Prediksi Ahli Prancis tentang Detik-detik Terakhir AirAsia QZ8501

Tak ada yang tahu apa yang terjadi setelah pukul 06.18 WIB, saat AirAsia QZ8501 hilang dari radar, tanpa sempat melepas sinyal bahaya

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 07 Jan 2015, 12:19 WIB
Diterbitkan 07 Jan 2015, 12:19 WIB
Ilustrasi AirAsia (Liputan6.com/Yoshiro)
Ilustrasi AirAsia (Liputan6.com/Yoshiro)

Liputan6.com, Paris - "Di hari ulang tahunku, aku akan menghabiskan waktu, sendirian, di laut." Itu yang disampaikan The Meiji Thejakusuma pada sang keponakan, Eric.

Setelah itu, perempuan asal Surabaya itu, juga keluarganya bertolak ke Singapura menggunakan penerbangan AirAsia QZ8501 pada 28 Desember 2014. Dari Negeri Singa, ia akan naik kapal pesiar yang akan membawanya ke Malaysia dan Thailand. Namun pesawat yang ditumpanginya itu tak pernah sampai ke tujuan. Berakhir di Selat Karimata, dekat Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah.

Sabtu 3 Januari 2015, bertepatan dengan hari ulang tahunnya yang ke-45, jasad The Meiji diserahkan ke pihak keluarga.

Hingga Rabu siang ini, baru 40 dari 162 orang di dalam QZ8501 yang telah ditemukan. Semua diangkat dalam kondisi tak bernyawa. Yang lain diduga terjebak di badan pesawat yang entah di mana keberadaannya.

Sebelum kotak hitam ditemukan, tak ada yang tahu persis apa yang terjadi setelah pukul 06.18 WIB, saat AirAsia QZ8501 hilang dari radar, tanpa sempat melepas sinyal bahaya (distress call). Banyak pihak menyamakan musibah tersebut dengan insiden Air France Penerbangan 447 yang celaka di Samudera Atlantik.

Jean-Paul Troadec, mantan anggota badan investigasi kecelakaan udara, yang bertugas saat Air France 447 celaka, menduga, AirAsia QZ8501 jatuh dalam kondisi horizontal saat terjun ke laut.

Ukuran puing dan kondisi jenazah yang ditemukan, menurut dia, mengindikasikan, pesawat mungkin meluncur ke air.

"Potongan-potongan pesawat tak terlalu terfragmentasi, relatif besar ukurannya," kata dia seperti Liputan6.com kutip dari NBC News,  Rabu (7/1/2015). "Fakta bahwa jasad relatif utuh mengindikasikan bahwa tabrakan (impact) tidak terlalu keras. Kapal terbang itu kemungkinan dalam posisi horizontal saat jatuh ke laut."

Komentar  Troadec disampaikan pasca-temuan serpihan diduga bagian Airbus A320 AirAsia QZ8501 yang ditemukan kapal Angkatan Laut Amerika Serikat. USS Fort Worth menemukan objek-objek tersebut di dasar laut, yang hingga kini masih berusaha diidentifikasi.

Meski Laut Jawa relatif dangkal, tak mudah untuk melakukan evakuasi -- korban maupun kotak hitam pesawat. Belum ditemukan sinyal 'ping' dari kotak hitam yang mengindikasikan posisi pasti bagian pesawat terbesar.

"Masalahnya mungkin...di dasar laut sana kondisinya sangat berlumpur. Jadi bisa jadi kotak perekam data penerbangan terkubur lumpur sehingga sinyal tak bisa didengar," kata Troadec.

"Masalah lain adalah lingkungan yang berisik di sana, karena deburan ombak atau dari kapal lain yang lalu lalang. Tak ada alasan untuk menduga bahwa pemancar 'ping' tidak bekerja, sebab instrumen itu didesain untuk bekerja dalam kondisi kecelakaan."

Soal penyebab, Troadec menduga, badai yang terjadi di area di mana pesawat jatuh, adalah salah satu faktor penyebab celaka. "Namun bukan berarti itu satu-satunya faktor," kata dia.

Sebab, meski mesin pesawat rusak oleh es di tengah cuaca buruk, pesawat modern dirancang untuk tetap meluncur. "Bahkan jika mesin berhenti, mati, pilot bisa me-restart mesin. Jadi sangat prematur untuk menyimpulkan bahwa icing pada mesin adalah penyebab pesawat."

Apapun, kuncinya ada pada kotak hitam. "90 persen informasi yang dibutuhkan dalam investigasi ada di sana."  (Ein/Yus)



Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya