Liputan6.com, Jakarta Pada tahun 2025, berbagai fenomena astronomi yang menakjubkan akan menghiasi langit di berbagai belahan dunia. Fenomena-fenomena ini menjadi momen yang dinantikan oleh para pengamat langit, baik dari kalangan astronom profesional maupun pecinta astronomi amatir. Dikutip dari Time and Date, setidaknya ada delapan peristiwa langit yang patut diperhatikan, mulai dari hujan meteor, gerhana, hingga fenomena langka yang hanya terjadi dalam kurun waktu tertentu.
Salah satu fenomena yang paling menarik untuk diikuti adalah gerhana Bulan total. Fenomena ini terjadi ketika Bumi berada di antara Matahari dan Bulan, sehingga bayangan Bumi sepenuhnya menutupi Bulan. Saat fase totalitas berlangsung, Bulan akan tampak berwarna merah keemasan, yang sering disebut sebagai "Blood Moon". Fenomena ini selalu menarik perhatian banyak orang karena keindahannya yang dramatis dan prosesnya yang menakjubkan.
Advertisement
Baca Juga
Menurut Profesor Riset Astronomi dan Astrofisika dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Thomas Djamaluddin, beberapa fenomena alam dapat diamati langsung dari Indonesia. Ini menjadi kesempatan istimewa bagi masyarakat di Tanah Air untuk menyaksikan fenomena langka ini tanpa perlu menggunakan teleskop atau peralatan khusus. Selain menjadi tontonan yang memukau, fenomena astronomi ini juga menjadi ajang edukasi untuk lebih memahami pergerakan benda langit dan keteraturan alam semesta.
Advertisement
Simak penjelasan lebih lengkap yang dirangkum dari berbagai sumber, Kamis (3/4/2025).
Memahami Apa Itu Astronomi
Astronomi adalah cabang ilmu pengetahuan yang secara khusus mempelajari alam semesta, termasuk benda-benda langit seperti bintang, planet, galaksi dan fenomena kosmik lainnya. Menurut Institut Teknologi Bandung (ITB), astronomi secara garis besar menggunakan prinsip-prinsip matematika dan fisika untuk mengamati, menganalisis, serta memodelkan berbagai objek di luar angkasa. Studi ini memungkinkan kita untuk memahami asal-usul, sifat fisika dan kimia, meteorologi, serta dinamika pergerakan benda langit. Ilmu astronomi juga menjelaskan bagaimana berbagai unsur dalam alam semesta terbentuk dan berkembang seiring waktu, sebagaimana yang didefinisikan oleh Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS).
Sejarah mencatat bahwa astronomi telah dipelajari sejak peradaban kuno, meskipun dalam bentuk yang lebih sederhana dan terbatas. Sebelum teleskop ditemukan, pengamatan astronomi dilakukan hanya dengan mata telanjang, sehingga informasi yang dapat diperoleh mengenai benda langit sangat terbatas. Namun, setelah Galileo Galilei mengembangkan teleskop pada awal abad ke-17, astronomi berkembang menjadi ilmu yang lebih sistematis dan akurat. Dengan alat ini, para astronom dapat mengamati permukaan Bulan, fase Venus, cincin Saturnus, serta bintang-bintang yang sebelumnya tidak terlihat oleh mata manusia. Perkembangan teknologi selanjutnya, seperti teleskop radio, teleskop luar angkasa, dan teknik pencitraan digital, semakin memperkaya pemahaman manusia tentang jagat raya.
Berdasarkan penelitian oleh J. McKim Malville, seorang profesor emeritus di University of Colorado dan ahli dalam bidang arkeoastronomi, pengamatan astronomi pertama kali tercatat sekitar 7.000 tahun yang lalu. Pada masa itu, kelompok masyarakat nomaden di sabana Afrika telah mengamati pergerakan bintang di langit dan mendokumentasikannya di situs bernama Nabta Playa. Mereka membangun lingkaran batu yang diyakini sebagai struktur astronomi tertua di dunia untuk melacak titik balik matahari musim panas. Pengamatan ini membantu mereka dalam memahami perubahan musim dan menentukan waktu terbaik untuk berburu serta mencari sumber air.
Ilmu astronomi tidak hanya memiliki peran dalam pemahaman alam semesta, tetapi juga memberikan manfaat praktis bagi kehidupan manusia. Misalnya, astronomi telah berkontribusi dalam pengembangan teknologi navigasi, komunikasi satelit, dan eksplorasi ruang angkasa. Selain itu, pemahaman terhadap fenomena luar angkasa juga membantu ilmuwan dalam mempelajari dampak radiasi kosmik terhadap Bumi, mengidentifikasi ancaman dari asteroid atau komet, serta mencari kemungkinan kehidupan di luar planet kita.
Dengan demikian, astronomi adalah ilmu yang luas dan melibatkan berbagai disiplin ilmu, seperti matematika, fisika, kimia, dan meteorologi. Melalui observasi dan analisis terhadap benda-benda langit, ilmu ini memberikan wawasan mendalam mengenai asal-usul dan evolusi alam semesta, serta fenomena-fenomena luar angkasa yang terus memukau dan menantang pemahaman manusia.
Advertisement
Fenomena Astronomi yang Akan Terjadi pada Tahun 2025
Tahun 2025 akan menjadi tahun yang menarik bagi para pecinta astronomi, dengan berbagai fenomena langit yang menakjubkan dapat diamati dari berbagai belahan dunia. Dari hujan meteor yang spektakuler hingga gerhana yang memukau, berikut adalah daftar fenomena astronomi yang akan terjadi sepanjang tahun 2025.
1. Hujan Meteor Quadrantids (3-4 Januari 2025)
Hujan meteor Quadrantids adalah salah satu hujan meteor pertama yang terjadi setiap tahun dan dikenal sebagai salah satu yang paling intens. Hujan meteor ini mencapai puncaknya pada tanggal 3 hingga 4 Januari 2025 dan dapat menghasilkan hingga 40 meteor per jam di bawah kondisi langit yang gelap dan bebas dari polusi cahaya.
Quadrantids berasal dari sisa-sisa asteroid 2003 EH1, yang diyakini sebagai pecahan dari komet yang hancur berabad-abad lalu. Meteor-meteor ini bergerak dengan kecepatan tinggi dan sering kali menghasilkan cahaya terang saat memasuki atmosfer Bumi. Pengamat yang berada di belahan Bumi utara akan memiliki kesempatan terbaik untuk melihat hujan meteor ini, terutama di daerah yang jauh dari cahaya kota.
2. Gerhana Bulan Total (14 Maret 2025)
Gerhana Bulan total akan terjadi pada tanggal 14 Maret 2025 dan merupakan salah satu fenomena astronomi yang paling dinantikan. Gerhana ini terjadi saat Bulan melewati bayangan umbra Bumi, mengakibatkan permukaannya berubah warna menjadi merah darah atau oranye gelap. Warna ini muncul karena cahaya Matahari yang dibiaskan oleh atmosfer Bumi dan memancarkan warna merah ke arah Bulan.
Gerhana ini akan terlihat jelas di seluruh Amerika Utara, Meksiko, Amerika Tengah, dan Amerika Selatan. Sayangnya, bagi pengamat di Asia, termasuk Indonesia, fenomena ini tidak dapat diamati secara langsung karena terjadi pada siang hari.
3. Gerhana Matahari Sebagian (29 Maret 2025)
Gerhana Matahari sebagian terjadi saat Bulan hanya menutupi sebagian piringan Matahari, menciptakan tampilan seperti "gigitan" pada Matahari. Fenomena ini tidak sejelas gerhana total, tetapi tetap menarik untuk diamati menggunakan filter khusus Matahari.
Gerhana ini akan terlihat dengan baik di Greenland, sebagian besar Eropa utara, serta Rusia bagian utara. Di wilayah Kanada, cakupan gerhana mencapai sekitar 93 persen, menjadikannya salah satu lokasi terbaik untuk mengamati fenomena ini.
4. Pink Moon (13 April 2025)
Bulan purnama pada bulan April sering disebut sebagai "Pink Moon" atau "Bulan Merah Muda". Nama ini berasal dari budaya suku asli Amerika yang mengaitkan fenomena ini dengan mekarnya bunga liar Phlox berwarna merah muda yang muncul di awal musim semi.
Fenomena ini akan terjadi pada 13 April 2025 pukul 00.24 UTC atau sekitar pukul 07.24 WIB. Meskipun namanya "Pink Moon", Bulan tidak benar-benar berwarna merah muda, melainkan akan tampak seperti purnama biasa dengan cahaya putih terang.
5. Hujan Meteor Perseids (12-13 Agustus 2025)
Hujan meteor Perseids adalah salah satu hujan meteor terbaik sepanjang tahun yang terjadi antara 17 Juli hingga 24 Agustus. Puncaknya pada 12-13 Agustus 2025 akan menampilkan hingga 60 meteor per jam.
Hujan meteor ini berasal dari sisa-sisa komet Swift-Tuttle yang ditemukan pada tahun 1862. Meteor-meteor Perseids terkenal karena kecepatan tinggi dan kilatan terang saat memasuki atmosfer Bumi. Pengamat yang berada di lokasi gelap dengan langit yang cerah akan memiliki kesempatan terbaik untuk melihat fenomena ini.
6. Gerhana Bulan Total (7 September 2025)
Gerhana Bulan total akan kembali terjadi pada tanggal 7 September 2025 dan akan terlihat di seluruh Asia, Australia, serta bagian tengah dan timur Eropa serta Afrika. Berbeda dengan gerhana sebelumnya, kali ini fenomena ini dapat diamati langsung di Indonesia.
Gerhana ini terjadi ketika Bumi sepenuhnya menghalangi cahaya Matahari ke Bulan, menyebabkan warna kemerahan yang khas muncul. Ini adalah kesempatan langka bagi masyarakat di Asia untuk menyaksikan keindahan gerhana Bulan total secara langsung.
7. Gerhana Matahari Sebagian (21 September 2025)
Gerhana Matahari sebagian lainnya akan terjadi pada 21 September 2025. Fenomena ini hanya dapat dilihat di Selandia Baru, Antarktika, dan Samudra Pasifik bagian selatan.
Gerhana ini diprediksi paling jelas terlihat dari Selandia Baru dengan cakupan sebesar 76 persen. Meskipun tidak seindah gerhana total, tetap menjadi peristiwa menarik bagi para pengamat langit di wilayah tersebut.
8. Hujan Meteor Geminids (13-14 Desember 2025)
Geminids sering disebut sebagai "raja hujan meteor" karena merupakan salah satu yang paling spektakuler dengan rata-rata 120 meteor berwarna-warni per jam pada puncaknya. Fenomena ini berasal dari asteroid 3200 Phaethon yang ditemukan pada tahun 1982.
Tidak seperti kebanyakan hujan meteor yang berasal dari komet, Geminids berasal dari asteroid, yang menyebabkan meteor-meteor ini lebih terang dan lebih tahan lama dibandingkan hujan meteor lainnya. Hujan meteor Geminids berlangsung antara 7 hingga 17 Desember, dengan puncaknya pada malam 13-14 Desember 2025. Langit yang cerah dan jauh dari polusi cahaya akan menjadi kondisi ideal untuk mengamati fenomena menakjubkan ini.
