Ciri-ciri Demokrasi Terpimpin: Sistem Pemerintahan Era Soekarno

Pelajari ciri-ciri demokrasi terpimpin era Soekarno. Sistem pemerintahan unik dengan kekuasaan terpusat pada presiden. Simak penjelasan lengkapnya!

oleh Fitriyani Puspa Samodra diperbarui 16 Jan 2025, 06:33 WIB
Diterbitkan 16 Jan 2025, 06:33 WIB
ciri-ciri demokrasi terpimpin
ciri-ciri demokrasi terpimpin ©Ilustrasi dibuat AI... Selengkapnya
Daftar Isi

Liputan6.com, Jakarta Demokrasi terpimpin merupakan salah satu fase penting dalam sejarah perkembangan sistem pemerintahan di Indonesia. Periode ini berlangsung dari tahun 1959 hingga 1965 di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno. Sistem ini memiliki karakteristik unik yang membedakannya dari bentuk demokrasi lainnya. Mari kita telaah lebih dalam mengenai ciri-ciri demokrasi terpimpin dan dampaknya terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara saat itu.

Pengertian Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin adalah sistem pemerintahan yang diterapkan di Indonesia pada masa kepemimpinan Presiden Soekarno dari tahun 1959 hingga 1965. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Soekarno dalam pidatonya pada 10 November 1956. Pada dasarnya, demokrasi terpimpin merupakan bentuk pemerintahan di mana seluruh keputusan dan pemikiran berpusat pada satu pemimpin negara.

Dalam konteks Indonesia, demokrasi terpimpin ditandai dengan pemusatan kekuasaan di tangan Presiden Soekarno. Sistem ini muncul sebagai respons terhadap kegagalan demokrasi liberal yang dianggap tidak sesuai dengan kepribadian bangsa Indonesia. Soekarno berpendapat bahwa Indonesia membutuhkan sistem yang lebih cocok dengan budaya dan karakter bangsanya.

Demokrasi terpimpin memiliki beberapa prinsip dasar, antara lain:

  • Pemusatan kekuasaan pada pemimpin negara
  • Pembatasan peran partai politik
  • Penekanan pada stabilitas nasional
  • Pengaruh besar militer dalam pemerintahan
  • Penerapan konsep NASAKOM (Nasionalisme, Agama, Komunisme)

Meskipun disebut "demokrasi", dalam praktiknya sistem ini lebih condong ke arah otoritarianisme dengan kekuasaan yang terpusat pada satu figur pemimpin.

Latar Belakang Munculnya Demokrasi Terpimpin

Kemunculan demokrasi terpimpin tidak terlepas dari kondisi politik dan sosial Indonesia pada dekade 1950-an. Beberapa faktor yang melatarbelakangi lahirnya sistem ini antara lain:

1. Kegagalan Demokrasi Liberal

Periode 1950-1959 ditandai dengan instabilitas politik akibat sering bergantinya kabinet. Sistem parlementer yang diadopsi dari Belanda dianggap tidak cocok dengan kondisi Indonesia. Partai-partai politik saling bersaing untuk kekuasaan, mengabaikan kepentingan rakyat.

2. Ancaman Disintegrasi Bangsa

Berbagai pemberontakan daerah seperti PRRI/Permesta di Sumatera dan Sulawesi, serta DI/TII di Jawa Barat mengancam persatuan bangsa. Soekarno merasa perlu sistem yang lebih kuat untuk menjaga keutuhan NKRI.

3. Keinginan Kembali ke UUD 1945

Soekarno dan beberapa tokoh nasional lainnya menginginkan Indonesia kembali ke sistem presidensial sesuai UUD 1945. Mereka menganggap konstitusi ini lebih sesuai dengan kepribadian bangsa.

4. Peran Militer yang Meningkat

Keterlibatan militer dalam mengatasi pemberontakan daerah meningkatkan peran mereka dalam politik. Angkatan Darat mendukung gagasan Soekarno tentang demokrasi terpimpin.

5. Pengaruh Perang Dingin

Situasi global Perang Dingin antara blok Barat dan Timur turut mempengaruhi dinamika politik Indonesia. Soekarno berupaya mengambil jalan tengah melalui politik luar negeri bebas aktif.

Faktor-faktor di atas mendorong Soekarno untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, yang menandai dimulainya era Demokrasi Terpimpin di Indonesia.

Ciri-ciri Utama Demokrasi Terpimpin

Demokrasi terpimpin memiliki beberapa karakteristik khas yang membedakannya dari sistem pemerintahan lainnya. Berikut adalah ciri-ciri utama demokrasi terpimpin:

1. Dominasi Kekuasaan Presiden

Presiden memegang kekuasaan yang sangat besar, baik sebagai kepala negara maupun kepala pemerintahan. Soekarno bahkan menjabat sebagai Presiden seumur hidup berdasarkan Ketetapan MPRS No. III/MPRS/1963.

2. Pembatasan Peran Partai Politik

Jumlah partai politik dikurangi menjadi 10 partai. Partai-partai yang dianggap oposisi dibubarkan, seperti Masyumi dan PSI. Peran DPR juga dibatasi, dengan dibentuknya DPR-GR (Gotong Royong) yang anggotanya ditunjuk presiden.

3. Penerapan Konsep NASAKOM

Soekarno menggagas konsep NASAKOM (Nasionalisme, Agama, Komunisme) sebagai upaya menyatukan berbagai aliran ideologi di Indonesia. Hal ini tercermin dalam komposisi kabinet dan lembaga negara lainnya.

4. Peningkatan Peran Militer

Angkatan bersenjata, terutama Angkatan Darat, memiliki peran yang semakin besar dalam pemerintahan. Konsep Dwifungsi ABRI mulai diterapkan, di mana militer memiliki fungsi pertahanan dan sosial-politik.

5. Penekanan pada Persatuan Nasional

Slogan-slogan seperti "Persatuan Nasional" dan "Kepribadian Nasional" sering digunakan untuk menekan perbedaan dan oposisi. Kritik terhadap pemerintah dianggap sebagai pengkhianatan terhadap revolusi.

6. Politik Luar Negeri yang Konfrontatif

Indonesia menjalankan politik luar negeri yang lebih agresif, seperti konfrontasi dengan Malaysia dan keluar dari PBB. Soekarno juga mendekatkan Indonesia ke blok komunis, terutama Tiongkok.

7. Pembubaran Lembaga Negara

Beberapa lembaga negara dibubarkan atau diganti, seperti pembubaran Konstituante dan penggantian DPR hasil pemilu 1955 dengan DPR-GR.

8. Pemusatan Ekonomi pada Negara

Kebijakan ekonomi lebih mengarah pada sosialisme, dengan nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing dan penekanan pada ekonomi terpimpin.

Ciri-ciri ini menunjukkan bahwa demokrasi terpimpin lebih condong ke arah sistem otoriter dengan kekuasaan yang terpusat pada presiden. Meskipun demikian, periode ini juga ditandai dengan beberapa pencapaian di bidang politik luar negeri dan pembangunan identitas nasional.

Dampak Penerapan Demokrasi Terpimpin

Penerapan sistem demokrasi terpimpin di Indonesia membawa berbagai dampak signifikan terhadap kehidupan politik, ekonomi, dan sosial bangsa. Berikut adalah beberapa dampak utama dari era demokrasi terpimpin:

1. Stabilitas Politik Jangka Pendek

Pemusatan kekuasaan pada Presiden Soekarno berhasil mengurangi konflik antar partai politik yang sebelumnya sering menyebabkan jatuh bangunnya kabinet. Namun, stabilitas ini bersifat semu dan tidak berkelanjutan dalam jangka panjang.

2. Pembatasan Kebebasan Sipil

Kebebasan pers dan kebebasan berpendapat mengalami pembatasan yang signifikan. Media massa yang dianggap kritis terhadap pemerintah dibredel, sementara aktivis oposisi sering mengalami penangkapan atau pengasingan.

3. Peningkatan Peran Militer dalam Politik

Angkatan bersenjata, terutama Angkatan Darat, memperoleh posisi yang semakin kuat dalam struktur pemerintahan. Hal ini menjadi cikal bakal Dwifungsi ABRI yang berlanjut hingga era Orde Baru.

4. Polarisasi Ideologi

Penerapan konsep NASAKOM (Nasionalisme, Agama, Komunisme) justru mempertajam perbedaan ideologi dalam masyarakat. Ketegangan antara kelompok agama dan komunis semakin meningkat menjelang akhir era demokrasi terpimpin.

5. Krisis Ekonomi

Kebijakan ekonomi terpimpin dan fokus berlebihan pada politik mengakibatkan terabaikannya pembangunan ekonomi. Inflasi melonjak hingga 650% pada tahun 1965, sementara produksi pangan menurun drastis.

6. Isolasi Internasional

Politik luar negeri yang konfrontatif, seperti keluar dari PBB dan konfrontasi dengan Malaysia, mengakibatkan Indonesia terisolasi secara internasional. Hal ini berdampak negatif pada ekonomi dan hubungan diplomatik.

7. Peningkatan Ketegangan Sosial

Polarisasi ideologi dan krisis ekonomi meningkatkan ketegangan sosial di masyarakat. Konflik antara kelompok pendukung dan penentang pemerintah semakin tajam.

8. Penguatan Identitas Nasional

Di sisi positif, era ini ditandai dengan upaya penguatan identitas nasional melalui berbagai program dan slogan seperti "Kepribadian Nasional" dan "Berdikari" (Berdiri di Atas Kaki Sendiri).

9. Kemajuan di Bidang Olahraga dan Kebudayaan

Indonesia berhasil menyelenggarakan Asian Games 1962 dan meraih prestasi di berbagai event olahraga internasional. Seni dan budaya nasional juga mendapat dorongan kuat dari pemerintah.

10. Radikalisasi Politik

Penekanan berlebihan pada revolusi yang belum selesai dan retorika anti-imperialisme mendorong radikalisasi politik, terutama di kalangan pemuda dan mahasiswa.

Dampak-dampak ini menunjukkan bahwa meskipun demokrasi terpimpin berhasil menciptakan stabilitas jangka pendek, sistem ini juga membawa berbagai permasalahan yang akhirnya berkontribusi pada kejatuhan rezim Soekarno pada tahun 1965-1966.

Perbedaan Demokrasi Terpimpin dengan Sistem Demokrasi Lainnya

Demokrasi terpimpin memiliki beberapa perbedaan mendasar dengan sistem demokrasi lainnya, seperti demokrasi liberal atau demokrasi pancasila. Berikut adalah beberapa perbedaan utama:

1. Pemusatan Kekuasaan

Dalam demokrasi terpimpin, kekuasaan terpusat pada satu figur pemimpin (Presiden). Sementara dalam demokrasi liberal, terdapat pemisahan kekuasaan yang jelas antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

2. Peran Partai Politik

Demokrasi terpimpin membatasi peran partai politik, bahkan membubarkan beberapa partai. Sebaliknya, demokrasi liberal memberikan kebebasan bagi partai politik untuk berkompetisi.

3. Kebebasan Pers

Pers mengalami pembatasan yang signifikan dalam demokrasi terpimpin. Di sistem demokrasi lainnya, kebebasan pers dijamin sebagai salah satu pilar demokrasi.

4. Pemilihan Umum

Demokrasi terpimpin tidak menyelenggarakan pemilihan umum yang bebas dan adil. Sementara dalam demokrasi liberal, pemilu reguler menjadi sarana utama pergantian kekuasaan.

5. Checks and Balances

Sistem checks and balances antar lembaga negara nyaris tidak ada dalam demokrasi terpimpin. Hal ini berbeda dengan demokrasi liberal yang menekankan pengawasan dan keseimbangan kekuasaan.

6. Ideologi Negara

Demokrasi terpimpin menerapkan konsep NASAKOM, sementara demokrasi Pancasila berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila sebagai ideologi negara.

7. Peran Militer

Militer memiliki peran yang sangat besar dalam demokrasi terpimpin. Dalam demokrasi liberal, militer umumnya bersikap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis.

8. Hak Asasi Manusia

Perlindungan terhadap HAM cenderung lemah dalam demokrasi terpimpin. Sistem demokrasi modern menjadikan perlindungan HAM sebagai salah satu prinsip utama.

Perbedaan-perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun menggunakan istilah "demokrasi", sistem demokrasi terpimpin memiliki karakteristik yang jauh berbeda dengan konsep demokrasi pada umumnya.

Tokoh-tokoh Penting Era Demokrasi Terpimpin

Era demokrasi terpimpin ditandai dengan munculnya beberapa tokoh yang memainkan peran penting dalam dinamika politik Indonesia. Berikut adalah beberapa tokoh kunci beserta peran mereka:

1. Soekarno

Sebagai pencetus dan pelaksana utama demokrasi terpimpin, Soekarno memegang kekuasaan tertinggi sebagai Presiden. Ia mengeluarkan berbagai kebijakan dan doktrin seperti NASAKOM dan Manipol USDEK.

2. Jenderal A.H. Nasution

Sebagai Kepala Staf Angkatan Darat, Nasution berperan penting dalam meningkatkan pengaruh militer dalam pemerintahan. Ia juga menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan.

3. D.N. Aidit

Ketua CC PKI (Partai Komunis Indonesia) yang memiliki pengaruh besar dalam pemerintahan Soekarno. PKI menjadi salah satu kekuatan politik utama pada masa ini.

4. Mohammad Hatta

Meskipun telah mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden, Hatta tetap menjadi tokoh penting yang sering mengkritisi kebijakan Soekarno.

5. Subandrio

Menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dan Wakil Perdana Menteri, Subandrio adalah salah satu orang kepercayaan Soekarno dalam menjalankan politik luar negeri.

6. Chaerul Saleh

Salah satu tokoh muda revolusioner yang menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri. Ia berperan dalam perumusan berbagai kebijakan ekonomi dan politik.

