Liputan6.com, Bergen - Dibingkai pegunungan tinggi, bertenger di tepian fjord -- teluk yang berasal dari lelehan gletser -- menakjubkan, Bergen, kota kedua terbesar di Norwegia, dianugerahi pemandangan yang luar biasa.
Bergen adalah pusat dari booming industri minyak dan gas di Norwegia. Kota yang kaya, sejahtera, tapi tak serakah.
Tak banyak pameran kemewahan di sana. Tak ada supercar berharga selangit dengan jendela yang supergelap, tak ada toko yang memajang tas-tas keluaran desainer, tanpa antrean orang-orang di luar klub malam eksklusif.
Ketika negara lain menggunakan uang dari minyak untuk foya-foya, warga Norwegia memilih berhemat. Uang minyak dan gas diendapkan dalam dana kesejahteraan atau Petroleum Fund of Norway (PFN). Memastikan generasi mendapat merasakan manisnya kekayaan sumber daya alam.
Dana yang besarnya mencapai lebih dari US$ 800 miliar, bisa membuat setiap warga negara Norwegia -- yang jumlahnya sedikit lebih banyak dari 5 juta jiwa, layak masuk kategori miliuner. Mereka punya tabungan raksasa!
Dan, warga kelihatannya puas dengan kondisi mereka. Berdasarkan studi Columbia University, Norwegia adalah salah satu negara paling bahagia di dunia.
"Kami harus menginvestasikan banyak uang sebelum bisa menggunakannya," kata Profesor Alexander Cappelen, dari Norway School of Economics, menjelaskan mengapa negara itu menghindari perangkap kekayaan besar dari minyak yang sejatinya cuma sesaat, seperti Liputan6.com kutip dari BBC, Selasa 26 Agustus 2014.
"Di negara lain, minyak lebih mudah diekstrak. Uang lebih gampang didapat," kata dia. "Kami berusaha menerapkan pola pikir yang benar, dengan menyadari dan mengetahui bahwa itu adalah sebuah rencana jangka panjang."
Pemerintah yang Bisa Dipercaya
Tak ada pengeluaran besar-besaran di Norwegia. Mereka patuh dan disiplin mengikuti pedoman yang menyebut hanya 4% dari surplus dana yang tersebut yang diinvestasikan ke proyek publik.
"Nyatanya, saat ini kami membelanjakan kurang dari 4%. Kami sedang menabung," kata Profesor Cappelen.
Ada beberapa alasan mengapa orang Norwegia merasa senang menyimpan kekayaan mereka. Menekan nafsu untuk hidup mewah. Salah satunya, kepercayaan.
"Agar sistem ini bisa bekerja, dibutuhkan level kepercayaan yang sangat besar," kata dia. "Rasa percaya bahwa uang itu tak akan diselewengkan, tak akan digunakan dengan cara yang tak dikehendaki."
Sebagai hasil dari demokrasi sosial dan kebijakan yang egalitarian, masyarakat Norwegia relatif homogen dan mampu membangun tingkat kepercayaan yang tinggi. "Kami percaya pada pemerintah. Yakin uang pajak kami akan dipergunakan dengan bijak"
Apakah warga Norwegia kaya karena memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi, atau warganya percaya karena mereka kaya?
"Kupikir karena keduanya," kata Profesor Cappelen. "Tingkat kepercayaan tinggi membuat pertumbuhan ekonomi lebih mudah.
Tapi booming minyak akan segera berakhir. Lalu, apa?
"Ekonomi Norwegia adalah dalam situasi yang sangat menguntungkan. Kita bicara tentang pergeseran bertahap selama beberapa tahun ke depan," kata Menteri Keuangan Norwegia, Siv Jensen. Meminimalisasi dampak negatif minyak.
Warga di sana pun dibiasakan untuk tak jor-joran. Norwegia memiliki tingkat biaya yang lebih tinggi daripada negara-negara lain.
Misalnya, secangkir cappuccino harganya bisa setara US$ 10. Lebih dari Rp 100 ribu. Namun, Tone Hartvedt dari Business Region Bergen mengatakan, itu harga yang wajar bila dibandingkan dengan tingkat pendapatan.
"Mungkin terdengar mengejutkan. Namun, buat kami itu tak mahal," kata dia. "Kebanyakan dari kami punya rumah atau kabin liburan musim panas dan musim dingin. Kami mampu hidup di sini dengan nyaman."
Bukan cuma secangkir kopi. Harga sepaket pasta, roti, keju, dan tomat cincang bisa mencapai US$ 50.
Meski menjadi salah satu negara eksportir minyak terbesar, jangan harap harga BBM murah di sana. Tak ada energi yang diboroskan, tak sampai ada kelangkaan BBM dan antrean panjang kendaraan atau jeriken.
"Tapi, itu berarti kami membayar upah para pekerja dengan baik, yang dengan itu mereka bisa memiliki kualitas hidup yang pantas. Tak seperti di tempat lain, London misalnya," kata Hartvedt. "Kami menghargai kerja keras. Di sini kami tak percaya dengan anggapan bahwa pekerja yang mendapat bayaran tinggi di perusahaan mendapat gaji yang sangat jauh berbeda ketimbang pekerja dengan bayaran terendah. Juga tak berarti orang-orang berbakat lari ke negara lain di mana mereka akan dibayar lebih mahal."
Para pekerja kasar pun mendapat penghargaan pantas.
Jadi, apakah orang Norwegia merasa kaya? "Tidak, kami tidak memikirkan hal-hal seperti itu, semua itu demi masa depan," katanya.
Kata Kunci
Advertisement
Di sebuah pulau, setengah jam dari Bergen, terdapat Coast Center Base (CCB), fasilitas pendukung industri gas dan minyak. Ada rig, mesin minyak yang mengeluarkan nyala api merah.
"Aku masih ingat hari-hari di mana banyak petani dan nelayan di Norwegia. Kehidupan sudah berubah untuk kebanyakan orang Norwegia," kata kepala eksekutif CCB, Kurt Andreassen.
"Pangkalan ini dibangun pada 1974, ada banyak perubahan besar dalam beberapa dekade. Tingkat kesejahteraan sangat tinggi, beda jauh dengan 40 tahun lalu. Makin banyak orang terdidik."
Suatu saat nanti minyak niscaya akan habis. "Norwegia akan bertahan, namun akan ada banyak tantangan bagi kami," kata dia. "Untuk memanfaatkan keahlian kami dan menggunakannya di bidang lain."
Di tempat terpisah, kekhawatiran terbesit di hati Dag Rune Olsen, rektor Bergen University. "Saya khawatir kami tak berinvestasi cukup ke hal-hal yang bisa menghasilkan pendapatan dalam beberapa dekade mendatang," kata dia. "Jelas kami perlu mencari sumber-sumber pendapatan lain, dan sekarang kami memiliki kemampuan untuk berinvestasi. Itu mendesak dilakukan."
Kesadaran bahwa minyak suatu hari nanti akan habis menjadi kata kunci. Itu menjelaskan mengapa mobil-mobil Volvo second-hand lah melaju di jalanan kota Bergen. Bukan Porsche atau Bentley mewah yang merajai jalanan London, New York, bahkan Jakarta.
Ketika tetes minyak terakhir diangkat dari bumi Norwegia, setidaknya warga tak gamang akan masa depan.
"Kami berada di Norwegia, tak merasa khawatir pada hal-hal seperti itu," kata salah satu mahasiswa Norway School of Economics. "Kami akan bekerja keras dan mendapatkan pekerjaan."
Optimisme yang besar. 'Kutukan' minyak tak berlaku di sana. (Rmn)