2014, Tahun Paling Panas

Menurut NASA, tahun 2014 adalah yang terpanas sejak tahun 1880 -- sejak pencatatan kali pertamanya dilakukan.

oleh Elin Yunita Kristanti diperbarui 19 Jan 2015, 16:18 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2015, 16:18 WIB
Anomali suhu Bumi 2014
Anomali suhu Bumi 2014 (NASA's Goddard Space Flight Center)

Liputan6.com, New York - Sepanjang tahun 2014 lalu, banyak orang yang mengeluhkan cuaca terik yang terasa menyengat. Tak hanya di Jakarta atau wilayah Indonesia lain, hal serupa juga dirasakan di belahan Bumi lainnya.

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) bahkan menyebut, 2014 sebagai tahun paling panas. Yang terpanas sejak tahun 1880 -- sejak pencatatan kali pertamanya dilakukan.

Seperti Liputan6.com kutip dari situs sains SPACE.com, Senin (19/1/2014), menurut ilmuwan AS, setiap benua mencatatkan rekor panas tahun lalu. Bahkan Samudera Pasifik tak biasanya hangat meski tak ada El Nino yang terdeteksi.

Suhu daratan maupun laut memecahkan rekor sebelumnya pada 2005 dan 2010. Demikian diumumkan ilmuwan dari NASA dan  National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA).

Pada 2014, suhu rata-rata global mencapai 1,24 derajat Fahrenheit atau 0,69 derajat Celcius lebih tinggi dari rata-rata suhu pada Abad ke-20 yakni 57,1 derajat Fahrenheit atau 14 derajat Celcius. Lima bulan dalam tahun 2014 mencatatkan rekor baru, yakni Mei, Juni, Agustus, September, dan November.

"Gas rumah kaca lah yang bertanggung jawab atas mayoritas tren jangka panjang," kata Gavin Schmidt, Direktur Goddard Institute for Space Studies di New York.

Tahun lalu, level karbondioksida pada atmosfer mencapai 400 bagian per sejuta (ppm) untuk kali pertamanya. Yang tertinggi sepanjang sejarah manusia.

Catatan suhu tahun ini berada di jalur yang sama dengan tren pemanasan sejak tahun 1970-an. Sementara setiap tahun bisa dilihat suhu yang mirip ayunan -- naik dan turun dari rata-rata jangka panjang, tren secara keseluruhan saai ini menunjukkan kenaikan yang stabil.

"Pola seperti ini akan terus terjadi," kata Tom Karl, Direktur National Climatic Data Center NOAA di Asheville, North Carolina. "Ada variabilitas tahunan yang cukup besar."

Emisi gas rumah kaca yang terus menerus akan mengakibatkan kenaikan suhu tahunan dalam waktu dekat. "Bagiku tak mengejutkan jika tahun depan akan diawali dengan El Nino yang akan meningkat," kata Schmidt.

El Nino adalah gejala penyimpangan (anomali) pada suhu permukaan Samudra Pasifik di pantai Barat Ekuador dan Peru yang lebih tinggi daripada rata-rata normalnya. Siklus iklim El Nino Samudera Pasifik memancarkan sejumlah besar panas dan kelembaban ke atmosfer.

El Nino yang terjadi pada 1997-1998 memecahkan rekor suhu global saat itu. Tahun 1998 masih jadi tahun paling panas keempat hingga saat ini.

Namun, 2014 memecahkan rekor suhu udara tanpa dorongan dari El Nino. "Itu karena Bumi lebih panas dari 10 atau 100 tahun lalu. Ada kecenderungan naik, jadi tak ada salahnya kita menyiapkan diri menghadapi rekor yang lebih panas di tahun-tahun mendatang," kata Schmidt.

2014 juga dinyatakan sebagai tahun paling panas oleh Badan Meteorologi Jepang atau  Japan Meteorological Agency (JMA) -- 1 dari 4 pengamat cuaca terbaik dunia.

Menurut JMA, rata-rata suhu global pada 2014 adalah 1,1 F atau 0,63 C lebih tinggi dari rata-rata suhu pada Abad ke-20. Hadley Center di Inggris juga rajin mengamati suhu global. Namun, sejauh ini badan tersebut belum merilis temuannya.

Sementara, Februari 1985 adalah terakhir kali suhu global turun di bawah rata-rata bulanan Abad ke-20. Demikian ujar ahli meteorologi, Marshall Shepherd, Direktur Atmospheric Sciences Program, University of Georgia.

Salah satu titik terdingin tahun lalu adalah wilayah tengah dan timur Amerika Utara -- yang mengalami musim dingin ekstrem 2013-2014. Meski bagian tengah dan timur AS menggigil akibat dingin, kawasan Barat dihantam gelombang panas. Suhu panas dirasakan di California, Arizona, Alaska, dan Nevada memecahkan rekor.

Seperti dikutuip dari VOA, menurut NASA, sejak tahun 1880, rata-rata suhu permukaan bumi naik sekitar 0,8 derajat Celcius, fenomena ini terutama karena peningkatan karbon dioksida dan emisi lain manusia ke dalam atmosfer bumi, terutama dalam 30 tahun terakhir. (Ein/Riz)

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya