Memahami Faktor Risiko Autisme, Bukan Cuma Satu

Risiko autisme ternyata dapat diantisipasi sejak dalam kandungan.

oleh Fariza Noviani Abidin diperbarui 21 Mar 2024, 16:00 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2024, 16:00 WIB
kehamilan
ilustrasi ibu hamil/copyright unsplash.com/Ömürden Cengiz

Liputan6.com, Jakarta - Autisme, sebuah spektrum gangguan perkembangan saraf, membawa berbagai kekhawatiran bagi orang tua. Kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi yang terhambat dapat menjadi hambatan bagi anak untuk berkembang optimal.

Apa Itu Autisme?

Dilansir dari Parents, autisme adalah kondisi kompleks yang memengaruhi perkembangan seseorang. Gejalanya bervariasi, dari yang tidak bisa berbicara hingga yang hanya memerlukan sedikit bantuan dalam kehidupan sehari-hari.

Autisme dikategorikan sebagai bentuk neurodivergence, yaitu perbedaan cara kerja otak. Bentuk lain dari neurodivergence termasuk ADHD dan disleksia.

American Medical Association mengemukakan bahwa orang dengan autisme memiliki kekuatan unik, seperti kecerdasan dalam ilmu komputer, sistem matematika, dan mesin. Mereka juga mampu mengidentifikasi detail kecil dalam pola yang kompleks dan mendapatkan skor tinggi dalam tes kecerdasan nonverbal.

Namun, hidup dengan autisme bisa menjadi tantangan. Hidup dengan orang autisme harus terus-menerus beradaptasi dan berusaha berinteraksi dengan cara yang diharapkan orang neurotypical. Hal ini dapat menimbulkan kesulitan dan hambatan dalam kehidupan mereka.

Faktor Risiko Autisme

Para ahli percaya bahwa autisme tidak memiliki satu penyebab tunggal, melainkan kombinasi dari berbagai faktor.

Faktor-faktor ini, yang masih terus diteliti dan mungkin masih banyak yang belum diketahui, bekerja sama untuk meningkatkan kemungkinan seseorang berkembangnya autisme.

Penting untuk diingat bahwa faktor risiko bukanlah penyebab. Faktor-faktor ini hanya meningkatkan kemungkinan seseorang memiliki autisme, bukan berarti mereka pasti akan mengalaminya.

1. Riwayat Keluarga

Memiliki anak pertama dengan autisme meningkatkan risiko anak berikutnya juga mengalami autisme. Sebuah studi tahun 2019 menunjukkan bahwa anak dengan saudara kandung autis memiliki kemungkinan 17 kali lebih besar untuk didiagnosis autis.

Risiko ini juga meningkat dua kali lipat bagi anak yang memiliki sepupu autis, menunjukkan faktor genetik yang berperan.

Pengetahuan ini penting bagi orang tua dengan anak autis, sehingga mereka dapat mempertimbangkan risiko dan pilihan mereka saat merencanakan keluarga.

2. Kondisi Genetik

Sindrom Fragile X merupakan kondisi genetik yang memicu berbagai hambatan perkembangan, termasuk disabilitas belajar. Penelitian menunjukkan bahwa sindrom ini menjadi penyebab genetik paling umum dari disabilitas intelektual dan spektrum autisme (ASD).

Kondisi genetik lain yang terkait dengan autisme adalah kompleks sklerosis tuberosa (TSC). TSC menyebabkan pertumbuhan tumor di berbagai organ, seperti otak, mata, dan paru-paru. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 40% anak-anak dengan TSC mengalami ASD.

3. Usia Orangtua yang Terlalu Tua atau Terlalu Muda

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa usia orang tua dapat memengaruhi risiko autisme pada anak. Semakin tua usia orang tua, baik ibu maupun ayah, semakin besar kemungkinan anak mereka memiliki autisme.

Hal ini dibuktikan oleh sebuah studi tahun 2016 yang melibatkan lebih dari 30.000 anak dengan spektrum autisme (ASD). Hasilnya menunjukkan bahwa usia ibu di atas 40 tahun dan usia ayah di atas 50 tahun meningkatkan risiko ASD pada anak. Usia ibu yang tergolong muda (di bawah 20 tahun) juga dikaitkan dengan risiko yang lebih tinggi.

Faktor Risiko Lainnya yang Juga Memungkinkan Terjadi Autisme

1. Kekurangan Vitamin Saat Fase Prenatal

Sebuah studi tahun 2020 menemukan hubungan antara asupan zat besi yang rendah selama kehamilan dan risiko autisme yang lebih tinggi. Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat memengaruhi perkembangan neurologis janin dan terkait dengan gangguan perkembangan otak lainnya.

Defisiensi zat besi bukan satu-satunya faktor risiko autisme, memastikan asupan zat besi yang cukup selama kehamilan penting untuk melindungi perkembangan otak janin.

Penelitian lain menunjukkan bahwa mengonsumsi asam folat pada awal kehamilan dapat menurunkan risiko autisme. Meta-analisis tahun 2022 menemukan bahwa 400 mikrogram (mcg) asam folat per hari dapat mengurangi risiko autisme.

Oleh karena itu, semua ibu hamil direkomendasikan untuk mengonsumsi 400 hingga 800 mcg folat atau asam folat setiap hari. Anda dapat memperoleh folat dari makanan yang difortifikasi seperti roti dan sereal, serta makanan kaya folat seperti kacang, bayam, dan brokoli.

2. Terpapar Polusi Udara

Sebuah studi tahun 2022 menemukan bahwa paparan polusi udara selama trimester kehamilan dapat meningkatkan risiko Autism Spectrum Disorder (ASD), terutama pada bayi laki-laki. Para peneliti menekankan bahwa temuan ini menunjukkan faktor risiko pada kelompok yang rentan, sehingga bukan penyebab pasti.

"Bukti tentang risiko lingkungan selama kehamilan masih dalam tahap awal," kata M. Daniele Fallin, Ph.D., direktur Wendy Klag Center for Autism and Developmental Disabilities di Johns Hopkins Bloomberg School of Public Health, Amerika Serikat. "Setiap hipotesis yang didukung data harus diselidiki lebih lanjut. Saat ini, belum ada yang dianggap sebagai penyebab pasti."

Namun, Fallin menegaskan bahwa langkah-langkah aman dan proaktif untuk melindungi bayi selama kehamilan tetaplah penting.

3. Kenaikan Berat Badan Saat Kehamilan

Sebuah tinjauan sistematis tahun 2020 menemukan hubungan antara obesitas ibu hamil dan risiko autisme pada anak. Indeks massa tubuh (BMI) tinggi dan penambahan berat badan berlebih selama kehamilan dikaitkan dengan peningkatan risiko Autism Spectrum Disorder (ASD) pada anak-anak.

Para peneliti berspekulasi bahwa disregulasi hormon yang terkait dengan penambahan berat badan berlebihan dapat memengaruhi perkembangan otak janin. Hal ini perlu diteliti lebih lanjut untuk memahami mekanisme yang mendasarinya.

"Angka obesitas dan angka autisme sama-sama meningkat selama beberapa dekade terakhir, namun itu tidak berarti keduanya terhubung," kata Anna Maria Wilms Floet, M.D., seorang dokter spesialis perkembangan perilaku di Kennedy Krieger Institute's Center for Autism and Related Disorders di Baltimore, Amerika Serikat.

4. Ibu dengan Diabetes Gestasional

Sebuah studi tahun 2015 menemukan bahwa ibu hamil yang didiagnosis dengan diabetes gestasional pada minggu ke-26 kehamilan memiliki risiko 63% lebih tinggi untuk memiliki anak dengan autisme. Para peneliti menduga bahwa paparan gula darah tinggi selama kehamilan dapat memengaruhi perkembangan otak janin dan meningkatkan risiko autisme.

Penelitian lain di tahun 2021 menunjukkan hubungan antara gula darah tinggi selama kehamilan dan risiko autisme. Tingginya kadar gula darah diduga menjadi faktor kritis.

Diabetes gestasional sendiri dapat menimbulkan beberapa masalah bagi janin, seperti persalinan prematur, berat badan lahir tinggi, dan peningkatan risiko obesitas dan diabetes tipe 2 di kemudian hari. 

5. Konsumsi Obat-Obatan

Para peneliti menemukan hubungan potensial antara obat yang dikonsumsi ibu hamil dan risiko autisme pada janin. Contohnya, antidepresan jenis selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) menunjukkan kaitan dengan autisme. Namun, penelitian menunjukkan hubungan ini lebih mungkin disebabkan oleh depresi ibu, bukan obatnya.

Penelitian lain menunjukkan bahwa konsumsi obat anti-kejang, terutama valproat, selama kehamilan dapat meningkatkan risiko autisme. 

6. Jarak Kehamilan

Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of the American Academy of Child & Adolescent Psychiatry menemukan hubungan menarik antara jarak kehamilan dan risiko autisme pada anak. Hasilnya menunjukkan bahwa kehamilan yang terjadi antara dua hingga lima tahun setelah kehamilan sebelumnya memiliki risiko terendah bagi anak untuk mengembangkan autisme.

Para peneliti menemukan bahwa anak-anak yang dikonsepsi kurang dari 12 bulan setelah kelahiran saudara kandung memiliki risiko 50% lebih tinggi untuk didiagnosis autisme dibandingkan dengan anak-anak yang dikonsepsi dalam rentang waktu dua hingga lima tahun. Risiko ini juga meningkat 30% pada anak-anak yang dikonsepsi setelah lebih dari 60 bulan setelah kehamilan sebelumnya.

7. Kondisi Kesehatan Ibu

Penelitian menunjukkan bahwa kesehatan ibu selama kehamilan memiliki pengaruh besar pada janin, termasuk risiko autisme (ASD). Ibu yang mengalami sakit parah, seperti infeksi tertentu, selama kehamilan memiliki kemungkinan lebih tinggi untuk melahirkan anak dengan ASD.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya