37 Difabel dengan Segala Profesi Bercerita dalam Buku Disability Visibility

Bulan Juli adalah Disability Pride Month, sebuah event tahunan yang bertujuan meningkatkan kesadaran disabilitas. Salah satu bentuknya dari buku-buku yang berkaitan dengan disabilitas.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 23 Jul 2020, 12:00 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2020, 12:00 WIB
Buku Disability Visibility
Buku Disability Visibility. Foto: Twitter alicewong @DisVisibility

Liputan6.com, Jakarta Bulan Juli adalah Disability Pride Month, sebuah event tahunan yang bertujuan meningkatkan kesadaran disabilitas. Salah satu bentuknya dari buku-buku yang berkaitan dengan disabilitas.

Dari sekian banyak buku yang menceritakan kisah orang-orang hebat dengan disabilitasnya, ada rekomendasi para pembaca, seperti salah satunya adalah sebuah buku berjudul "Disability Visibility: First-Person Stories from the Twenty-First Century" yang ditulis oleh 37 orang yang terdiri dari aktivis, penulis, pengacara, politisi, seniman, dan orang-orang biasa ketika mereka bergulat dengan kegembiraan dan tantangan pengalaman disabilitas modern dan diedit oleh Alice Wong, pendiri Disability Visibility Project (aktivis pembela difabel).

"Saya terikat dengan sejumlah alat bantu hidup yang membuat saya tetap hidup, seperti kursi roda listrik, ventilator non-invasif yang terhubung ke baterai kursi roda saya, masker yang menutupi hidung saya terpasang ke sebuah tabung, batang logam menyatu dengan tulang belakangku. Bagaimana saya terdengar, bergerak, dan terlihat memunculkan belas kasihan dan ketidaknyamanan oleh banyak orang di depan umum. Ini adalah norma." kata Wong.

"Saat saya pergi ke perpustakaan saat masih kecil, saya sangat jarang melihat buku yang merefleksikan kehidupan saya dan teman-teman komunitas. Buku ini yang saya harap saya miliki sejak dulu, untuk menunjukkan kepada saya bahwa saya tidak sendirian di dunia ini dan ada banyak orang di luar sana menunggu untuk menyambut saya." ujar Wong dalam video di Youtube untuk mempromosikan karyanya.

“Pandemi virus Corona di Amerika Serikat telah mengganggu dan mengacaukan kehidupan dan institusi individu. Bagi banyak orang cacat, sakit, dan orang-orang dengan gangguan kekebalan seperti saya, kami selalu hidup dengan ketidakpastian dan terampil beradaptasi dengan keadaan yang bermusuhan di dunia yang tidak pernah dirancang untuk kami sejak awal,” tulis Wong, kepada Vox bulan April lalu.

Mengutip dari "Disability Visibility": "Bertahan hidup merupakan usaha besar bagi orang difabel di lingkungan masyarakat yang mampu dan usaha tersebut telah menjadi bagian dari empat puluh enam tahun saya di dunia ini. Saya tumbuh melihat sangat sedikit gambar yang tampak seperti saya di buku, film, atau televisi. Dalam ketidakhadiran itu, bagaimana seseorang menyadari bahwa ada sesuatu yang bahkan hilang?

Tahun lalu ada foto yang beredar, seorang gadis muda di kursi roda, terpaku oleh iklan kecantikan yang menampilkan seorang wanita di kursi yang sama. Keduanya akhirnya bertemu secara langsung, dan kisah mereka membuat saya bertanya-tanya tentang masa kecil saya sendiri, bagaimana pandangan dunia saya akan berubah jika saya melihat seseorang seperti saya sebagai orang dewasa yang glamor dan percaya diri. Seiring bertambahnya usia, menemukan komunitas orang-orang cacat dan mempelajari kisah-kisah kami memberi saya perasaan tentang apa yang mungkin bisa saya lakukan."

Dalam wawancaranya di thekojonnamdishow melalui Skype, dengan penuh percaya diri dan suka cita, Wong merekomendasikan karyanya kepada pemirsa.

 

Simak Video Berikut Ini:

Pendapat Wong

Ilustrasi
Masih banyak keterbatasan yang dihadapi penyandang disabilitas. Apa yang bisa kita lakukan untuk membantu mereka?

Wong mengatakan, ia adalah penggemar sejati budaya disabilitas dan sebagainya. "Saya telah mengumpulkan artikel-artikel dan situs web serta podcast tentang hal-hal yang menarik (bagi saya). Dan saya hanya melakukannya untuk diri saya sendiri. Jadi saat seseorang betanya tentang suatu hal, saya hanya tinggal melihat folder ini. Jadi folder ini sudah seperti perpustakaan pribadi saya. Jadi 30 karya ini hanyalah sampel kecil dari folder yang telah saya kumpulkan. Dan ini menjadi sesuatu yang kontemporer saat ini, yaitu pengalaman penyandang disabilitas milenial atau di abad ke-21. Jadi ini hanya contoh kisah hidup penyandang disabilitas di era-21."

Wong bangga, dengan mengedit buku ini ia telah banyak berkontribusi dan aktif di komunitas. "Saya merasa bahwa saya tidak sendirian dan bahwa saya adalah bagian dari sesuatu yang lebih besar. Lalu saat saya berlangganan majalah independen yang mempublikasikan orang-orang difabel dan mereka menulis dari sisi politik, tentang hak-hak penyandang cacat, serta tentang aktivisme. Sejak itu membuka mata saya. Bahwa ada orang-orang yang juga difabel di sekitar saya. Lalu saya berpikir, wow, bukankah lebih baik jika saya melakukan ini? Maka dari itu saya ingin memastikan bahwa semua orang merasa dilihat dan didengar. Saya pikir kita semua pantas mendapatkannya."

"Yah, saya pikir, dalam pandemi ini, kita telah melihat kualitas hidup telah digunakan untuk menghilangkan prioritas orang-orang tertentu yang berisiko tinggi. Dan untuk risiko tinggi, tentu juga termasuk di dalamnya penyandang disabilitas. Kami membutuhkan ventilator, perawatan kesehatan, terutama perawatan untuk COVID-19 benar-benar perlu diberikan kepada mereka yang paling layak, bahwa mereka yang akan bertahan hidup, mereka yang memiliki kesempatan terbaik untuk hidup. Dan banyak dari kriteria ini didasarkan pada hal-hal tidak penting. Ya. Saya akan membiarkannya begitu saja."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya