Liputan6.com, Jakarta Lampion-lampion putih besar di sana bagai sekumpulan bulan. Merah, biru, hijau, bulan-bulan itu bergonta-ganti warna sesuai dengan tembakan cahaya lampu sorot. Bagai merayakan kecantikan rembulan, cheongsam rupa bentuk dan corak menawan dikenakan para tamu.
Kala musik terdengar perhatian pengunjung, di antaranya berasal dari Asian Couture Federation, terarah ke ujung catwalk menanti rancangan desainer Sebastian Gunawan muncul dari semak-semak lampu bola oriental, Selasa (3/2/2015).
Advertisement
Light green cheongsam tanpa lengan berbahan mikado yang berhias bordir floral hitam dengan kerah warna ungu tampil sebagai satu dari beberapa rancangan pada sequence pembuka pagelaran busana yang berlangsung di Hotel Mulia itu. Dengan tone yang juga muda, sebuah cheongsam pink tampil dengan ukuran yang longgar dan bagian lengannya panjang hingga ke sikut. Dada dan tepian busana itu semarak dengan corak warna-warni. Ini menjadi pembuka yang cukup surprising untuk dilihat sebagai hasil karya seorang Seba.
Meski tampak cukup ramai, potongan busana-busana itu terbilang simple, berbeda dengan karya-karya Seba yang pada umumnya dikenal rumit. Berlanjut dengan rancangan-rancangan lain yang muncul kemudian, identitas desain Seba kembali terlihat. Permainan ruffle, desain peplum, siluet balon, dalam garis-garis khas Seba hadir cukup dominan dalam koleksi Chinese New Year ini. Garis-garis yang bisa ditemui pada koleksi `Melange des Sens`, yang Seba tampilkan di Bazaar Fashion Festival 2014. Ada risiko tersendiri kala seorang desainer punya garis desain yang sangat berciri khas: kebosanan.
Butuh upaya yang lebih keras kala ruang kreatif seorang perancang mendapat koridor yang dibentuk oleh ciri khas garis desainnya sendiri. Tiap generasi tampaknya punya desainer seperti ini. Jika Seba mewakili generasi yang lebih senior, maka untuk generasi muda bisa disebut nama Peggy Hartanto yang juga memiliki garis rancang yang sangat identifikatif. Untuk Seba pada gelar busana Tahun Baru Tiongkok kali ini, hembusan-hembusan nafas desain berbeda pada beberapa rancangan di koleksi itu menjadi satu faktor yang membuat mata tetap curious menanti kemunculan busana-busana Rancangan Seba yang dibawakan para model.
Cheongsam dengan tambahan aksen menyerupai shawl yang dikenakan menutup punggung dan lengan dan saling mengait di bagian dada merupakan salah satu nafas segar itu. Termasuk juga dengan karya-karya yang menampilkan corak vertikal aneka warna ataupun motif bunga yang intens. Perlu disebut pula cheongsam terbuat dari mix fabric dengan bagian atas dada dari lace hitam berdesain konstruktif dan sisanya berwarna putih bermotif floral warna-warni.
Dari sebanyak 70 looks yang ditampilkan, ada satu benang merah yang menjadi jiwa koleksi Seba. European feel begitu kental terasa pada buah karya desainer yang merampungkan pendidikan fesyennya di Lembaga Pengajaran Tata Busana Susan Budihardjo itu. Sentuhan desain oldies dari tangan sang desainer membuat koleksi Chinese New Year ini membawa imajinasi pada era di mana bangsa mainland China berakulturasi dengan masuknya budaya bangsa Eropa zaman dulu. Bicara soal kebudayaan lampau, ada satu hal yang disampaikan Seba melalui koleksi ini.
Sebuah simple halter dress putih berbelahan hingga paha dan berhias motif di bagian atas dada dibawakan secara anggung oleh model Laura Muljadi. Meski tak memiliki kerah cheongsam atau kancing-kancing khas negri tirai bambu, busana ini tak kalah oriental. “Baju chinese tak selalu berkerah tinggi. Zaman dulu ada pakaian chinese yang berdesain seperti tank top atau halter neck. Di koleksi ini saya cukup banyak membuat rancangan bertali dan halter neck yang terinspirasi dari busana chinese itu,” jelas Seba pada wawancara yang dilangsungkan setelah fashion show.
Lantunan lagu bervokal khas Tiongkok tradisional berbalut instrumen musik moderen menjadi pengiring model-model berlenggok di fashion show. Bila diukur sejak awal, rancangan-rancangan yang tampil semakin menuju klimaks, semakin menggugah antusiasme. Busana-busana palet warna emas nan berkilauan hadir pada bagian akhir dari pagelaran busana yang dimulai sejak pukul 8 malam itu.
Tank dress selutut yang fitted hingga panggul dan bergelombang di bagian bawah, midi-cheongsam lengan kimono sesikut, overlay dress kerah cheongsam berbahan brocade padu sheer fabric, dan sederet busana emas lain, memiliki kesan glam dan festive yang membawa pikiran pada perihal kemakmuran. Suatu konsep yang begitu lekat dengan unsur budaya Tiongkok khususnya Chinese New Year.
Suara instrumen cymbal ala musik tradisional Tiongkok diperdengarkan sebagai pengantar kemunculan 2 rancangan terakhir. Dua gaun pengantin putih yang sangat megar hadir menutup fashion show ini. Keduanya berdesain kerah mandarin. Yang satu bertudung, yang lain tidak.
Bagi Seba, seperti dikatakan seusai acara, Chinese New Year adalah tentang selebrasi dan pada akhirnya selebrasi dari bulan-bulan yang baik akan juga menyentuh soal pernikahan. Itulah sebabnya ada 2 rancangan busana pengantin itu di koleksi ini. Melihat rancangan-rancangan sebelumnya dikoleksi ini yang tampil semakin memuncak, gaun pengantin putih yang berdesain cenderung common menjadi sebuah “bahasan” tersendiri.
Terutama karena keyakinan bahwa Seba sesungguhnya sangat mampu untuk menciptakan yang jauh lebih eksploratif dibanding kedua gaun penutup itu.
Secara keseluruhan, koleksi Seba yang bertabur kristal Swarovski ini memiliki karakter sendiri dalam hal Chinese New Year fashion. Satu hal spesial yang hadir karena tangan dingin sang desainer. 月 亮 舞 (Yue Liang Wu) Moon Dance, demikianlah nama yang diberikan pada pagelaran busana Chinese New Year dari Sebastian Gunawan.
Inspirasi nama itu diambil dari jatuhnya tanggal Chinese New Year yang berpindah-pindah bagaikan sang bulan tengah menari. Bila deretan busana karyanya diibaratkan sebagai tarian bulan, maka tarian itu punya sequence gerak yang cukup beragam dalam satu nuansa oldies oriental bersentuhan eropa dengan citra kemakmuran. 恭 禧 發 財 (Gong Xi Fa Cai).
(Fotografer: Panji Diksana - Liputan6.com)