Hari Pendidikan Nasional, Waktunya Mengingat Pentingnya Pendidikan Karakter bagi Semua Siswa Termasuk Disabilitas

Hari Pendidikan Nasional adalah waktu yang tepat untuk kembali mengingat bahwa setiap anak termasuk penyandang disabilitas perlu dipenuhi haknya dalam mengenyam pembelajaran di sekolah.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Mei 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2023, 10:00 WIB
Hari pendidikan nasional
Hari Pendidikan Nasional adalah waktu yang tepat untuk kembali mengingat bahwa setiap anak termasuk penyandang disabilitas perlu dipenuhi haknya dalam mengenyam pembelajaran di sekolah. (Liputan6.com/Ahmad Akbar Fua)

Liputan6.com, Jakarta Hari Pendidikan Nasional adalah waktu yang tepat untuk kembali mengingat bahwa setiap anak termasuk penyandang disabilitas perlu dipenuhi haknya dalam mengenyam pembelajaran di sekolah.

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) sempat membahas soal pentingnya pendidikan karakter bagi penyandang disabilitas.

Kepala Puspeka, Rusprita Putri Utami, menyampaikan bahwa penguatan karakter merupakan ruh dari pendidikan Indonesia yang tidak terbatas pada kompetensi intelektual. Generasi bangsa harus memiliki pengetahuan dan pemahaman intelektual disertai karakter yang kuat berlandaskan nilai-nilai Pancasila.

“Untuk menjadikan Indonesia semakin hebat, penguatan karakter di lingkungan pendidikan membutuhkan kolaborasi dan gotong-royong semua lapisan ekosistem pendidikan, mulai dari satuan pendidikan, pendidik, tenaga kependidikan, orangtua, keluarga, dan masyarakat,” ujar Rusprita dalam diskusi kelompok terpimpin (DKT) di Riau, Senin 13 Maret 2023.

Dalam kesempatan yang sama, Pembina Komunitas Tuli Lancang Kuning, Santi Setyaningrum, memandang penting implementasi penguatan karakter khususnya bagi penyandang disabilitas. Seperti penguatan karakter terkait pemahaman toleransi dan keberagaman yang faktanya mampu meningkatkan kepercayaan diri para penyandang disabilitas.

“Dengan adanya penguatan karakter terkait pemahaman toleransi dan keberagaman inilah yang membuat masyarakat non-Tuli, disabilitas, dan teman Tuli saling berbaur tanpa memandang keterbatasannya,” ucap Santi.

Selain tentang toleransi, Komunitas Tuli Lancang Kuning Riau juga telah melakukan praktik baik penguatan karakter mengenai perilaku jujur, mandiri, kreatif, dan keberagaman atau nilai inklusi.

“Harapannya, masyarakat juga dapat memahami tentang keberagaman sehingga terbangun ekosistem yang ramah terhadap penyandang disabilitas,” tambah Santi.

Sebarluaskan Materi Penguatan Karakter

Semangat Mahasiswa Disabilitas Ikuti Kelas Terapi Wirausaha
Terapis atau pengajar membimbing mahasiswa berkebutuhan khusus menyalakan kompor dalam proses pembuatan telur asin saat kelas terapi mata kuliah wirausaha di Lembaga Pendidikan dan Keterampilan Kampusnya Manusia, Kranggan, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (3/12/2020). (merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Melalui diskusi ini, Rusprita berharap seluruh lapisan ekosistem pendidikan akan dapat mengimbaskan implementasi materi penguatan karakter kepada satuan pendidikan. Khususnya yang ada di bawah kewenangan dinas pendidikan dan juga kepada masyarakat luas.

Sementara itu, di level kebijakan teknis, pemerintah daerah diharapkan mempunyai aturan terkait penguatan karakter.

“Tidak hanya itu, daerah juga kita minta untuk melakukan sosialisasi dan kolaborasi program dengan komunitas terutama mengenai implementasi penguatan karakter,” imbuh Rusprita.

Lebih lanjut, tujuan utama kegiatan diskusi penguatan karakter bersama ekosistem pendidikan adalah untuk menyebarluaskan materi-materi penguatan karakter. Sekaligus melakukan survei implementasi penguatan karakter, baik di satuan pendidikan maupun di lingkungan masyarakat.

“Melalui kegiatan ini, harapannya Puspeka dapat memperluas sasaran penyebaran kebijakan, program, dan konten yang kemudian dapat bergerak bersama untuk aktif membumikan Pancasila dan penguatan karakter,” tutur Rusprita.

Contoh Praktik Baik Penguatan Karakter di Riau

Pendidikan anak penyandang disabilitas intelektual
Hari Pendidikan Nasional adalah waktu yang tepat untuk kembali mengingat bahwa setiap anak termasuk penyandang disabilitas perlu dipenuhi haknya dalam mengenyam pembelajaran di sekolah. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Dalam diskusi itu, Kepala SMP Negeri 5 Kandis, Kabupaten Siak, Riau Yeni Irdayati, mengatakan bahwa sekolahnya telah melaksanakan praktik baik penguatan karakter dalam kegiatan sehari-hari siswa.

Menurutnya, proses pembelajaran dilakukan melalui kegiatan intrakurikuler, ekstrakurikuler, Proyek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5), budaya, dan pembiasaan di sekolah.

“Program karakter di sekolah kami diberi nama Pemanis Cendekia yaitu Pelajar SMA N 5 Kandis Cerdas, Energik, Kritis, Inovatif, dan Agamis,” kata Yeni.

“Selain itu, ada juga beberapa program penguatan karakter yang sudah kami laksanakan termasuk program Roots Anti Perundungan. Pada intinya, kami berusaha menanamkan nilai-nilai karakter di setiap kegiatan sekolah,” tambahnya.

Butuh Komitmen dan Peran Pemerintah Daerah

hari pendidikan nasional
Hari Pendidikan Nasional adalah waktu yang tepat untuk kembali mengingat bahwa setiap anak termasuk penyandang disabilitas perlu dipenuhi haknya dalam mengenyam pembelajaran di sekolah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung, Yadi Mulyadi juga menegaskan perlunya komitmen dan peranan pemerintah daerah dalam mendukung upaya penguatan karakter. Baik di lingkungan satuan pendidikan ataupun masyarakat.

“Kami sudah melaksanakan penguatan kompetensi pengawas, kepala sekolah, dan tenaga pendidik, kemudian membenahi manajemen ekosistem sekolah. Kami juga mendorong sekolah untuk mengikuti program-program penguatan karakter dari Kemendikbusristek,” ujar Yadi.

infografis hari pendidikan nasional
kurikulum tiap era pemerintahan (liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya