Liputan6.com, Siberia - Sejumlah lubang misterius mirip sinkhole (lubang runtuhan) yang berukuran raksasa ditemukan di Siberia, salah satunya di wilayah terpencil di Semenanjung Yamal, yang berarti 'akhir dunia', dalam bahasa penduduk asli Nenets. Penemuan tersebut memicu banyak spekulasi tentang asal-usulnya. Kini, sebuah laporan tersebut menawarkan penjelasan alternatif soal teka-teki lubang tersebut, bahkan mengklaim ada kaitannya degan misteri Segitiga Bermuda. Apa hubungannya?
Namun, sejumlah ilmuwan lain yang tak terlibat dalam penyusunan laporan terbaru berpendapat, mekanisme sinkhole yang aneh itu, bagaimanapun, tak menjelaskan peristiwa kehilangan kapal, pesawat, atau manusia di Segitiga Bermuda -- area laut imajiner yang menghubungkan 3 wilayah yaitu Bermuda, San Juan - Puerto Rico, dan Miami di Amerika Serikat.
Juli lalu, penggembala rusa Siberia menemukan kawah raksasa yang menganga di Semenanjung Yamal. Tak hanya itu, 2 lubang aneh lain juga ditemukan, satu di Distrik Taz dan lainnya di Semenanjung Taymyr. Sementara para ilmuwan berspekulasi soal penyebanya, asal usul mereka masih jadi misteri.
Pada bulan yang sama, ilmuwan Rusia menuliskan studi mereka di jurnal Nature, yang menyebut ledakan gas yang terperangkap dalam permafrost atau tanah beku -- yang dikenal sebagai metana hidrat (methane hydrates) -- mungkin membentuk sinkhole raksasa itu. Mereka menyebut, udara dekat dasar kawah diketahui mengandung konsentrasi tinggi metana yang luar biasa.
Kini, para peneliti bahkan melompat lebih jauh dengan mengatakan bahwa metana hidrat bertanggung jawab atas lenyapnya kapal dan pesawat serta manusia di Segitiga Bermuda -- yang sampai kini belum terungkap. Demikian dikabarkan Siberian Times, yang mengutip laporan Science in Siberia -- media mingguan yang diterbitkan cabang Russian Academy of Sciences.
Meski keberadaan Segitiga Bermuda masih kontroversial, para ilmuwan berpegang pada gagasan bahwa terlepasnya gas metana bisa menenggelamkan kapal di sejumlah perairan.
"Jadi mungkin bahwa sinkhole yang sama, yang terbentuk di laut, juga memproduksi gas hidrat yang terdekomposisi," kata Vladimir Romanovsky, ahli geofisika yang mempelajari permafrost dari University of Alaska Fairbanks, yang tak terlibat dalam penelitian, seperti dikutip dari situs sains LiveScience, Rabu (15/9/2014).
Metana biasanya relatif padat di dasar laut. Stabil pada tekanan lebih dari 35 bar dan pada suhu rendah. Namun, sekali robek, ia akan pecah dan membentuk gelembung gas yang naik lalu meledak di permukaan air.
"Gas hidrat diketahui ada di sepanjang tepi benua di Atlantik Utara AS, dengan area luas di Blake Ridge sebelah utara Segitiga Bermuda," kata Benjamin Phrampus, ilmuwan bumi dari Southern Methodist University, Dallas.
Tenggelamkan Kapal
Dalam studi yang dipublikasikan American Journal of Physics pada 2003, gelembung yang muncul dari lepasnya metana dari dasar laut memang bisa membuat sebuah kapal tenggelam.
Dalam melakukan studi tersebut, para ilmuwan membuat model lambung kapal dan melepaskan gelembung di bawahnya, dan merekam apa yang terjadi. Ternyata, jika kapal tersebut berada tepat di atas gelembung, maka ia akan kehilangan daya apung dan karam.
Namun, meski fenomena tersebut berlaku pada model kapal, belum ada bukti bahwa itu terjadi di dunia nyata. Demikian kata Phrampus. Apalagi, pelepasan metana dalam skala besar tak pernah dilaporkan sepanjang sejarah -- terkait hilangnya kapal dan pesawat di area diduga Segitiga Bermuda.
Advertisement
Kali terakhir lantai laut di area itu menjadi ventilasi gas adalah setelah Zaman Es (ice age), sekitar 20 ribu tahun lalu.
"Aku menganggap itu sebagai teori yang menarik. Tak lebih," kata Phrampus.
Angkatan Laut AS atau US Navy tidak meyakini adanya Segitiga Bermuda. Sementara U.S. Board on Geographic Names tidak mengakuinya sebagai nama resmi. Belakangan, menurut pasar asuransi Lloyd's of London, tak ada lagi kapal yang tenggelam di area itu. (Riz)