7. Adam Malik

Meskipun awalnya mendukung demokrasi terpimpin, Adam Malik kemudian menjadi salah satu tokoh yang berperan dalam transisi ke Orde Baru.

8. Roeslan Abdulgani

Sebagai salah satu ideolog utama rezim Soekarno, Roeslan Abdulgani berperan dalam merumuskan dan mempropagandakan konsep-konsep demokrasi terpimpin.

Tokoh-tokoh ini memiliki peran dan pengaruh yang berbeda-beda, namun bersama-sama membentuk dinamika politik era demokrasi terpimpin. Interaksi dan konflik di antara mereka turut mewarnai perjalanan politik Indonesia pada periode tersebut.

Akhir Era Demokrasi Terpimpin

Era demokrasi terpimpin berakhir secara dramatis pada tahun 1965-1966. Beberapa faktor dan peristiwa kunci yang menandai berakhirnya periode ini antara lain:

1. Peristiwa G30S/PKI

Pada 30 September 1965, terjadi upaya kudeta yang kemudian dikenal sebagai G30S/PKI. Enam jenderal tinggi dan seorang perwira menengah Angkatan Darat diculik dan dibunuh. Peristiwa ini menjadi titik balik yang mengubah lanskap politik Indonesia secara drastis.

2. Munculnya Soeharto dan Angkatan Darat

Mayor Jenderal Soeharto, sebagai komandan KOSTRAD, mengambil alih kendali situasi pasca G30S. Ia berhasil menumpas gerakan ini dan secara bertahap mengambil alih kekuasaan dari Soekarno.

3. Supersemar

Pada 11 Maret 1966, Soekarno menandatangani Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang memberikan kewenangan kepada Soeharto untuk mengambil tindakan yang diperlukan guna memulihkan keamanan. Dokumen ini menjadi dasar legal bagi Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan.

4. Pembubaran PKI

PKI, yang sebelumnya menjadi salah satu kekuatan politik utama, dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Ribuan anggota dan simpatisan PKI ditangkap atau dibunuh dalam operasi pembersihan yang meluas.

5. Sidang MPRS 1966-1967

MPRS mengadakan sidang yang mencabut gelar presiden seumur hidup Soekarno dan menunjuk Soeharto sebagai Pejabat Presiden. Ini menandai berakhirnya secara resmi kekuasaan Soekarno.

6. Krisis Ekonomi

Kegagalan kebijakan ekonomi terpimpin mengakibatkan krisis ekonomi yang parah, dengan inflasi mencapai 650% pada tahun 1965. Hal ini turut berkontribusi pada merosotnya dukungan terhadap rezim Soekarno.

7. Tekanan Internasional

Kebijakan konfrontasi dengan Malaysia dan keluarnya Indonesia dari PBB mengakibatkan isolasi internasional. Hal ini mempersulit posisi Soekarno baik secara politik maupun ekonomi.

8. Perpecahan Elite Politik

Ketegangan antara berbagai faksi politik, terutama antara PKI, militer, dan kelompok agama, mencapai puncaknya pasca G30S. Hal ini melemahkan basis dukungan Soekarno.

Berakhirnya era demokrasi terpimpin menandai dimulainya era baru yang dikenal sebagai Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto. Periode ini membawa perubahan signifikan dalam orientasi politik, ekonomi, dan sosial Indonesia.

Kesimpulan

Demokrasi terpimpin merupakan fase penting namun kontroversial dalam sejarah Indonesia. Sistem ini mencerminkan upaya Soekarno untuk menciptakan model pemerintahan yang dianggapnya sesuai dengan kondisi Indonesia saat itu. Meski berhasil menciptakan stabilitas jangka pendek, demokrasi terpimpin juga membawa berbagai permasalahan yang akhirnya berkontribusi pada kejatuhannya.

Ciri-ciri utama demokrasi terpimpin seperti pemusatan kekuasaan pada presiden, pembatasan peran partai politik, dan peningkatan peran militer dalam pemerintahan, menunjukkan bahwa sistem ini lebih condong ke arah otoritarianisme daripada demokrasi dalam pengertian modern. Meski demikian, periode ini juga ditandai dengan upaya penguatan identitas nasional dan pencapaian di bidang politik luar negeri.

Berakhirnya era demokrasi terpimpin melalui peristiwa G30S dan naiknya Soeharto ke tampuk kekuasaan menandai perubahan besar dalam lanskap politik Indonesia. Pengalaman demokrasi terpimpin menjadi pelajaran berharga bagi bangsa Indonesia tentang pentingnya keseimbangan kekuasaan, perlindungan hak asasi manusia, dan partisipasi politik yang inklusif dalam membangun sistem pemerintahan yang demokratis dan berkelanjutan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Disclaimer: Artikel ini ditulis ulang oleh redaksi dengan menggunakan Artificial Intelligence

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya