimak di sini.
Anda juga bisa mengirimkan artikel disertai foto seputar kegiatan komunitas atau opini Anda tentang politik, kesehatan, keuangan, wisata, social media dan lainnya ke Citizen6@liputan6.com.