Investor Kripto Tunggu Fed Pangkas Bunga hingga 2,5%, Mungkinkah?

Investor kripto dan saham berharap suku bunga The Fed dapat terus turun hingga ke level 2,5 persen. Dengan kata lain, pemangkasan tambahan sebesar 200 bps dari posisi saat ini.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana Diperbarui 17 Feb 2025, 16:00 WIB
Diterbitkan 17 Feb 2025, 16:00 WIB
Ilustrasi kripto. (Foto by AI)
Ilustrasi kripto. (Foto by AI)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Para investor menunggu gebrakan kebijakan ekonomi dari Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump. Khususnya dalam pemangkasan suku bunga bank sentral AS, The Fed yang ditunggu oleh para investor dan pedagang kripto.

Saat ini, suku bunga telah mengalami penurunan sebesar 100 basis poin (bps) dari level tertingginya, yakni 5,5 persen. Level ini sebelumnya merupakan yang tertinggi sejak krisis finansial global 2008.

Keputusan pemangkasan suku bunga diambil oleh The Fed sebagai respons terhadap penurunan inflasi yang signifikan, dari puncaknya di 9 persen menjadi 3 persen dalam kurun waktu 18 bulan terakhir.

Namun, pejabat bank sentral masih menunggu inflasi mencapai target 2 persen sebelum mempertimbangkan pemangkasan suku bunga tambahan. Sehingga, kebijakan moneter saat ini diduga akan tetap dipertahankan, tanpa adanya pemangkasan lebih lanjut dalam waktu dekat.

Analis Nanovest dalam siaran pers resminya, Senin (17/2/2025) menyampaikan, investor kripto dan saham berharap suku bunga The Fed dapat terus turun hingga ke level 2,5 persen. Dengan kata lain, pemangkasan tambahan sebesar 200 bps dari posisi saat ini.

"Suku bunga yang lebih rendah akan memberikan dorongan bagi pasar keuangan, meningkatkan likuiditas, serta memperkuat daya beli konsumen. Namun, kebijakan ekonomi yang dijalankan oleh Donald Trump, khususnya terkait penerapan tarif impor, berpotensi menggagalkan skenario tersebut," tulis Analis Nanovest.

"Jika kebijakan tarif yang agresif terus diterapkan, bukan tidak mungkin The Fed justru akan mengambil langkah sebaliknya. Menaikkan kembali suku bunga untuk mengendalikan dampak inflasi yang timbul akibat kebijakan proteksionis tersebut," bebernya.

Perang Tarif 

Di sisi lain, ada sejumlah faktor yang dinilai bakal memperburuk kondisi inflasi di Negeri Paman Sam. Semisal pengenaan tarif terhadap beberapa mitra dagang utama seperti China, Meksiko, Kanada dan Kolombia. Ditambah dengan ancaman tarif baru terhadap Uni Eropa.

Negara-negara yang masuk dalam daftar tarif Amerika Serikat menyumbang sekitar USD 1,7 triliun terhadap total impor AS pada 2024, setara dengan 6 persem dari produk domestik bruto (GDP) AS.

Jika kebijakan ini terus berlanjut atau bahkan berkembang menjadi perang dagang yang lebih luas, dampak terhadap harga barang dan jasa akan semakin besar.

"Hal ini tentu akan menjadi pukulan bagi investor yang berharap suku bunga terus turun, karena inflasi yang kembali meningkat dapat memaksa The Fed untuk kembali mengetatkan kebijakan moneter," kata Analis Nanovest.

 

Dukungan Elon Musik untuk Efisiensi Anggaran

uang kripto adalah
uang kripto adalah ©Ilustrasi dibuat Stable Diffusion... Selengkapnya

Selain itu, Trump dengan dukungan dari Elon Musk berencana melakukan efisiensi besar-besaran dalam pengeluaran anggaran federal AS. Trump dan Musik dianggap punya pandangan selaras yang mereka sebut the swaml atau deep estate. Merujuk pada elit Washington DC yang dianggap korup dan boros dalam menggunakan dana pemerintah.

Bagi Trump, semakin besar pengeluaran federal, semakin besar pula dampaknya dalam mendorong inflasi. Oleh karena itu, pemangkasan anggaran diyakini akan menjadi salah satu langkah utama dalam menekan lonjakan harga barang dan jasa.

Jika kebijakan ini dijalankan, kemungkinan besar akan ada perubahan signifikan dalam struktur keuangan pemerintah, termasuk pengurangan subsidi dan program sosial tertentu, yang bisa berdampak luas terhadap ekonomi domestik.

 

Hubungan dengan Bos The Fed

Ilustrasi harga kripto (Foto By AI)
Ilustrasi harga kripto (Foto By AI)... Selengkapnya

Selain dinamika inflasi di era Trump, hubungan politik dan ekonomi antara Trump dan Jerome Powell, Ketua The Fed, juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan, terutama dalam hal kebijakan suku bunga.

Meski Trump sendiri yang mencalonkan Powell sebagai Ketua The Fed pada 2018, keduanya sering kali memiliki perbedaan tajam terkait kebijakan moneter. Saat menjabat di periode pertama, Trump berulang kali menekan Powell agar memangkas suku bunga, tetapi tidak selalu mendapatkan respons positif.

Saat ini, Trump kembali meyakini bahwa suku bunga masih terlalu tinggi. Terutama karena inflasi sudah turun ke kisaran 3 persen. Namun, Powell dan para pejabat The Fed tetap bersikukuh bahwa kebijakan suku bunga harus diterapkan secara hati-hati untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Powell masih akan menjabat hingga Februari tahun depan. Hingga saat itu, Trump diperkirakan akan terus berupaya mempengaruhi keputusan The Fed agar melakukan pemangkasan suku bunga.

"Meski kembalinya Trump ke Gedung Putih membawa optimisme bagi pasar aset berisiko seperti saham dan kripto, investor tetap harus memahami bahwa kebijakan Trump dalam aspek tarif, inflasi, dan suku bunga memiliki konsekuensi yang dapat mempengaruhi keputusan investasi secara signifikan," tutur Analis Nanovest.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya