Apa Itu Politik Identitas? Pahami Dampak Positif dan Negatifnya

Pelajari apa itu politik identitas, bagaimana pengaruhnya terhadap dinamika politik di Indonesia, serta dampak positif dan negatifnya bagi masyarakat.

oleh Liputan6 diperbarui 16 Des 2024, 17:15 WIB
Diterbitkan 16 Des 2024, 17:15 WIB
Demo Tolak Revisi UU Pilkada, Mahasiswa dan Masyarakat Surabaya Kecam Sikap DPR
Dalam aksinya, massa pengunjuk rasa juga menolak keras revisi UU Pilkada. (JUNI KRISWANTO/AFP)

Liputan6.com, Jakarta - Politik identitas telah menjadi fenomena yang semakin menonjol dalam lanskap politik Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Istilah ini merujuk pada strategi politik yang memanfaatkan identitas kelompok tertentu seperti agama, etnis, atau budaya untuk meraih dukungan dan kekuasaan politik.

Meskipun bukan hal baru, politik identitas kembali menjadi sorotan terutama sejak Pilkada DKI Jakarta 2017 yang diwarnai polarisasi tajam berbasis identitas. Artikel ini akan mengupas secara komprehensif tentang apa itu politik identitas, sejarahnya di Indonesia, serta dampak positif dan negatifnya bagi dinamika politik dan kehidupan berbangsa.

Definisi dan Konsep Dasar Politik Identitas

Politik identitas dapat didefinisikan sebagai strategi politik yang menggunakan identitas kelompok tertentu seperti agama, etnis, ras, gender atau elemen identitas lainnya sebagai basis untuk memobilisasi dukungan politik. Dalam praktiknya, politik identitas berupaya menonjolkan kesamaan identitas sebagai faktor pemersatu sekaligus pembeda dengan kelompok lain.

Beberapa karakteristik utama politik identitas antara lain:

  • Berfokus pada identitas kelompok tertentu sebagai basis gerakan politik
  • Menekankan kesamaan identitas sebagai faktor pemersatu internal
  • Membangun narasi "kami" vs "mereka" berdasarkan perbedaan identitas
  • Mengklaim mewakili dan memperjuangkan kepentingan kelompok identitas tertentu
  • Memanfaatkan sentimen identitas untuk memobilisasi dukungan politik

Politik identitas lahir dari kesadaran kelompok-kelompok yang merasa terpinggirkan secara politik, ekonomi, sosial atau budaya. Pada awalnya, politik identitas muncul sebagai gerakan perlawanan kelompok minoritas terhadap dominasi kelompok mayoritas. Namun dalam perkembangannya, politik identitas juga dimanfaatkan oleh kelompok mayoritas untuk mempertahankan dominasi dan privilese mereka.

Dalam konteks Indonesia yang plural, politik identitas seringkali dikaitkan dengan isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan). Identitas yang sering ditonjolkan antara lain identitas agama (terutama Islam vs non-Islam), etnis (misalnya Jawa vs non-Jawa), atau ideologi (nasionalis vs Islamis). Meski demikian, politik identitas juga bisa muncul dalam bentuk lain seperti identitas gender, kelas sosial, atau kedaerahan.

Sejarah dan Perkembangan Politik Identitas di Indonesia

Politik identitas sebenarnya bukan fenomena baru dalam sejarah politik Indonesia. Sejak masa pra-kemerdekaan, identitas etnis dan agama telah menjadi basis pergerakan politik di Nusantara. Beberapa contoh manifestasi politik identitas dalam sejarah Indonesia antara lain:

  • Pembentukan organisasi-organisasi pergerakan berbasis etnis dan agama seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, dan Muhammadiyah pada awal abad 20
  • Perdebatan ideologis antara kelompok nasionalis dan Islamis dalam perumusan dasar negara pada sidang BPUPKI tahun 1945
  • Pemberontakan-pemberontakan separatis berbasis identitas seperti DI/TII, PRRI/Permesta, dan RMS pada era 1950-an
  • Konflik horizontal bernuansa SARA di berbagai daerah seperti Ambon, Poso, dan Sampit pada era reformasi

Namun politik identitas kembali mencuat ke permukaan dan menjadi isu nasional terutama sejak Pilkada DKI Jakarta 2017. Kontestasi antara Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan Anies Baswedan diwarnai polarisasi tajam berbasis identitas agama dan etnis. Momentum ini kemudian berlanjut pada Pilpres 2019 yang juga sarat nuansa politik identitas.

Beberapa faktor yang mendorong menguatnya politik identitas di era reformasi antara lain:

  • Demokratisasi dan desentralisasi yang membuka ruang artikulasi identitas
  • Menguatnya konservatisme agama dan etnosentrisme
  • Kesenjangan ekonomi dan ketimpangan sosial
  • Peran media sosial dalam menyebarkan sentimen identitas
  • Pragmatisme elit politik dalam memanfaatkan isu identitas

Fenomena politik identitas di Indonesia saat ini tidak bisa dilepaskan dari konteks global. Di berbagai negara, politik identitas juga menguat sebagai respons terhadap globalisasi dan krisis multidimensi. Hal ini misalnya terlihat dari menguatnya populisme sayap kanan di Eropa dan Amerika, serta kebangkitan politik identitas berbasis agama di Timur Tengah.

Dampak Positif Politik Identitas

Meski seringkali dipandang negatif, politik identitas juga memiliki beberapa dampak positif jika dikelola dengan baik. Beberapa potensi manfaat dari politik identitas antara lain:

  • Memberi ruang artikulasi bagi kelompok-kelompok minoritas atau terpinggirkan
  • Mendorong pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman identitas
  • Memperkuat kohesi sosial internal kelompok identitas tertentu
  • Memunculkan isu-isu spesifik yang mungkin terabaikan dalam politik arus utama
  • Meningkatkan partisipasi politik kelompok-kelompok identitas tertentu

Sebagai contoh, politik identitas berbasis agama Islam telah mendorong lahirnya kebijakan-kebijakan yang mengakomodasi kepentingan umat Islam seperti UU Perbankan Syariah, UU Pengelolaan Zakat, dan berbagai Perda Syariah di daerah. Sementara politik identitas berbasis etnis Papua telah mendorong kebijakan Otonomi Khusus yang memberikan kewenangan lebih besar bagi masyarakat adat Papua.

Politik identitas juga berperan dalam memperjuangkan hak-hak kelompok minoritas. Misalnya gerakan feminisme yang memperjuangkan kesetaraan gender, atau gerakan masyarakat adat yang menuntut pengakuan hak-hak tradisional mereka. Dalam konteks ini, politik identitas menjadi instrumen untuk melawan diskriminasi dan ketidakadilan.

Dari sisi partisipasi politik, politik identitas dapat mendorong keterlibatan kelompok-kelompok yang selama ini apatis terhadap politik. Misalnya munculnya calon-calon kepala daerah dari kalangan ulama atau tokoh adat yang didukung basis massa berbasis identitas. Hal ini secara tidak langsung memperkaya dinamika demokrasi lokal.

Dampak Negatif Politik Identitas

Di sisi lain, politik identitas juga memiliki sejumlah dampak negatif yang perlu diwaspadai. Beberapa potensi dampak buruk dari politik identitas antara lain:

  • Mempertajam polarisasi dan segregasi sosial berbasis identitas
  • Memicu konflik horizontal antar kelompok identitas
  • Mengabaikan kompetensi dan track record dalam memilih pemimpin
  • Menghambat terwujudnya masyarakat yang inklusif dan toleran
  • Mengancam kohesi sosial dan persatuan bangsa
  • Mendorong kebijakan yang diskriminatif terhadap kelompok lain

Polarisasi tajam akibat politik identitas terlihat jelas pada Pilkada DKI 2017 dan Pilpres 2019. Masyarakat terbelah menjadi kubu-kubu yang saling berseberangan dan sulit didamaikan. Sentimen "kami" vs "mereka" begitu kuat sehingga menimbulkan ketegangan sosial yang berkepanjangan.

