Liputan6.com, Jakarta Pendataan penyandang disabilitas di berbagai wilayah masih belum optimal. Kurangnya pemahaman petugas lapangan terkait ragam disabilitas ternyata bukan satu-satunya kendala.
Seperti disampaikan Pendiri Organisasi Advokasi Inklusi Disabilitas (AUDISI), Yustitia Arief. Keluarga harus proaktif mendaftarkan atau memberi tahu bahwa anggota keluarganya memiliki disabilitas.
“Jadi tidak hanya dari petugas tapi juga dari pihak keluarga sendiri, dari masyarakat juga memberi tahu bahwa di wilayahnya ada penyandang disabilitas dan harus didata,” ujar Yustitia kepada Disabilitas Liputan6.com melalui sambungan telepon, Rabu (10/2/2021).
Advertisement
Pendataan yang dilakukan kepada penyandang disabilitas tidak dapat dilakukan sembarangan. Data tentang ragam disabilitas harus lengkap dan spesifik.
“Misalnya kalau disabilitas fisik, itu kan macam-macam tidak hanya polio tapi juga ada cerebral palsy, amputasi tangan, amputasi kaki, dan sebagainya. Pokoknya fisik itu segala sesuatu yang berkaitan dengan kesulitan mobilitas.”
Selain disabilitas fisik dengan berbagai jenisnya, ada pula disabilitas Tuli. Disabilitas terkait pendengaran ini juga terbagi lagi, ada Tuli total ada kesulitan mendengar (hard of hearing).
Ada pula disabilitas yang belum diketahui banyak orang, yaitu disabilitas psikososial atau disabilitas mental. Belum lagi, disabilitas hambatan belajar, kata Yustitia.
“Ini belum terdata dengan baik. Hal-hal seperti ini yang harus diketahui oleh petugas lapangan sehingga pendataan dapat berjalan dengan baik.”
Simak Video Berikut Ini
Stigma Keluarga
Yustitia yang juga menyandang disabilitas fisik menyampaikan, walau peran keluarga sangat dibutuhkan dalam pendataan, tapi tidak semua keluarga melakukan dukungan yang baik.
Stigma pada penyandang disabilitas pada akhirnya bukan hanya datang dari masyarakat awam, tapi juga dari keluarga sendiri.
“Stigma yang datang dari keluarga membuat mereka tidak mau mendaftarkan atau mendata bahwa anggota keluarganya adalah disabilitas. Mereka malu dan memilih untuk membiarkan orang lain tidak tahu adalah bentuk dari stigma keluarga.”
Stigma dari keluarga juga menjadi faktor kendala yang menyulitkan pendataan. Ia, juga menemukan ada keluarga yang memiliki anak disabilitas dan sudah menginjak usia berhak mengikuti Pemilu. Namun, karena tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP), akhirnya difabel tersebut pun tidak dapat memilih, pungkasnya.
Advertisement