Liputan6.com, Jakarta Batik merupakan ikon Indonesia dan telah menjadi warisan dunia yang perlu dilestarikan. Berbagai daerah di nusantara umumnya mempunyai motif batik tertentu. Di pulau Jawa sendiri sudah banyak dikenal motif-motif batik daerah seperti Pekalongan, Solo, Jogja, Madura, Garut, dan Cirebon.
Baca Juga
Advertisement
Salah satu kendala dari pengrajin batik adalah membuka jalur pemasarannya. Tidak heran saat ini, batik mulai hadir di berbagai pusat perbelanjaan dengan variasi desain yang lebih menarik. Salah satunya hadir di Trade Mall yang dimiliki Agung Podomoro, Trade Mall Thamrin City.
“Kami sudah keliling ke berbagai sentra batik nusantara dan terus mengajak UKM khususnya perajin dan pedagang batik untuk mengembangkan usahanya melalui pusat perbelanjaan. Khusus untuk batik, kami udah bekerjasama dengan pengrajin batik Pekalongan, Solo, Madura, Jogja, dan Cirebon,” kata Ho Mely Surjani AVP Marketing TM Agung Podomoro, seperti pada rilis yang diterima Liputan6.com, Senin (27/3/2017).
Pusat perbelanjaan saat ini telah menjadi rumah kedua bagi masyarakat urban. Sehingga ini merupakan tempat yang tepat untuk memasarkan batik. Seperti yang dirasakan salah satu pengrajin batik Cirebon Ade Yosa. Pengrajin berusia 48 tahun ini tak menyangka usaha batiknya menjadi berkembang pesat dalam 6 tahun belakangan ini.
Sepuluh tahun lalu, bapak dua anak ini sudah cukup puas menghidupi keluarganya dengan menjadi pengrajin batik Cirebon di Kampung Trusmi. Kampung yang terkenal sebagai sentral produksi Batik Cirebon dengan motif Trusmi. Tahun 2010, dirinya termasuk dalam daftar pengusaha batik yang direkomendasikan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Cirebon untuk membuka kios di Trade Mall Thamrin City, Jakarta.
“TM Thamrin City ketika itu baru dibuka, saya diberi kios gratis selama 1 tahun di sana. Bersama dengan sekitar 32 pedagang lain dari Cirebon,” ujar Ade Yosa
Dari sini Ade mulai mengembangkan usahanya. Mula-mula ia hanya mengambil batik jadi dari pedagang-pedagang lain di kampungnya, untuk dijual. Lama-lama ia semakin kreatif dengan mengembangkan produksi batiknya sendiri dengan label Adam Batik.
“Tahun 2011 sampai 2016 puncaknya. Orang kembali menyukai batik. Dan ada banyak program promosi, workshop, dan pameran-pameran batik. Sejak itu, usaha batik saya semakin berkembang,” ujar Ade Yosa.
Kemeja Adam Batik digemari para pria karena selain kualitas bahannya bagus, juga pengerjaannya rapi. Selain dijual ritel, Adam Batik juga dijual grosiran, yang setiap pekan dikirim ke berbagai kota di Indonesia. Untuk menjamin kepastian produksinya, Pak Yosa kini mempekerjakan sekitar 24 orang penjahit pakaian batik, 4 orang karyawan toko, dan didukung 12 mesin jahit listrik.
Sedangkan untuk bahan-bahan batiknya, ia datangkan langsung dari kampungnya Trusmi. Di kiosnya, dijual beraga motif Batuk Cirebon, dari kemeja batik cap seharga mulai Rp 150 ribu per potong, hingga kain batik tulis eksklusif seharga Rp 8-10 juta per lembar.
“Ya alhamdulillah, usaha semakin berkembang karena ada fasilitas dari pusat perbelanjaannya. Meskipun semua kios saya masih statusnya sewa per tahun, tetapi alhamdulillah semua barang dagangan sudah milik sendiri, selain itu juga ada mesin jahit,” kata Ade Yosa.
Motif batik yang tersedia juga lengkap seperti Megamendung yang merupakan batik khas Jawa Barat, Obinan yang merupakan hasil kreasi pembatik magang dari Jepang yang belajar di Kampung Trusmi, Apusan yang warna-warninya cerah, batik Sidomukti, dan lainnya. Semuanya tersedia dari bentuk kain hingga pakaian jadi seperti kemeja pria, gamis, blouse, dress, aneka cindera mata motif batik, dan batik koleksi.