Politik identitas juga berpotensi memicu konflik horizontal jika dimanfaatkan secara tidak bertanggung jawab. Beberapa konflik bernuansa SARA di masa lalu seperti di Ambon, Poso, dan Sampit tidak lepas dari peran provokasi berbasis identitas. Jika dibiarkan, hal ini bisa mengancam persatuan dan keutuhan bangsa.

Dari sisi kepemimpinan, politik identitas cenderung mengabaikan faktor kompetensi dan track record. Pemilih lebih mempertimbangkan kesamaan identitas daripada kapabilitas calon pemimpin. Akibatnya, kualitas kepemimpinan menjadi tidak optimal karena lebih mengedepankan simbol-simbol identitas.

Politik identitas juga berpotensi melahirkan kebijakan-kebijakan yang diskriminatif terhadap kelompok lain. Misalnya Perda-perda bernuansa syariah yang dianggap merugikan kelompok non-Muslim, atau kebijakan pro-putra daerah yang membatasi kesempatan pendatang. Hal ini bertentangan dengan prinsip kesetaraan warga negara di hadapan hukum.

Cara Mengelola Politik Identitas Secara Konstruktif

Mengingat potensi dampak negatifnya, politik identitas perlu dikelola secara bijak agar tidak menimbulkan perpecahan. Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mengelola politik identitas secara konstruktif antara lain:

  • Memperkuat identitas nasional sebagai perekat keragaman
  • Membangun dialog dan interaksi antar kelompok identitas
  • Mendorong politik gagasan dan program daripada identitas
  • Menegakkan prinsip kesetaraan warga negara di hadapan hukum
  • Meningkatkan literasi politik masyarakat
  • Membangun sistem politik yang inklusif dan akomodatif

Penguatan identitas nasional menjadi kunci untuk meredam potensi perpecahan akibat politik identitas. Nilai-nilai Pancasila dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika perlu terus diinternalisasi sebagai pemersatu keragaman. Pendidikan kewarganegaraan yang menekankan persatuan dalam keberagaman juga penting untuk membangun kesadaran berbangsa.

Dialog dan interaksi antar kelompok identitas perlu didorong untuk membangun saling pengertian. Forum-forum lintas agama, suku, dan golongan perlu diperbanyak sebagai wadah membangun kebersamaan. Kebijakan afirmatif untuk kelompok minoritas juga bisa menjadi jembatan menuju kesetaraan.

Dari sisi elektoral, masyarakat perlu didorong untuk lebih mempertimbangkan gagasan dan program daripada identitas dalam memilih pemimpin. Media massa dan lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan literasi politik masyarakat agar tidak mudah terjebak politik identitas sempit.

Penegakan hukum yang tegas dan tidak diskriminatif juga kunci untuk mengelola politik identitas. Setiap warga negara harus diperlakukan setara di hadapan hukum tanpa memandang latar belakang identitasnya. Kebijakan-kebijakan yang berpotensi diskriminatif perlu ditinjau ulang.

Pada akhirnya, dibutuhkan sistem politik yang inklusif dan akomodatif terhadap keragaman. Mekanisme checks and balances perlu diperkuat untuk mencegah dominasi satu kelompok identitas. Partai politik juga dituntut untuk lebih inklusif dan tidak terjebak pada politik identitas sempit.

Peran Media Sosial dalam Politik Identitas

Media sosial memainkan peran signifikan dalam menguatnya fenomena politik identitas di era digital. Beberapa cara media sosial mempengaruhi dinamika politik identitas antara lain:

  • Mempercepat penyebaran sentimen dan propaganda berbasis identitas
  • Menciptakan ruang gema (echo chamber) yang memperkuat polarisasi
  • Memudahkan mobilisasi massa berbasis identitas
  • Menjadi arena pertarungan narasi antar kelompok identitas
  • Memunculkan tokoh-tokoh berpengaruh (influencer) berbasis identitas

Algoritma media sosial yang cenderung menampilkan konten sesuai preferensi pengguna turut memperkuat fenomena ruang gema. Pengguna cenderung hanya terpapar informasi yang sesuai dengan identitas dan pandangan politiknya, sehingga semakin memperkuat keyakinan yang sudah ada sebelumnya.

Media sosial juga memudahkan penyebaran hoaks dan disinformasi berbasis identitas. Narasi-narasi yang mempertajam sentimen "kami" vs "mereka" mudah viral dan memicu ketegangan. Akibatnya polarisasi sosial semakin menguat.

Di sisi lain, media sosial juga membuka ruang artikulasi bagi kelompok-kelompok minoritas yang selama ini kurang mendapat tempat di media mainstream. Hal ini bisa menjadi positif jika dikelola dengan baik untuk membangun dialog dan saling pengertian.

Menghadapi fenomena ini, diperlukan upaya meningkatkan literasi digital masyarakat agar lebih kritis dalam menyikapi informasi di media sosial. Regulasi yang tepat juga diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan media sosial sebagai sarana provokasi berbasis identitas.

Perbandingan Politik Identitas di Indonesia dengan Negara Lain

Fenomena politik identitas bukan hanya terjadi di Indonesia, tapi juga di berbagai negara lain dengan konteks yang berbeda-beda. Beberapa contoh manifestasi politik identitas di negara lain antara lain:

  • Amerika Serikat: Politik identitas berbasis ras (kulit putih vs minoritas) dan ideologi (liberal vs konservatif)
  • India: Politik identitas berbasis agama (Hindu vs Muslim) dan kasta
  • Turki: Politik identitas berbasis ideologi (sekuler vs Islamis)
  • Myanmar: Politik identitas berbasis etnis (Bamar vs etnis minoritas)
  • Spanyol: Politik identitas berbasis kedaerahan (Catalan, Basque)

Dibandingkan negara-negara tersebut, politik identitas di Indonesia memiliki beberapa keunikan:

  • Lebih kompleks karena melibatkan berbagai dimensi identitas (agama, etnis, kedaerahan)
  • Tidak selalu linear dengan pembagian kelas sosial-ekonomi
  • Masih relatif cair dan bisa berubah-ubah sesuai konteks
  • Tidak sampai memunculkan gerakan separatisme berskala besar (kecuali Papua)

Meski demikian, ada juga beberapa kesamaan pola politik identitas di Indonesia dengan negara lain:

  • Kecenderungan kelompok mayoritas menggunakan politik identitas untuk mempertahankan dominasi
  • Pemanfaatan sentimen identitas oleh elit politik untuk meraih kekuasaan
  • Peran media sosial dalam memperkuat polarisasi berbasis identitas

Belajar dari pengalaman negara lain, Indonesia perlu mewaspadai potensi eskalasi politik identitas menjadi konflik terbuka atau gerakan separatisme. Pengelolaan keragaman secara inklusif dan berkeadilan menjadi kunci untuk mencegah hal tersebut.

Kesimpulan

Politik identitas merupakan fenomena yang kompleks dengan potensi dampak positif maupun negatif. Di satu sisi, politik identitas bisa menjadi sarana artikulasi kepentingan kelompok-kelompok minoritas. Namun di sisi lain, ia juga berpotensi mempertajam polarisasi dan mengancam persatuan bangsa jika tidak dikelola dengan bijak.

Menghadapi fenomena ini, diperlukan pendekatan yang komprehensif melibatkan berbagai elemen masyarakat. Penguatan identitas nasional, peningkatan literasi politik, dan pembangunan sistem politik yang inklusif menjadi kunci untuk mengelola politik identitas secara konstruktif. Pada akhirnya, tantangan bagi Indonesia adalah bagaimana memanfaatkan keragaman identitas sebagai kekuatan pemersatu, bukan pemecah belah.

Politik identitas mungkin akan terus mewarnai dinamika politik Indonesia di masa depan. Namun dengan pengelolaan yang tepat, keragaman identitas justru bisa menjadi modal sosial yang berharga bagi kemajuan bangsa. Dibutuhkan komitmen dari seluruh elemen bangsa untuk terus menjaga persatuan dalam keragaman sesuai semangat Bhinneka Tunggal Ika.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya