Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 membuat grup tari anak difabel, G-Star, harus melalui latihan secara daring atau dance from home. Hal ini menjadi sebuah tantangan baru bagi pelatih tari Karina Syahna, mengingat anak dengan disabilitas intelektual memiliki keterbatasan belajar.
“Pandemi ini tentu menjadi tantangan yang sangat sulit. Bagaimana caranya mereka bisa terus menari tapi harus lewat teknologi. Apa energi saya bisa sampai ke mereka?” ujar Karina dalam webminar M Talks Konekin.
Terlepas dari keraguan itu, perempuan usia 25 tersebut tetap mencoba. Walau awalnya pesimis namun ternyata program dancing from home berjalan dengan baik, katanya.
Advertisement
“Ketika kita melakukannya dengan passionate, tidak membedakan ini di studio atau di rumah, anak-anak Alhamdulillah sangat kooperatif dan responsif.”
Simak Video Berikut Ini:
Lebih Mandiri
Sebelum menjalankan program dance from home, Karina berpikir bahwa anak-anak didiknya akan malas dan perkembangannya akan sulit dilihat. Namun, kekhawatiran tersebut tidak terjadi.
“Ternyata melalui dance from home ini aku menyadari bahwa mereka lebih aware sama diri mereka sendiri. Mereka lebih mandiri dan siap dengan time management.”
Ia mencontohkan, di hari latihan setiap pukul 14:00 anak-anak sudah siap di depan layar dengan handuk dan botol minum. Tak lupa mereka juga siap mengenakan pakaian untuk latihan.
“Aku memberi penghargaan kepada mereka dengan best student of the week. Itu untuk memicu semangat mereka biar dalam situasi apapun mereka tahu semua bisa diselesaikan jika mereka berusaha,” pungkasnya.
Advertisement