Liputan6.com, Jakarta Penyandang disabilitas memerlukan layanan khusus agar bisa mengakses fasilitas publik layaknya masyarakat umum. Maka dari itu, pembangunan fasilitas perlu melibatkan difabel dan pemerintah pun perlu mengenal ragamnya agar pelayanan tepat sasaran.
Menurut mahasiswi penyandang tuli Jurusan Arsitektur Universitas Bina Nusantara (Binus) Indonesia Nissi Taruli, agar pelayanan tepat sasaran maka para pemangku kepentingan diharapkan mengenali ragam disabilitas secara langsung.
Baca Juga
“Ragam disabilitas netra, daksa, tuli, intelektual, dan lain-lain. Jika tentang tuli maka pelajarilah kebiasaan dan hambatan tuli,” kata Nissi melalui juru bahasa isyarat dalam Lokakarya bersama Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia, ditulis Sabtu (28/11/2020).
Advertisement
“Contoh, tuli kebiasaannya adalah menggunakan visual, hambatannya adalah tidak bisa mengenal audio. Maka akses yang tepat untuk tuli adalah menyesuaikan kebiasaan tuli dan mengurangi hambatan yang dialami tuli,” tambahnya.
Menurut pengalamannya, ia dapat mengakses informasi dengan mudah melalui visual bukan dengan pendengaran. Sedang, di fasilitas transportasi seperti di pesawat, kereta api, bus, dan kapal kebanyakan memberi informasi dalam bentuk audio bukan visual.
“Bagi penyandang tuli, sebelum keberangkatan pesawat atau alat transportasi lainnya perlu ada informasi visual untuk dipelajari terlebih dahulu.”
Simak Video Berikut Ini:
Desain Universal Aksesibilitas
Dalam Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) nomor 14 Tahun 2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung pada pasal 5 ayat 1 menjelaskan prinsip desain universal.
Ada 7 prinsip dalam Permen tersebut yakni:
- Kesetaraan penggunaan ruang.
- Keselamatan dan keamanan bagi semua.
- Kemudahan akses tanpa hambatan.
- Kemudahan akses informasi.
- Kemandirian penggunaan ruang.
- Efisiensi upaya pengguna.
- Kesesuaian ukuran dan ruang secara ergonomis.
Bagi penyandang tuli, informasi dapat diakses melalui visual, teks dan juru bahasa isyarat. Sedang, hambatan di fasilitas public adalah informasi yang menggunakan audio dan minimnya kemampuan bahasa isyarat dasar oleh pekerja di bidang pelayanan publik.
“Petugas paling tidak harus bisa memberikan layanan kepada tuli melalui isyarat dasar yang dibutuhkan. Saya mengharapkan, tidak terjadi kesimpangsiuran terkait informasi terutama di fasilitas transportasi,” pungkasnya.
Advertisement