Liputan6.com, Jakarta Tak sedikit kaum Yazidi yang disandera oleh kelompok yang menyebut diri mereka Islamic State of Iraq and Syria atau ISIS. Mereka yang berhasil lolos dan menyelamatkan diri pun mengidap trauma.
Seorang wanita yang disandera kelompok militan itu, menceritakan pengalaman pahitnya dari balik 'penjara ISIS'. Ia mengaku kondisinya yang dialaminya sangat menyedihkan.
Dalam wawancara telepon dengan BBC yang dikutip Jumat (10/10/2014), wanita Yazidi yang disekap di Erbil, kawasan Kurdi, Irak, itu mengatakan masa depan anak-anaknya suram akibat penculikan tersebut.
"Kami masih mengenakan baju yang kami pakai saat mereka menyandera. Saat musim dingin, menjadi semakin sulit (karena tak ada pakaian tambahan). Anak-anakku dulu seperti bidadari, namun mereka berubah total sekarang karena penculikan yang mereka alami," kata wanita itu melalui ponsel yang berhasil dia sembunyikan.
"Mereka tampak tidak seperti anak-anak lagi atau bahkan seperti manusia. Jatah makanan yang diberi untuk para tawanan terus berkurang," ujar wanita itu yang identitas dan lokasinya dirahasiakan.
Sekitar 1.500 orang disekap oleh ISIS dalam kondisi menyedihkan di desa-desa di propinsi Ninevah, menurut para aktivis Yazidi. Banyak di antaranya dilaporkan mengalami tanda-tanda dehidrasi, penyakit kulit, dan masalah kejiwaan setelah lebih dari dua bulan disekap.
Mereka diculik saat ISIS menyerang desa-desa dan kota Yazidi di kawasan itu. Mereka disandera di sekolah, penjara dan rumah-rumah.
"Kami menunggu bantuan selama hampir dua bulan namun tidak ada yang terjadi sejauh ini. Saya ingin mati untuk mengakhiri penderitaan," kata wanita itu.
Ia mengatakan anak laki-lakinya yang berusia 13 tahun dibawa oleh anggota ISIS untuk berperang. "Kami tidak tahu apa yang terjadi dengan mereka. Anak-anak perempuan juga dibawa," sambung wanita itu.
Sementara ribuan warga Yazidi lain terjebak di pegunungan karena serangan ISIS.
Advertisement
Di mana masyarakat internasional?
Sebagian pengungsi Yazidi dapat memberitahu keluarga tentang keberadaan mereka melalui ponsel yang berhasil mereka sembunyikan.
"Pemerintah Amerika, Inggris dan Irak telah diberi tahu tentang keberadaan para tawanan, namun mereka tidak melakukan apapun," kata Nareen Shammo, seorang aktivis Yazidi yang dulu bekerja di stasiun TV Kurdi.
Ia keluar dari pekerjaan dan memusatkan diri untuk mengumpulkan informasi tentang warga Yazidi yang diculik. Sejauh ini, Nareen telah mengkontak 70 di antaranya.
Ia telah menyuarakan kelompok Yazidi kepada dunia luar. Nareen kerap berbicara secara rutin dengan sebagian kaum Yazidi yang diculik. Ia juga mendokumentasikan cerita mereka.
"Jumlah orang yang saya kontak semakin berkurang. Terkadang anggota ISIS yang menemukan mereka memiliki ponsel menyitanya. Sebagian anak perempuan yang aku kontak mengaku dijual dan dibawa keluar dari Irak ke Suriah, Arab Saudi, dan Pakistan," beber Nareen.
Nareen membantu membentuk kelompok Yazidi di seluruh dunia, sehingga nasib mereka tidak dilupakan. Dokumentasi yang dikumpulkan Nareen termasuk terkait dengan mereka yang diculik dan dibunuh.
Namun ia merasa frustasi atas apa yang ia gambarkan 'diamnya dunia melihat kekejaman yang dialami komunitasnya.'
Wanita Yazidi yang diwawancara BBC melalui telepon mengatakan, "Masih berharap (dibebaskan dari ISIS) namun sampai kapan? Di mana masyarakat internasional?" kata dia sambil menangis di telepon. (Yus)