Liputan6.com, Jakarta Sebagian masyarakat masih menganggap bahwa penyandang tunanetra tidak dapat mengerjakan sesuatu secara maksimal. Hal ini dibantah oleh Bima Kurniawan, sorang penyandang tunanetra yang menjadi guru SMA di Jakarta.
Menurutnya, bekerja sebagai guru memiliki tantangan tersendiri bagi setiap orang apalagi penyandang tunanetra sepertinya. Namun, tantangan tersebut sebetulnya tidak berpengaruh terhadap profesionalitas atau kompetensinya sebagai guru.
“Walaupun kita penyandang disabilitas, tapi kita bisa melakukan segala sesuatu seperti orang pada umumnya tetapi jika diberikan akomodasi,” kata Bima kepada kanal Disabilitas Liputan6.com ditulis Kamis (18/3/2021).
Advertisement
Terlebih, ilmu pengetahuan tentang materi atau bahan ajar sudah dimiliki melalui pendidikan tinggi sebelumnya. Maka dari itu, guru bahasa Prancis ini tidak mendapatkan kesulitan saat hendak menyampaikan materi kepada para siswa.
“Sehingga untuk profesionalitas yang berkaitan dengan kompetensi penyampaian materi, disabilitas netra itu tidak ada masalah,” katanya.
Salah satu kesulitan yang paling terasa adalah ketika melakukan pengawasan. Menurutnya, pengawasan memerlukan fungsi penglihatan dan tunanetra sulit melakukan itu.
Simak Video Berikut Ini
Respons Murid dan Guru Lain
Bima yang mengalami low vision akibat penyakit glaukoma ini juga menyebutkan respons siswa dan guru lain terkait keadaan disabilitasnya.
“Kalau untuk siswa kita kembali lagi ke karakter, di dalam satu kelas taruhlah ada 40 atau 30 peserta didik, mereka punya karakter yang berbeda-beda yang terbentuk dari lingkungan keluarga berbeda-beda juga.”
“Untuk peserta didik, tentunya kita tidak bisa menyatakan bahwa semuanya memiliki reaksi positif pasti ada yang negatif, tapi sepanjang yang saya alami, walau ada reaksi negatif tapi tidak terlalu fatal, hanya kenakalan anak SMA.”
Di sisi lain, reaksi rekan-rekan kerja Bima yaitu guru lain hingga staf tata usaha sangat baik. Mereka mengetahui kondisi yang disandang Bima dan sangat membantu.
“Saya berada dalam lingkungan yang sangat menyenangkan,” katanya.
Seiring berjalannya waktu, guru yang mengajar di SMA 68 Jakarta sejak 2011 ini juga semakin mengenal lingkungan sekolahnya. Hal ini memudahkannya untuk berpindah dari satu kelas ke kelas lain atau tempat lain di sekolah tersebut.
Bahkan ia tidak perlu menggunakan tongkat karena sudah hafal di mana letak kelas, belokan, dan tangga.
Advertisement