Liputan6.com, Cape Carnaveal - Bintang katai putih (white dwarf star) yang ada di Konstelasi Virgo bertindak seperti 'Death Star' atau (DS-1 Orbital Battle Station) yang ada dalam film Star Wars.
Death Star digambarkan sebagai stasiun luar angkasa fiksi yang konon mampu menghancurkan planet-planet dengan laser raksasanya. Katai putih yang mendekati akhir hidupnya itu pun bisa berubah menjadi 'penghancur' atau 'pembunuh'.
Seperti halnya bukti forensik dalam kasus-kasus kriminal, para astronom menemukan petunjuk sebuah kasus 'pembunuhan', ketika sebuah planet sedang dicabik-cabik oleh bintang induknya.
Dalam observasi terhadap bintang katai putih WD 1145+017, para astronom yang dipimpin Andrew Vanderburg dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) menemukan sejumlah material pecahan planet di orbit yang terdeteksi teleskop luar angkasa Kepler milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA).
Massa puing tersebut diperkirkaan seukuran Ceres, asteroid raksasa yang terletak dalam sabuk asteroid sistem Tata Surya kita.
Pecahan tersebut mengorbit antara 4,5 hingga 4,9 jam. Terlalu kecil untuk diamati. Para ilmuwan baru menyadari kehadiran mereka dari awan debu besar yang mengekornya.
Maka, pengamatan pun diperkuat dengan menggunakan teleskop di darat -- untuk menguraikan unsur-unsur apa yang berada di dalam puing-puing tersebut.
Jejak berdebu di antara puing-puing di sekitar WD 1145+017 diketahui mengandung magnesium, aluminium, dan silikon.
Unsur-unsur tersebut menjadi bukti bahwa bintang katai kecil itu sedang melakukan 'pembunuhan'.
Unsur-unsur itu adalah elemen dari planet kecil berbatu yang sedang dirobek-robek dan ditumbuk hingga jadi debu. Ini kali pertamanya katai putih terpergok sedang melakukan aksinya.
"Itu adalah hal yang belum pernah disaksikan manusia sebelumnya," kata astrofisikawan dari Andrew Vanderburg seperti dikutip dari News.com.au, Kamis (22/10/2015). "Kita sedang menyaksikan bagaimana tata surya dihancurkan."
Ia menambahkan, fenomena tersebut akan mengubah pengetahuan kita tentang alam semesta.
WD 1145+017, yang terletak 750 tahun cahaya jauhnya dari Bumi. Awalnya ia seperti Matahari, namun ketika energinya habis, bintang itu berubah jadi raksasa merah. Dan saat selubung nebula (awan antarbintang) tertiup, meninggalkannya, yang tersisa adalah bintang katai putih.
"Saat ini kita memiliki 'smoking gun' yang mengaitkan polusi di sekitar katai putih dengan kehancuran sebuah planet berbatu," kata Vanderburg.
Sementara, fisikawan University of New South Wales dan penulis studi, Rob Wittenmyer mengungkapkan, temuan tersebut sangat penting.
"Kami sudah mengetahui bahwa hal itu terjadi, namun menangkap proses tersebut menvalidasi teori yang kami miliki," kata dia. "Semua planet pecah di dekat sebuah katai putih adalah peristiwa yang langka. Mungkin proses itu bertahan beberapa ribu tahun. Atau dalam dunia kita ibaratnya, 'hanya sekejap mata'."
Meski peristiwa tersebut menggambarkan saat-saat menjelang kematian tata surya, Wittenmyer mengatakan, bukan berarti dunia kita bakal menemui nasib serupa.
Matahari kita diperkirakan bisa bertahan sekitar 5 miliar tahun lagi, sebelum berubah jadi bola merah raksasa, dan saat semua energinya menguap, yang tertinggal adalah sebuah katai putih. Jadi bintang kerdil -- yang akan menyedot dan menghancurkan planet-planet di sekitarnya.
"Lima miliar tahun adalah waktu yang lama," kata Wittenmyer. Studi tersebut dijelaskan secara detil dalam jurnal ilmu pengetahuan, Nature. (Ein/Tnt)
Baca juga:
Berapa Lama Lagi Bumi Mampu Bertahan Hingga `Kiamat` Datang?
Energi & Tambang