Investigasi Kasus HAM Presiden Baru Filipina Terpaksa Dihentikan

Berhentinya investigasi atas kasus ini dilakukan karena saksi tunggal tiba-tiba menghilang.

oleh Andreas Gerry Tuwo diperbarui 22 Mei 2016, 17:15 WIB
Diterbitkan 22 Mei 2016, 17:15 WIB
Umbar Lelucon Perkosaan, Capres Filipina Dikecam
Sosok Duterte, salah satu calon presiden Filipina itu, juga disebut-sebut kerap memamerkan kehidupan seksualnya.

Liputan6.com, Manila - Pengadilan Filipina memutuskan menghentikan investigasi terkait pasukan penembak misterius di Davao. Diduga kuat presiden terpilih Filipina Rodrigo Duterte merupakan otak dibalik kelompok tersebut.

Menurut keterangan Pemerintah Filipina pengusutan terpaksa dihentikan karena satu-satunya saksi kunci dalam investigasi ini tiba-tiba menghilang.

Pernyataan terkait penghentian kasus ini dibenarkan mantan Menteri Kehakiman Emmanuel Caparas. Dia mengatakan, saksi kunci yang namanya dirahasiakan itu tiba-tiba meninggalkan program perlindungan saksi yang dibuat Pemerintah Filipina.

"Sudah tidak ada apa-apa lagi di sini. Saya pikir saksi itu sudah tak di sini lagi. Ini karena dia sudah tidak pernah menampakkan diri lagi," sebut Caparas seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (22/5/2016).

"(Penyelidikan dilanjutkan) sampai (saksi) menampakkan diri. Namun, itu sangat sulit terwujud," sambung dia.

Menambahkan pernyataan dari Caparas, mantan Menteri Kehakiman lainnya, Leila de Lima menduga hilangnya jejak saksi tersebut didasari alasan kuat.

Menurut de Lima, hilangnya saksi itu disebabkan karena ia mengalami ketakutan besar ketika mengetahui, Duterte meraih suara mayoritas dan menang dalam Pemilu Filipina.

"Dari semua indikasi yang ada, keputusan untuk pergi (dari perlindungan saksi), tentunya ini adalah respons dari kemenangan Duterte," papar Leila.

"Yang saya tahu sebelum pemilu digelar, dia sudah takut Duterte meraih kemenangan," lanjut dia.

Kelompok HAM Filipina maupun dunia, menuding Duterte melakukan pelanggaran hak asasi karena membentuk regu tembak misterius di Davao. Regu tembak tersebut dituding telah membunuh lebih dari 1.000 pelaku kriminal termasuk anak-anak semenjak medio 1980an.

Keputusan menghentikan penyelidikan ditanggapi dingin oleh Kelompok Pengawas HAM New York. Mereka menyebut, penghentian sama saja seperti sebuah kegagalan yang begitu mengganggu.

"Keputusan itu mengirimkan pesan bahwa mereka yang terlibat pembunuhan tak perlu takut dihukum atas kejahatan mengerikan yang mereka lakukan," sebut pernyataan tersebut.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya