Liputan6.com, Manila - Pengadilan Filipina memutuskan menghentikan investigasi terkait pasukan penembak misterius di Davao. Diduga kuat presiden terpilih Filipina Rodrigo Duterte merupakan otak dibalik kelompok tersebut.
Menurut keterangan Pemerintah Filipina pengusutan terpaksa dihentikan karena satu-satunya saksi kunci dalam investigasi ini tiba-tiba menghilang.
Pernyataan terkait penghentian kasus ini dibenarkan mantan Menteri Kehakiman Emmanuel Caparas. Dia mengatakan, saksi kunci yang namanya dirahasiakan itu tiba-tiba meninggalkan program perlindungan saksi yang dibuat Pemerintah Filipina.
Advertisement
"Sudah tidak ada apa-apa lagi di sini. Saya pikir saksi itu sudah tak di sini lagi. Ini karena dia sudah tidak pernah menampakkan diri lagi," sebut Caparas seperti dikutip dari Channel News Asia, Minggu (22/5/2016).
"(Penyelidikan dilanjutkan) sampai (saksi) menampakkan diri. Namun, itu sangat sulit terwujud," sambung dia.
Baca Juga
Menambahkan pernyataan dari Caparas, mantan Menteri Kehakiman lainnya, Leila de Lima menduga hilangnya jejak saksi tersebut didasari alasan kuat.
Menurut de Lima, hilangnya saksi itu disebabkan karena ia mengalami ketakutan besar ketika mengetahui, Duterte meraih suara mayoritas dan menang dalam Pemilu Filipina.
"Dari semua indikasi yang ada, keputusan untuk pergi (dari perlindungan saksi), tentunya ini adalah respons dari kemenangan Duterte," papar Leila.
"Yang saya tahu sebelum pemilu digelar, dia sudah takut Duterte meraih kemenangan," lanjut dia.
Kelompok HAM Filipina maupun dunia, menuding Duterte melakukan pelanggaran hak asasi karena membentuk regu tembak misterius di Davao. Regu tembak tersebut dituding telah membunuh lebih dari 1.000 pelaku kriminal termasuk anak-anak semenjak medio 1980an.
Keputusan menghentikan penyelidikan ditanggapi dingin oleh Kelompok Pengawas HAM New York. Mereka menyebut, penghentian sama saja seperti sebuah kegagalan yang begitu mengganggu.
"Keputusan itu mengirimkan pesan bahwa mereka yang terlibat pembunuhan tak perlu takut dihukum atas kejahatan mengerikan yang mereka lakukan," sebut pernyataan tersebut.